
Hampir dua tahun memimpin, duet Andi Harun-Rusmadi memulai langkah mewujudkan visi menjadikan Samarinda sebagai kota pusat peradaban. Membebaskan Kota Tepian dari masalah klasik; banjir, dan menata kota menjadi lebih nyaman, adalah langkah awal. Pekerjaan rumah yang menumpuk, serta tingginya ekspektasi masyarakat, terbentur keterbatasan anggaran. Sehingga program yang disusun mesti dieksekusi bertahap.
Kamis (19/1) sore, di Anjungan Karang Mumus, Balai Kota Samarinda, Wali Kota Andi Harun menjawab sejumlah pertanyaan Kaltim Post terkait arah pembangunan Kota Tepian ke depan. Termasuk prioritas 2023 ini. Berikut petikan wawancaranya.
Dengan postur APBD Kota Samarinda pada 2023 sebesar Rp 3,9 triliun, apa program besar tahun ini? Apakah masih seputar penanganan banjir dan penataan kota?
Iya, program besarnya penanganan banjir dan pembangunan infrastruktur kota. Bagian dari upaya pengentasan masalah banjir seperti drainase, kolam retensi, penanganan dampak sosial masyarakat di bagian sungai. Infrastruktur kota berupa pembangunan dan peningkatan jalan. Kemudian infrastruktur pertanian seperti rehabilitasi irigasi, pembuatan irigasi baru, perbaikan saluran irigasi, serta penambahan panjang saluran irigasi.
Lalu infrastruktur perhubungan seperti pembuatan markah jalan, PJU (penerangan jalan umum) khususnya di pintu masuk dan keluar kota. Kemudian infrastruktur lingkungan hidup seperti pembelian dump truck sebagai sarana pendukung mobilitas sampah, serta pembersihan jalan. Kemudian kegiatan Probebaya. Fokus kita di situ.
Lalu ada penanggulangan kemiskinan dan inflasi. Itu (penanggulangan kemiskinan dan inflasi) arahan nasional. Sudah berjalan sejak anggaran perubahan tahun 2022. Di bidang kesehatan juga tak lupa, kita memprioritaskan urusan BPJS, penanggulangan stunting. Di pendidikan, ada peningkatan sarana pendidikan.
Kembali ke masalah banjir. Hampir dua tahun Anda menjabat, kita sudah melihat tahap-tahap awal penanganan banjir seperti perbaikan drainase, kolam retensi, hingga pengerukan sungai. Apakah semua itu sudah sesuai rencana?
Sesuai rencana, dan sangat berhasil.
Apakah ada rencana penambahan kolam penampungan baru?
Ada. Jadi, kita akan membuat kolam di antara Desa Pampang dan Sungai Siring. Ini untuk meng-cover wilayah Pampang, Lempake, dan daerah utara pada umumnya. Termasuk hingga Bengkuring. Di saat yang paralel, kita juga sudah melakukan upaya mengatasi secara maksimal masalah genangan di sekitar simpang tiga Alaya, yang memang langganan banjir itu. Kita juga bekerja sama dengan provinsi untuk kolam penampungan di Samarinda Seberang di Waduk Barito. Mereka (Pemprov Kaltim) menangani sisi waduknya, kita menangani sisi salurannya. Langsung crossing jalan menuju Sungai Mahakam.
Setelah tahap awal, apa langkah berikutnya penanganan banjir di Samarinda?
Masih lanjut terus penanganan banjir. Karena banjir ini puluhan tahun, tapi baru kali ini kita benar-benar konsen dan konsisten. Bukti konsen dan konsistennya adalah selain terurai dalam RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah), juga dalam bentuk program kegiatan APBD. Karena sekian lama masalah banjir ini, tentu tak bisa memerlukan waktu setahun dua tahun (untuk menyelesaikannya). Sehingga kegiatan ini diperlukan konsistensi tiap tahun, berlanjut terus.
Tahun ini kita memulai melakukan pembangunan kolam retensi, normalisasi sungai, sekaligus yang akan kita lanjut terus yaitu rehabilitasi drainase. Itu tidak bisa selesai dalam setahun karena anggarannya sangat besar. Kita bertahap, tahun ini berapa panjang drainase yang akan diperbaiki, tahun depan nanti masuk lagi. Pokoknya program pengendalian banjir ini adalah program superprioritas, yang diimplementasikan dalam bentuk kegiatan yang konsen dan konsisten.
Setelah perbaikan drainase, sekaligus peninggian badan jalan seperti di kawasan Sempaja itu, akhirnya memerlukan lebih banyak tempat serapan. Apakah dimungkinkan adanya aturan bahwa wilayah serapan tak boleh dibangun?
Sekarang kita sudah punya RDTR, rencana desain tata ruang. Rezim perizinan sudah berubah dari IMB (izin mendirikan bangunan) ke PBG (persetujuan bangunan gedung). Yang akan datang sudah agak berat memanfaatkan kawasan serapan untuk aktivitas pembangunan.
Kita sudah punya RDTR untuk persiapan perda tentang RTRW pengganti Perda tentang RTRW tahun 2014. Saya sudah koordinasi dengan pimpinan DPRD, paling lambat 13 Februari 2023, pansus harus menyelesaikan persetujuan DPRD untuk hal tersebut. Artinya, apakah ada regulasi atau policy, iya. Sekarang sudah ada regulasinya.
Di RDTR, semua perizinan nanti berbasis zona tata ruang. Kalau zonanya kawasan tangkapan banjir, permohonan izin yang bertentangan dengan peruntukan penanganan banjir, tidak akan diberikan. Sebagai contoh, yang kita kemarin melakukan penyegelan minisoccer (di eks lapangan sepak bola Voorvo). Karena itu kawasan tangkapan banjir.
Pada prinsipnya begini, banjir itu adalah genangan air yang menimbulkan kerugian, baik dari sisi ekonomi maupun sosial. Kalau curah hujan tinggi, genangan airnya dalam beberapa waktu kemudian surut, maka itu bukan kategori banjir. Tugas kita adalah memastikan genangan air itu tetap bisa berjalan sampai kepada muaranya di sungai.
Sehingga, sungai kita normalisasi. Drainase atau parit kita rehabilitasi. Untuk memastikan air mengalir, sehingga tidak banjir. Tinggal satu PR kita yakni soal pasang Sungai Mahakam dan Karang Mumus. Solusinya, pintu air. Kami sudah buat perencanaannya, sudah ada DED-nya, tapi butuh uang Rp 400 miliar. Karena uang kita terbatas, kemungkinan pintu air kita tahun depan baru bisa masuk. Mudah-mudah Pemprov Kaltim juga bisa memberi bantuan.
Kita pindah soal rencana pembangunan terowongan yang menghubungkan Jalan Sultan Alimuddin ke Jalan Kakap.
Besok (Jumat 20/1) kita groundbreaking. Target pengerjaannya sekitar 18 bulan, sampai 2024. Keperluan anggarannya sekitar Rp 450 miliar. Keuntungannya, sebagai jalan alternatif. Termasuk yang urgen, sangat urgen. Sangat berisiko, sangat tidak aman, sebuah kawasan yang punya hanya satu alternatif jalan. Soal lalu lintas, kita jadikan dulu terowongannya, baru akan bikin analisis lalu lintasnya.
Program Probebaya, tampak banyak memberikan manfaat. Pada 2023 ini apakah akan dilanjutkan lagi? Apa evaluasi dari pelaksanaan sebelumnya?
Probebaya akan dilanjut terus. Setelah kita melakukan evaluasi, manfaatnya sangat besar. Inilah yang sering dikatakan secara teori sebagai bottom-up planning. Perencanaan dari bawah ke atas. Selama ini kan dari atas ke bawah.
Ini sekaligus memberi beberapa manfaat. Pertama, manfaat edukasi kepada masyarakat agar bisa merencanakan sendiri kegiatan yang paling dibutuhkan di lingkungannya. Kemudian, ini asas pemerataan dan keadilan. Pada zaman dahulu, tidak semua RT kebagian kue pembangunan. Sekarang, semua RT kebagian, mau dia dekat dengan wali kota atau jajaran pejabat atau tidak, yang pasti tiap tahun dapat alokasi anggaran pembangunan.
Selain edukasi, manfaat lainnya partisipasi. Kita memberi uang Rp 100 juta. Tapi ada beberapa RT yang juga mendapat partisipasi dari warga setempat. Ada yang nilainya sampai Rp 50 juta. Idenya gotong royong.
Kemudian manfaat secara ekonomi. Karena ini tidak dilaksanakan oleh badan usaha atau kontraktor, mereka melaksanakan secara swakelola mandiri. Yang jadi mandornya, tukangnya, pekerjanya, upahnya langsung diterima warga setempat. Salah satu syaratnya, selama masih tersedia tenaga kerja dari kawasan tersebut, tak boleh mendatangkan tenaga kerja dari luar RT, jangankan dari luar daerah. Dan manfaat lainnya adalah mendapatkan infrastruktur lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.
Kita masuk kota kategori UHC, universal health coverage, dari Kementerian Kesehatan. Penilaiannya sehingga kita bisa dapat UHC, karena ada alokasi pembayaran BPJS Kesehatan bagi warga tak mampu dan miskin melalui alokasi Probebaya.
Probebaya ini ada dua sifat kegiatannya. Pertama bersifat mandatory, sesuatu yang ditentukan dari atas. Misalnya harus ada pembayaran BPJS Kesehatan untuk warga miskin. Yang menentukan warga miskinnya, ya, di RT itu.
Kemudian ada pelatihan dalam rangka wirausaha. Mereka dididik menjahit, membuat tahu, tempe, wadai, peternakan, perikanan, budi daya, dan lainnya. Ada juga bantuan pendidikan untuk siswa-siswi dari keluarga tidak mampu. Karena 60 persen (anggaran Probebaya) untuk infrastruktur skala kecil, dan 40 persennya untuk alokasi pemberdayaan.
Setelah dilantik pada 26 Februari 2021, visinya Samarinda menuju kota pusat peradaban. Apa tantangan terbesarnya?
Tantangan besarnya adalah APBD, anggaran. PR kita sangat banyak. Ekspektasi masyarakat terhadap kota ini sangat besar. Sementara kita terbatas anggaran. Tapi wali kota, pemerintah, tidak boleh mengeluh, itu tugas kita. Tantangan ini saya kelola bersama teman-teman di jajaran pemerintahan. Tidak hanya harus pandai belanja, tapi juga harus pandai cari tambahan pendapatan.
Kalau diperhatikan, saya mewarisi APBD itu sekitar Rp 2,2 triliun dan PAD Rp 380 miliar. Tidak sampai dua tahun, sekitar setahun setengah ini, PAD kita melonjak menjadi Rp 717 miliar dan APBD kita menjadi Rp 3,9 triliun. Bahkan sebenarnya secara faktual itu sudah sampai di angka Rp 4 triliun, hanya secara administratif APBD sekitar Rp 3,9 triliun.
Dengan bertambahnya uang, bertambah pula volume dan jenis kegiatan pembangunan yang dibutuhkan masyarakat, yang bisa kita rencanakan, programkan, serta eksekusi.
Tantangan lainnya adalah partisipasi masyarakat. Misalnya soal buang sampah. Saya tadi (Kamis 19/1) susur sungai (Karang Asam Besar), masih ada kebiasaan warga sampah dikumpulkan di kresek, dibuang ke sungai. Mudah-mudahan ke depan tingkat kesadaran bersama kita semakin tinggi. Dan kita mau bebas banjir, Samarinda bersih, tidak bisa dari pemerintah saja tapi dari masyarakat juga.
Terakhir Pak Wali, rencana di tahun politik 2024, apakah masih di Samarinda atau provinsi?
(Tertawa dan menghela napas) Mari kita mendoakan Pak Gubernur Kaltim Isran Noor selalu sehat sehingga bisa melaksanakan tugas beliau dengan baik hingga akhir. (adv/dwi/k16)