Romdani
Pemimpin Redaksi
ATURAN dibuat untuk dilanggar. Guyonan itu seperti budaya. Seperti yang terlihat tak jauh dari Pintu Keluar Karang Joang, Jalan Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam). Persisnya di Kilometer 13, Balikpapan. Hampir saban hari truk-truk pengangkut peti kemas parkir di pinggir jalan. Seperti tidak ada yang menindak.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan sudah mengatur itu. Di Pasal 38 menyebutkan, “Setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.”.
Ruang manfaat jalan itu meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Sedangkan yang dimaksud dengan terganggunya fungsi jalan yakni berkurangnya kapasitas jalan dan kecepatan lalu lintas.
Penyebabnya banyak. Seperti adanya bangunan dan material yang menumpuk di bahu jalan. Tapi yang paling mencolok adalah kendaraan parkir di bahu jalan. Seperti yang terlihat Kilometer 13, Balikpapan. Dekat pintu masuk Tol Balsam. Kemarin (16/1), saya ke sana. Pemadangannya tetap sama. Truk berjejer di bahu jalan dekat pintu masuk tol. Sebenarnya, tak hanya di sana. Di setiap kawasan terdapat truk yang seenaknya parkir di bahu jalan.
Selain peraturan pemerintah, ada juga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Bahkan di regulasi itu mengatur sanksi. Setiap orang yang melakukan perbuatan mengakibatkan gangguan pada fungsi jalan, bisa dipidana kurungan paling lama sebulan. Atau denda paling banyak Rp 250.000.
Kaltim Post sebenarnya sudah berkali-kali memberitakan terkait “raksasa” jalanan parkir di bahu jalan. Termasuk yang di Kilometer 13, Balikpapan itu. Tapi seperti tak ada jera. Juga seperti tak ada tindakan. Sopir bisa sesuka hati parkir di sana. Tak hanya itu, mereka bisa bongkar muat barang di bahu jalan. Mungkin menunggu ada korbannya, baru ada tindakan.
Itu seperti yang terjadi di Samarinda. Seorang pengendara bernama Dedi Sufrianto meninggal dunia setelah menghantam bagian belakang truk tronton yang parkir di Jalan HM Ardans, Selasa (10/1) pukul 16.30 Wita. Insiden tersebut bukan kali pertama terjadi.
Sebelumnya, kecelakaan serupa terjadi di Jalan Trikora, Kecamatan Palaran, Samarinda, pada 29 Desember 2022. Dalam insiden ini, menewaskan Andhika Pradana yang menabrak truk parkir di badan jalan. Lalu pada 5 Januari. Korbannya pengendara perempuan. Bernama Elsa. Dia meninggal setelah menabrak truk yang parkir di Jalan P Suryanata, Samarinda.
Namun, kepolisian di Samarinda sudah mengambil tindakan. Di mana dari dua kejadian, 29 Desember 2022 dan 5 Januari telah ditetapkan dua tersangka. Keduanya dikenakan UU 22/2009. Dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
***
Saya pernah diskusi panjang dengan Direktur Utama Intipratama Group Kus Marindi. Sekitar Juli 2021 lalu di kantornya. Perusahaannya telah membangun depo kontainer di Kawasan Industri Kariangau (KIK). Tak jauh dari Terminal Peti Kemas (TPK) Kariangau di Kilometer 13, Balikpapan.
Salah satu tujuannya adalah bisa membantu TPK Kariangau. Terutama untuk penyimpanan kontainer atau peti kemas. Juga termasuk menjadi lokasi parkir truk pengangkut peti kemas. Dengan begitu, “rakasa” jalanan itu tidak menginap di bahu jalan. Yang dampaknya bisa beragam. Seperti truk yang parkir bisa ditabrak pengendara. Bisa jadi lokasinya gelap. Sehingga dengan pengelihatan yang terbatas, pengendara menabrak kendaraan yang parkir.
Selain itu, depo kontainer bisa membuat pengusaha tidak perlu membawa barang mereka menggunakan truk peti kemas. Barang dibongkar di depo. Lalu dibawa ke toko atau gudang di perkotaan menggunakan kendaraan yang lebih kecil. Dampak lainnya, bisa mengurangi kemacetan di tengah kota. Terutama di turunan Muara Rapak, Balikpapan yang kerap terjadi kecelakaan. Mengurangi “raksasa” jalanan masuk ke kota. Maka menekan kecelakaan di turunan Muara Rapak.
Tapi saya paham. Kenapa truk-truk itu enggan parkir ke depo. Bisa jadi pemilik barang atau sopir truk enggan dibebani biaya. Bila masuk depo, sudah pasti dikenakan biaya. Adanya biaya itu tentu akan memengaruhi beban operasional. Dampaknya biaya logistik bisa lebih mahal. Tapi apa iya, aturan terus mereka langgar. Kalau pemerintah dilematis. Masak enggak ada solusi? Atau jangan-jangan parkir di badan jalan itu solusi. Selama tidak ada korban jiwa. (dwi/k8)