DOK/KP
Aktivitas tambang ilegal yang kembali beroperasi di Muang Dalam, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara baru-baru ini, cukup menyita perhatian.
SAMARINDA–Daerah tersebut merupakan wilayah hutan rakyat, yang notabene bukan kawasan konsesi. Aparat penegak hukum (APH) dinilai tak serius, bahkan dianggap sengaja melakukan pembiaran.
Pengamat Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menduga, APH sebenarnya tahu soal aktivitas di Muang Dalam. Sebab, mereka punya intelijen, memiliki informan, mereka dapat laporan dari masyarakat di kawasan Muang. "Jadi mustahil kalau APH tidak tahu," ucapnya. Dijelaskannya, pangkal masalahnya karena memang sejak dulu APH tidak pernah serius menangani kasus-kasus tambang ilegal. Seolah-olah mereka kalah dari para penambang dan dalang di belakangnya. "Jadi tidak mengherankan kalau kasus-kasus tambang ilegal semakin marak, bahkan terjadi di tempat yang sama berkali-kali," sambungnya.
Pria yang akrab disapa Castro itu menegaskan, adanya tambang memberikan dampak negatif yang sangat besar. Industri ekstraktif tersebut pasti punya daya rusak. Legal dan ilegal sebenarnya sama-sama merusak. "Tapi tambang ilegal itu merupakan sebuah tindak kejahatan," sambungnya.
Disinggung soal ditangkapnya Jumain dan Ismail yang sempat melakukan penambangan di Muang yang menjadi bukti keseriusan APH, Castro punya pendapat berbeda. Dia meyakini kalau kejahatan tambang ilegal itu melibatkan persekongkolan banyak orang.
"Jadi jangan dilokalisir hanya kepada pelaku lapangan saja, tapi juga harus menyasar aktor di baliknya," tegasnya.
Senada, Koordinator Pokja 30 Kaltim Buyung Marajo menuturkan, aktivitas di Muang Dalam memberi kesan adanya pembiaran dan lemahnya pengawasan. Khususnya terkait pertambangan batu bara ilegal di Kota Tepian. "Ya itu terkesan ada pembiaran, publik pastinya curiga, bahwa lembaga pengawasan tidak bekerja dan bisa jadi bagian dari pemain tambang ilegal," sebutnya.
Disebutnya, kegiatan ilegal adalah suatu pelanggaran. Sehingga, negara harus bertindak. "Dalam hal ini yang melakukan penegakan hukum ya polisi. Mustahil kalau tidak tahu, kan masing-masing wilayah pasti ada petugasnya," tutupnya.
Sebelumnya pada Minggu (22/1), wilayah yang sejatinya merupakan hutan rakyat tersebut mulai “digaruk” menggunakan alat berat. Mereka bersiap mengeluarkan “emas hitam” agar bisa segera melaut. Itu berdasarkan pantauan lapangan. Perbaikan akses di Jalan Embalut, Muang Dalam, sepertinya sedang dikebut. Ada satu ekskavator dan buldoser tengah beroperasi agar jalan bisa diakses dump truck (DT) nantinya. Rute tersebut memang menjadi akses tercepat mereka agar bisa mengeluarkan batu bara. Aksesnya lewat jalan umum yang pengawasannya di bawah pemerintah, dan baru dibangun menggunakan APBD sekitar Rp 13 miliar pada 2021.
Selain jalur tersebut, penambang bisa mengeluarkan hasil penggaliannya lewat belakang. Rutenya dari Embalut menuju Bayur, Sempaja Utara. Namun, perlu biaya lebih, lantaran jalannya tanah, aksesnya harus ditempuh puluhan kilometer agar sampai ke jalan raya. Jadi, rute tercepat dengan biaya ringan hanya lewat Jalan Pampang.
Di sisi lain, ketika menyusuri jalan menuju Pampang, di bagian kanan terlihat jelas ekskavator bekerja menyisir gunung. Dari kejauhan tampak emas hitam tengah digaruk dan dikumpulkan di satu titik. Aktivitas ilegal tersebut diduga telah berlangsung selama beberapa hari terakhir. (dra/k16)
ASEP SAIFI
@asepsaifi