Oleh: Thomas Dwi Priyandoko
Redaktur Kaltim Post
MENCETAK wartawan itu gampang. “Buka saja iklan lowongan dan tunggu CV yang datang,” kata seorang pimpinan perusahaan kala itu. Tapi, nyatanya tidak sesederhana demikian. Kebanyakan yang datang melamar, meski dengan CV menarik, justru minim dengan kemampuan menulis. Kalau pun ada bisa dihitung dengan jari.
Namun, persoalan tak tuntas sampai di situ. Kemampuan menulis harus dibarengi dengan ketangguhan meliput di lapangan, memiliki daya pikir yang kritis, hingga bekerja di bawah deadline. Lambat laun mereka yang diterima sebagai wartawan tadi berguguran satu demi satu.
Begitu salah satu cerita yang saya dengar sekaligus rasakan bagaimana Kaltim Post mencari sumber daya manusia untuk keperluan wartawan. Sampai akhirnya pada 2007, koran ini melakukan terobosan dengan menggelar Latihan Jurnalistik Kaltim Post alias LJKP sebagai wadah pelatihan sekaligus saringan bibit unggul sebagai wartawan.
Dasar munculnya LJKP juga mencoba mencari jawaban atas fenomena yang terjadi. Di Samarinda dan Balikpapan saat itu banyak digelar pelatihan jurnalistik baik lembaga pers maupun individu-individu. Pelatihan digelar di sekolah-sekolah, kampus-kampus, bahkan sampai ke partai politik. Tapi, ke manakah selanjutnya orang-orang yang dilatih tersebut?
Syafril Teha Noor, wakil pemimpin redaksi saat itu, bersama beberapa redaktur lainnya mengelaborasikan LJKP sebagai pekerjaan bersama sekaligus ibadah. Artinya, tidak masalah jika LJKP hanya berakhir sebagai sebuah pelatihan saja. Mendapat satu wartawan yang sesuai kriteria Kaltim Post itu sudah sangat luar biasa.
LJKP pun kemudian digelar. Lulusan baru dan mahasiswa semester akhir menjadi sasaran utama pelatihan ini. Setiap kali diselenggarakan, antusiasme peserta sangat tinggi. Dalam suatu gelaran pernah mencapai lebih dari seratus orang. Tapi, jangan kaget jika yang bertahan hanya kurang dari lima orang untuk melanjutkan karier sebagai wartawan.
Sebab, pola pelatihan dalam LJKP disesuaikan dengan keperluan Kaltim Post. Tidak hanya membekali ilmu di dalam ruangan, tetapi peserta juga ditugaskan turun ke lapangan untuk melakukan liputan sebagaimana wartawan seharusnya.
Pemberian pengalaman empiris itulah yang menjadi keunggulan Kaltim Post. Kami percaya jurnalis andal hanya dapat dilahirkan dari kombinasi dari kemauan yang bersangkutan, pengalaman empiris, dan tantangan yang mereka hadapi.
Sebelum pandemi Covid-19, LKJP sudah menghasilkan 15 angkatan. Sebagian alumnus LJKP awal-awal yang memulai karier sebagai wartawan sekaligus penulis hebat kini sudah menduduki posisi tinggi di Kaltim Post maupun anak perusahaan.
Romdani, pemimpin redaksi Kaltim Post saat ini, adalah alumnus LJKP. Begitu juga dengan Duito Susanto yang mendampingi sebagai wakil pemimpin redaksi. Di anak perusahaan, ada Achmad Ridwan sebagai direktur SamarindaTV dan Abdurrahman Amin yang merupakan pemimpin redaksi Samarinda Pos.
Sebagian lain alumnus LJKP juga ada yang sukses di luar Kaltim Post. Seperti Felanans Mustari yang kini menjadi penanggung jawab sekaligus pemimpin redaksi Kaltim Kece. Kemudian, Akbar Ciptanto yang sekarang masuk jajaran direksi Perusahaan Daerah Pergudangan dan Aneka Usaha (PDPAU) Samarinda.
Kini, di tengah era tantangan disrupsi teknologi digital dan dampak pandemi Covid-19 membuat Kaltim Post harus kembali menghadirkan terobosan untuk mencetak wartawan. LJKP tak digelar dalam beberapa tahun terakhir. Itu berarti Kaltim Post kehilangan beberapa generasi dan tidak menyentuh generasi yang baru dalam kurun waktu tersebut.
Jika menyasar para fresh graduate ataupun mahasiswa tingkat akhir saat ini, maka mereka adalah generasi Z yang memiliki karakter berbeda dengan peserta LJKP beberapa tahun lalu yang diisi oleh generasi milenial. Karena itu, pendekatan dengan teknologi merupakan salah satu cara menjangkau generasi muda saat ini.
Awal Desember 2022 lalu, kami menghadirkan program pelatihan jurnalistik secara daring yang bernama Kaltim Post Bootcamp. Itu juga menjadi tempat kami belajar. Terutama bagaimana mengajar online yang efektif dan membangun kelas yang interaktif. Sebab, peserta yang kami hadapi adalah mereka yang sudah sangat terbiasa dengan belajar daring.
Karena itu yang pertama, kami pun tidak berekspektasi banyak. Dari target 50 peserta, kami bersyukur jumlah yang mendaftar 63 orang. Tidak hanya dari Kaltim, ada juga yang dari Makassar. Bahkan ada juga yang berdomisili di Seoul, Korea Selatan.
Tiga hari pelaksanaan Kaltim Post Bootcamp akhirnya terasa sangat singkat. Begitu banyak pertanyaan dan keingintahuan dari peserta tentang ilmu jurnalistik. Kami pun berencana membagi kelas Bootcamp itu ke dalam beberapa tingkatan untuk edisi selanjutnya.
Termasuk memberikan pengalaman empiris bagi mereka. Sebab, seperti LJKP, pemberian pengalaman empiris menjadi salah satu inti pelatihan jurnalistik ala Kaltim Post. Dan di sana adalah medan pelatihan yang sesungguhnya bagi penulis-penulis hebat di masa depan. (rom/k15)