Oleh : Karlina Asri Ayuningtyas, SPd
Kepala Madrasah Ibtidaiyah Trubus Iman Kabupaten Paser
BERBICARA tentang ikatan keluarga, seharusnya yang tergambar adalah sebuah ikatan yang penuh dengan kasih sayang dan keharmonisan, yang terjalin antara orangtua dan anak, serta anak dengan saudaranya. Lazimnya, sikap saling tolong-menolong maupun gotong royong akan menjadi budaya dalam sebuah keluarga. Terlebih di dalam Islam sendiri, Allah mewajibkan setiap anak untuk berbakti kepada orangtuanya, serta mengajarkan budaya yang muda menyayangi yang tua, dan yang muda menghormati yang tua. Normalnya, demikianlah budaya yang seharusnya tercipta.
Sayangnya, konsep ini tak dipahami sebagian besar generasi muda zaman now. Dengan alasan bosan merawat bapak yang terkena strok, ada seorang pria yang tega membunuh bapaknya. Ada pula seorang pria yang tega membunuh seluruh anggota keluarganya, dengan cara mencampurkan racun ke dalam minuman ayah, ibu, dan saudara perempuannya. Hanya karena tak sanggup menjadi tulang punggung keluarga, hal ini karena sang ayah telah pensiun serta sang kakak yang akan menikah terus-menerus meminta uang kepada dirinya.
Kondisi saat ini memang terkadang memaksa seorang anak kehilangan fitrahnya untuk menyayangi orangtua maupun saudaranya. Karena kegagalan memahami arti kehidupan, maka melenyapkan nyawa seseorang dianggap sebagai hal yang pantas. Ketika ia merasa ada yang mengganggu kesenangannya, maka ia akan tega menghilangkan gangguan itu. Meskipun itu adalah orangtua atau saudara kandungnya sendiri.
Kesulitan yang dirasakan dalam mendapatkan penghasilan, mampu membuat seseorang hidup dalam kondisi tertekan. Terlebih di tengah-tengah kondisi segala jenis kebutuhan hidup serba naik. Maka “durhaka” menjadi pilihan daripada merasa eksistensi dirinya terancam.
Sangat wajar sebenarnya, jika di dalam masyarakat yang hanya mengedepankan materi semata, terbentuk anak-anak yang durhaka seperti ini. Karena dalam masyarakat yang jauh dari sudut pandang Islam alias miskin ilmu agama, maka mereka hanya akan menilai kemuliaan seseorang yang ditentukan oleh materinya. Menjadi anak yang berbakti tidak akan cukup membuat seseorang menjadi bernilai atau dihargai di tengah masyarakat. Bahkan, mengurus orangtua yang sakit/sudah pensiun atau membantu saudaranya, dianggap sebagai sesuatu beban. Karena harus mengorbankan uang, waktu, dan tenaga.
Di sisi lain, mereka tidak pernah mendapatkan edukasi yang benar. Pendidikan yang ada saat ini tidak cukup membuat seseorang untuk menjadi muslim yang bertakwa. Karena sistem pendidikan saat ini memisahkan agama dari kehidupan. Islam hanya diajarkan sebagai ibadah ritual. Sehingga untuk memandang kehidupan, generasi muslim menggunakan cara pandang lain, yang berlaku. Seperti misal cara pandang ala kapitalisme sekulerisme yang berasal dari budaya barat.
Lantas bagaimana cara mengubah anak-anak zaman now, agar bisa menjadi anak yang berbakti? Maka caranya hanya ada satu, yaitu mengajak mereka mengkaji/belajar Islam secara sempurna. Bukan sekadar menjalankan Islam dalam masalah ibadah ritual saja. Namun juga memahami bahwa jati dirinya hanyalah seorang hamba. Yang mana tugas utama seorang hamba adalah melaksanakan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Mereka juga akan memahami bahwa mereka diciptakan oleh Allah, di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah.
Jadi jika pun mereka harus merawat orangtua, maka mereka akan merawat dengan sabar dan penuh keikhlasan. Atau jika harus membantu saudara/keluarga lain, maka mereka akan melakukannya semata-mata itu adalah perintah Allah SWT.
Dari sinilah kemudian akan terbentuk kepribadian Islamnya, dan hal ini yang menyebabkannya bisa mengamalkan perintah tadi. Sesulit apapun kondisinya.
Ketika seorang individu sudah memiliki kepribadian yang baik, wajib pula tercipta lingkungan yang juga memberikan nuansa mendukung ketaatan. Sehingga masyarakat akan senantiasa terdorong untuk menilai seseorang berdasarkan ketakwaannya. Bukan materinya.
Jadi tidak akan ada lagi seorang anak yang akan merasa minder ketika dirinya kesusahan secara ekonomi. Merawat orangtua yang sedang sakit atau sudah pensiun, justru akan dianggap sebagai sebuah prestasi. Karena itu bisa menghantarkan seorang anak menuju surga.
Di sini sangat diperlukan peran negara. Bukan malah mengurangi porsi pelajaran agama dalam kurikulum pendidikan kita, seperti yang saat ini terjadi. Negara justru harus menyuasanakan lingkungan yang baik untuk warganya agar bisa menjadi generasi yang bertakwa. Yakni lewat penerapan Sistem Pendidikan Islam. Karena lewat sistem pendidikan Islam inilah, yang akan mampu mencetak generasi yang berkepribadian Islam secara massal. Karena memang tujuannya adalah untuk membentuk generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islami, bukan sekadar pintar menghadapi permasalahan dunia.
Sehingga ke depannya tak akan ada lagi laki-laki yang merasa keberatan ataupun terancam eksistensinya, hanya karena harus merawat keluarganya atau menjadi tulang punggung bagi keluarganya. (***/rdh/k8)