Harga batu bara diperkirakan masih stabil tinggi tahun depan. Kencangnya permintaan dari luar negeri jadi pemicu. Hal itu akan menguatkan ekonomi Kaltim.
BALIKPAPAN-Sektor batu bara masih menjadi primadona hingga tutup tahun 2022. Meski pada Desember 2022, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga batu bara acuan (HBA) sebesar USD 281,48 per ton atau mengalami penurunan 8,67 persen atau USD 26,72 per ton dibandingkan HBA November 2022 sebesar USD 308,2 per ton. Namun, sentimen positif pasar dunia memungkinkan harga batu bara tetap akan stabil hingga tahun depan.
Pasalnya, sejumlah negara Eropa dan Asia khususnya India masih deras mengimpor batu bara. Apalagi, negara-negara di Eropa barat, seperti Belanda, Belgia, Jerman, Prancis, Inggris, dan Italia memutuskan untuk kembali mengoperasikan pembangkit listrik batu bara untuk persiapan musim dingin. Sementara, India menggenjot impor tahun ini dan tahun depan untuk mencegah krisis listrik.
Ketua Asosiasi Pengusaha Baru Bara Samarinda (APBS) Eko Prayitno menjelaskan, di tengah sifat harga batu bara yang tidak bisa diprediksi, terbukti tahun ini harga batu bara justru lebih meningkat, meski dibayangi sejumlah penurunan. Tetapi, dia yakin hingga tutup tahun ini dan tahun depan, harga batu bara tetap akan stabil. Mengingat dunia masih memerlukan batu bara di tengah krisis energi yang melanda Eropa dan Asia.
“Satu-satunya yang bakal membuat harga batu bara turun adalah kestabilan harga minyak mentah dunia. Pasalnya, batu bara masih dianggap sebagai produk substitusi di tengah melambungnya harga minyak dunia,” ungkap Eko, Kamis (15/12).
Diketahui, harga minyak mentah dunia pada 8 Desember lalu merosot mendekati angka USD 70 per barel. Pada harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan harga bahan bakar minyak (BBM) dunia itu tercatat USD 76,15 per barel, turun 1,3 persen dibandingkan posisi sebelumnya. Sementara, harga minyak jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) melorot 0,8 persen menjadi USD 71,46 per barel.
Menurutnya, yang masih menjaga kestabilan harga batu bara saat ini karena masih banyaknya permintaan pasar. Sehingga ke depan, ekonomi Kaltim sebagai salah satu daerah penghasil tetap akan banyak ditopang dari batu bara. Dan apa yang menjadi kekhawatiran pemerintah pusat terkait ancaman krisis pada 2023, bagi Eko tidak akan terlalu banyak berpengaruh terhadap Kaltim. “Kaltim yang masih ditopang ekonominya dari sektor energi ini termasuk pengecualian lah,” ucapnya.
Sayangnya, imbas meroketnya sektor batu bara tahun ini menurutnya tidak maksimal dirasakan oleh Kaltim. Karena sejak beberapa tahun ke belakang, banyak pemilik izin usaha pertambangan (IUP) bukan lagi di tangan pengusaha provinsi ini. Dominan dikuasai oleh pengusaha asal luar, seperti Jakarta. Sehingga, kontribusinya tidak langsung dirasakan masyarakat.
“Masyarakat Kaltim paling hanya merasakan efek domino skala kecil. Seperti, pengusaha-pengusaha rental alat berat, tapi skalanya kecil ya. Kalau besar ya tetap dikuasai Jakarta. Atau pekerja yang mendapat insentif dan usaha kecil menengah yang meningkat ekonominya akibat perputaran uang yang lebih besar akibat makin meningkatnya produksi batu bara,” bebernya.
Eko pun menyinggung, isu “perang bintang” di tubuh aparat dan pemerintahan, kemudian kasus-kasus besar terkait pertambangan ilegal juga jadi hal yang bisa memengaruhi kinerja sektor batu bara. Meskipun pengaruhnya kecil. “Selebihnya normatif saja. Batu bara sampai tahun depan akan tetap stabil. Dan Kaltim tidak akan banyak terpengaruh,” imbuhnya.
Diketahui, alasan pemerintah menurunkan HBA pada Desember ini salah satunya disebabkan oleh rencana India menurunkan kapasitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Selain itu, kebijakan Tiongkok dalam pengendalian Covid-19, yakni zero Covid-19. Sehingga, berdampak terhadap penurunan permintaan batu bara akibat penurunan permintaan listrik karena pembatasan aktivitas pabrik. Dalam sepekan, harga batu bara masih melemah 2,9 persen sementara dalam sebulan masih terbang 22,7 persen. Harga “emas hitam” masih melonjak 124,1 persen setahun.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim pada Rabu (14/12) lalu, neraca perdagangan Kaltim, periode Januari - Oktober 2022 mengalami surplus sebesar USD 25,59 miliar setara Rp 383,85 triliun (USD 1 = Rp 15 ribu). Di mana komoditas non-migas antara lain bahan bakar mineral termasuk batu bara di dalamnya menyumbang USD 22,83 miliar.
PERLUAS PRODUK EKSPOR
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan, bahwa realisasi ekspor Indonesia ke Tiongkok lebih tinggi dibandingkan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS). Negeri Panda pun telah menjadi mitra dagang utama dan strategis untuk Indonesia.
Analis kebijakan Kemendag Immanuel Lingga menjelaskan, terjadi peningkatan ekspor tahun ini di tengah pengetatan kebijakan pengendalian Covid-19 di Tiongkok. Ekspor ke negara itu tercatat tumbuh di atas USD 50 miliar. “Posisi Tiongkok sangat penting karena strategis dan mitra utama tumpuan ekspor Indonesia,” tuturnya.
Data BPS menyebutkan, Tiongkok menjadi negara penyumbang surplus ketiga terbesar ke Indonesia dengan USD 1,04 miliar. Komoditas penyumbang terbesar adalah bahan bakar mineral. Yakni, besi dan baja sebesar USD 1,45 miliar serta lemak dan minyak hewani/nabati USD 913,6 juta.
Kemendag menilai, ekspor yang dikirim perlu diperluas pada pos-pos lain yang bisa memberikan nilai tambah yang lebih besar. “Karena mayoritas masih sebatas komoditas, seperti batu bara, minyak sawit, mineral, dan tambang,” imbuhnya.
Sementara itu, Kadin Indonesia Komite Tiongkok juga berkomitmen untuk bahu-membahu dengan pemerintah dalam membuka pintu kerja sama perdagangan dan investasi. Sekaligus memastikan investor Tiongkok bisa menjalankan bisnis dengan baik dan mendapatkan mitra terbaik di Indonesia, serta meningkatkan ekspor.
Ketua Kadin Indonesia Komite Tiongkok (KIKT) Garibaldi Thohir menegaskan, sebagian besar investasi Tiongkok di Tanah Air sejalan dengan prioritas pemerintah saat ini. Yakni, pengembangan industri hilirisasi dan industri. “Sehingga, bisa membuka lapangan kerja, meningkatkan ekspor, menghasilkan devisa, menambah pendapatan negara, dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi kedua negara,” paparnya. (rom/k15)
M RIDHUAN
[email protected]