SURABAYA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Bupati Bangkalan, Jawa Timur, Abdul Latif Amin Imron alias Ra Latif terkait dugaan jual beli jabatan Rabu (7/12). Lima anak buahnya di Pemkab Bangkalan yang juga menyandang status tersangka dalam perkara tersebut ikut ditahan.
Mereka adalah Achmad Mustakim (kepala dinas ketahanan pangan), Hosin Jamili (kepala dinas pemberdayaan masyarakat dan desa), Salman Hidayat (kepala dinas perindustrian dan tenaga kerja), Wildan Yulianto (kepala dinas pekerjaan umum dan perumahan rakyat), serta Agus Eka Leandy (kepala badan kepegawaian dan pengembangan sumber daya aparatur).
Mereka ditahan setelah memberikan keterangan kepada penyidik KPK di gedung Ditreskrimsus Polda Jatim, Surabaya. Masing-masing sebelumnya mendapat panggilan pemeriksaan sebagai tersangka. ’’Hanya sebentar tadi pemeriksaannya,” ujar Suryono Pane, pengacara bupati Bangkalan.
Latif seperti ’’menapaktilasi” jejak sang ayah, Fuad Amin Imron (almarhum) yang juga pernah menjadi pesakitan KPK. Fuad, bupati Bangkalan 2003–2013, ditangkap, ditahan, diadili, dan kemudian dipenjara dalam kasus suap dan pencucian uang. Dia meninggal pada 16 September 2019 masih dalam status narapidana.
Suryono, pengacara Ra Latif, menyebut kliennya tidak ditangkap, tapi sengaja datang karena mendapat undangan pemeriksaan. ’’Hukum tidak boleh dibuat pencitraan. Dari sudut pandang saya, perkara ini condong ke sana,” ucapnya.
Dia tidak mengira penyidik akan melakukan penahanan. Terlebih, pertanyaan yang diberikan tidak berkaitan dengan materi perkara. ’’Hanya tiga atau empat pertanyaan, sekitar setengah jam selesai,” katanya.
Ra Latif mulai diperiksa pukul 10.30. Namun, dia baru keluar gedung tujuh jam berselang. Suryono mengatakan, lamanya rentang waktu itu disebabkan pihaknya meminta penyidik menunggu kedatangan keluarga kliennya.
Suryono menampik dugaan jual beli jabatan seperti yang dituduhkan penyidik. Menurut dia, Ra Latif tidak pernah meminta uang kepada siapa pun untuk bisa mendapat jabatan di pemkab. ’’Yang menawarkan dan menerima uang adalah pansel (panitia pelaksana),” ungkapnya.
Dia merasa perkara itu janggal karena tidak ada pansel yang ditetapkan tersangka. Suryono menduga mereka dilindungi penyidik dengan syarat mengklaim tawaran jual beli jabatan adalah arahan bupati. ’’Ini langsung loncat ke bupati kan lucu,” katanya.
Suryono menegaskan, kliennya belum menerima uang sama sekali. Disinggung rencana pengajuan praperadilan, dia menyebut akan membicarakannya dengan pihak keluarga dan berkoordinasi dengan sejumlah lembaga. ’’Karena berkaitan dengan marwah bupati juga,” jelasnya.
Dia mengaku belum mengetahui jabatan yang diduga diperjualbelikan. Termasuk nilai uangnya. ’’Yang pasti, selama ini bupati tidak pernah meminta-minta uang,” katanya.
Risang Bima Wijaya, pengacara lima tersangka lain, menyebut semua tersangka dibawa ke Jakarta setelah diperiksa. ’’Bagian dari proses penyidikan dugaan kasus lelang jabatan tahun 2021,” tuturnya.
Dia juga mengaku tidak tahu nominal uang dalam perkara tersebut. ’’Kami hormati proses hukum yang berjalan,” tandasnya. (edi/c7/ttg)