BALIKPAPAN-Persoalan penerapan manifes riil di Penyeberangan Feri Kariangau - Penajam dituntaskan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XVII Kaltimra. Rencananya manifes untuk penumpang dan kendaraan akan mulai diterapkan, besok (10/12). Cara ini diharapkan bisa mencegah adanya praktik pengondisian muatan atau cashback.
Korsatpel Pelabuhan Feri Kariangau Balikpapan Carlos menjelaskan, keputusan itu berdasarkan evaluasi penyusunan manifes penumpang dan kendaraan, serta standar operasional prosedur (SOP) penyelenggaraan sistem pembayaran cashless Pelabuhan Feri Kariangau, Senin (5/11) di Ruang Rapat Terminal Bus Batu Ampar, Balikpapan.
“Jadi, sudah sepakat oleh yang hadir baik dari perwakilan dan BPTD Kaltimra yang diwakili Kasi TSDP Pak Nixon Mone memutuskan, penerapan manifes kepada perusahaan pelayaran yang melayani rute Kariangau-Penajam,” ungkap Carlos, kemarin (8/12).
Dalam pertemuan tersebut, Kasi Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan (TSDP) BPTD Kaltimra Nixon Mone seperti yang dikutip melalui Instagram resmi BPTD XVII Kaltimra menyebut, terkait dengan penerapan manifes merupakan kewajiban. Dan karena mendapat dukungan yang positif dari pihak pelayaran, sehingga pelaksanaannya bisa segera dimulai.
“Jadi, sudah bersepakat pelaksanaan manifes dilaksanakan mulai 10 Desember 2022. Lalu, pelaksanaan SPB (surat persetujuan berlayar) akan diberlakukan sejak 1 Januari 2023,” ungkap Nixon. Selain itu, disepakati pula pelaksanaan penerapan elektronifikasi (cashless), pengelolaan tiket terpadu di Pelabuhan Feri Kariangau yang direncanakan akan diterapkan per 1 Januari 2023.
Mekanisme pelaksanaan manifes penumpang dilakukan sebagaimana SOP, yakni pemberian form data kepada penumpang di loket, pengisian form oleh petugas operator pelabuhan, dan penyerahan form kepada petugas operator kapal di depan MB (movable bridge).
“Pelaksanaan ini kami berharap dukungan dari semua (pihak) dan mekanismenya sebagaimana telah kami sepakati. Dalam pelaksanaannya, mungkin akan ada kekurangan, tapi kami memulai sembari mengevaluasi. Semoga semuanya bisa berjalan dengan baik,” ungkap Nixon.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kaltim Yudha Pranoto menjelaskan, manifes adalah dokumen muatan kapal berupa daftar penumpang barang dan kendaraan, yang diangkut oleh kapal penyeberangan. Sebagai sebuah dokumen, adalah persyaratan yang mutlak harus dipenuhi sebelum kapal tersebut diberikan izin untuk berlayar.
Dia menegaskan, ketentuan tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Di dalam angkutan penyeberangan, ketentuan di atas diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri (PM) Perhubungan No 25 Tahun 2016 tentang Daftar Penumpang dan Kendaraan Angkutan Penyeberangan.
“Isinya menjelaskan, bahwa dalam mewujudkan keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran angkutan penyeberangan, perlu dibuat dokumen muatan kapal berupa daftar penumpang dan kendaraan di atas kapal angkutan penyeberangan,” ucap Yudha.
Dalam PM juga ditegaskan, setiap kapal yang mau berlayar harus atau wajib memiliki surat persetujuan berlayar (SPB). Dan untuk mendapatkan SPB itu, harus melampirkan daftar penumpang dan kendaraan di atas kapal angkutan penyeberangan atau disebut manifes.
“Manifes ini tidak ada pengecualian meliputi penumpang pejalanan kaki, penumpang pada kendaraan dan kendaraan golongan I sampai IX, dan menjadi tanggung jawab operator kapal dan diawasi oleh Direktorat Jenderal Hubdat (Perhubungan Darat) dalam dalam hal ini dilaksanakan oleh Otoritas Pelabuhan Penyeberangan atau UPT,” jelas Yudha.
Dalam hal di Pelabuhan Feri Kariangau, berarti pengawasannya dilakukan oleh BPTD Wilayah XVII Kaltim-Kaltara. Di mana dalam pelaksanaannya, tentu ada kendala-kendala yang dihadapi. Misalnya, dengan alasan kegiatan rutinitas, lintasan jarak pendek, batas waktu, dan lain-lain yang membuat para pihak sering melupakan dan mengabaikan pencatatan manifes ini.
Satu hal lagi adalah para operator menganggap itu sebagai “terlalu ribet” yang mengakibatkan adanya kelambatan atau kekurangan waktu pencatatan yang mengakibatkan keterlambatan dalam proses bongkar-muat kendaraan yang hanya 15 menit.
“Hal-hal tersebut tentunya tidak beralasan atau tidak boleh menghapuskan kewajiban dalam pembuatan manifes. Harus dapat melakukan suatu ide, bagaimana membuat pencatatan itu bisa lebih baik, efektif, dan efisien yang tidak mengganggu operasional kapal baik waktu bongkar muat dan lain sebagainya,” ungkap Yudha.
Dia mencontohkan, dalam hal ini teknologi informasi menjadi pilihan atau alternatif dalam mempermudah dan mempercepat proses pencatatan. Banyak aplikasi yang sudah tersedia baik disediakan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) atau penyedia fasilitas sejenis dari swasta yang langsung dapat digunakan atau berbayar.
“Intinya, manifes adalah suatu syarat yang wajib hukumnya untuk dipenuhi karena itu adalah tuntutan undang-undang demi keamanan dan keselamatan berlayar di mana pun,” ujarnya. Menekankan agar para sopir kendaraan mengisi manifes yang disiapkan oleh pengelola pelabuhan dengan bantuan teknologi informasi, yakni barcode yang terhubung link ke isian formulir manifes sesuai lampiran PM 25 Tahun 2016.
“Untuk itu, semua pihak penyelenggara moda transportasi baik darat, laut, udara wajib hukumnya untuk selalu mengedepankan dan mengutamakan proses pencatatan manifes demi keselamatan dan kenyamanan bersama masyarakat pengguna moda transportasi,” jelasnya. (rdh/rom/k15)