Dwi Restu
Jurnalis Kaltim Post
MACET, penyempitan, belum lagi bersamaan melintas dengan kendaraan-kendaraan besar. Jalan Otto Iskandardinata. Belakangan kawasan itu lagi ramai jadi obrolan. Termasuk beberapa ruas jalan di sekitarnya.
Sejarah bakal hadir di Samarinda. Bahkan yang pertama di Bumi Etam. Terowongan. Megaproyek ini bisa jadi yang sukses menangani satu permasalahan di Jalan Otto Iskandardinata, atau warga sini lebih mengenal dengan sebutan Otista. Crowded-nya kawasan itu memang sudah bukan masalah kecil. Sejatinya ada jalan alternatif, tapi rasanya kurang. Karena memang tak bisa dilintasi banyak kendaraan. Lewat Jalan Lumba-Lumba, lebar jalannya hanya sekitar 3–4 meter. Jelas bukan jalur ideal ketika ingin dilintasi untuk menghindari kemacetan.
Apalagi ketika ada truk melintang seperti kejadian beberapa hari lalu. Jalur itu lumpuh total. Yang hendak menuju kawasan perkotaan dari arah Sambutan pun harus berputar cukup jauh.
Lantas, apakah mega proyek terowongan sudah dianggap tepat? Saya berpikir mungkin itu solusi jitu pak wali kota. Saya bukan memuja-muja, tapi pekerjaan yang tak mudah itu cukup membuat saya “angkat topi” dengan beliau. Respect. Menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk menuntaskan masalah yang sudah rumit. Bisa diingat, ketika kecelakaan maut di kawasan itu terjadi, beberapa solusi coba diberikan. Sempat tebersit ada wacana pelebaran jalan. Namun, tak urung bisa berjalan. Pikiran saya adalah, kalau dilebarkan jalannya, apakah menjamin kejadian serupa tidak terulang.
Belum lagi untuk membebaskan lahan di kawasan tersebut, perhitungannya bisa lebih besar ketimbang membangun terowongan. Jadi, bangun terowongan memang bukan sekadar angan-angan. Bahkan saya yakin project besar itu juga bukan sekadar keinginan mencari pundi-pundi figur demi kontestasi politik. Meski saya yakin tetap ada yang berpikiran seperti itu.
Namun, dari proyek terowongan itu pula kita bisa melihat sebesar apa pengaruhnya nanti ketika sudah jadi. Masih harus menunggu waktu sekitar satu tahun. Karena ini bukan proyek sembarangan, meski kawasan tersebut kerap dihubung-hubungkan dengan daerah rawan bencana. Semoga bukan sekadar proyek mencari “keuntungan”. (**)