KABUL - ’’Afghanistan kembali ke era 1990an.’’ Pernyataan itu ditulis oleh Waslat Hasrat-Nazimi, Kepala Layanan Afghanistan di DW News. Jurnalis berdarah Belanda- Afghanistan tersebut memantau situasi negara yang dipimpin oleh Taliban itu, sejak pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat hengkang.
Taliban sempat memimpin Afghanistan pada 1996-2001. Kala itu mereka memimpin dengan pembatasan yang ketat. Terutama untuk perempuan. Saat mengambil alih kembali kekuasaan pada 15 Agustus 2021 lalu, Taliban berjanji akan memberikan hak-hak perempuan seperti pendidikan, modernisasi dan juga menjamin kebebasan pers. Namun itu hanya isapan jempol belaka.
Menurut jajak pendapat yang diterbitkan Gallup baru-baru ini, 97 persen pria dan 98 persen wanita menyamakan hidup mereka di Afghanistan dengan penderitaan. Tingkat bunuh diri di kalangan wanita melonjak.
Kebebasan perempuan di Afghanistan terampas. Mulai dari dilarang menempuh pendidikan menengah, membatasi kuliah, larangan masuk ke taman dan tempat-tempat publik serta harus memakai pakaian yang tertutup.
Eksekusi publik, rajam, cambuk, dan amputasi anggota badan juga kembali diterapkan. ’’Saya memperkirakan 80 orang telah dicambuk sejak kami mengambil alih Afghanistan,’’ ujar Kepala Hubungan Pers di Mahkamah Agung Afghanistan Abdul Rahim Rashid seperti dikutip Al Jazeera kemarin (11/12).
Di lain pihak Kepala Juru Bicara Taliban Zabihullah Mujahid tak menampik hukuman tersebut. Dia mengatakan pihak yang mengkritik kebijakan Taliban dianggap tidak menghormati keyakinan, hukum dan masalah internal umat Islam di negara tersebut. ’’Masing-masing penjahat ini mengakui kejahatan mereka di depan pengadilan tanpa paksaan dan puas dengan hukumannya,’’ ujar Mujahid seperti dikutip Agence France-Presse.
Taliban telah meningkatkan hukuman publik sejak Pemimpin Tertinggi Hibatullah Akhundzada memerintahkan hakim untuk menegakkan hukum Islam sepenuhnya. Eksekusi publik pertama Afghanistan kembali dilakukan Rabu (7/12).
Berita penerapan hukum qisas tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak. Mulai dari PBB hingga pejabat berbagai negara. ’’Ini menunjukkan bahwa Taliban ingin kembali ke praktik regresif dan kasar mereka pada 1990an’’ terang Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price. (sha/bay)