Aktivitas pertambangan yang diduga ilegal terus jadi buruan polisi. Dua titik penggalian batu bara di Kecamatan Palaran sedang dalam proses pemeriksaan. Di antaranya, kegiatan pengupasan lahan di Jalan Parikesit II, Kelurahan Rawa Makmur, RT 43, yang diduga dilakukan Rohim. Kemudian tumpukan gunung "emas hitam" di Jalan Padat Karya, RT 18, Kelurahan Handil Bakti, yang digarap seseorang dengan sebutan Papi.
SAMARINDA–Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Andika Dharma Sena menerangkan, hasil penyelidikan sementara kedua penambang di Palaran tersebut memiliki surat perintah kerja (SPK).
Rohim sudah diperiksa bersama ketua RT 43 yang faktanya didapat polisi, kegiatannya baru sekadar memasukkan alat ke area permukiman. Namun, ditolak warga karena belum mendapat persetujuan masyarakat. "Jadi keterangan di lapangan itu yang bersangkutan (Rohim) mempunyai SPK, makanya kami mau meminta keterangan yang memberi SPK. Saat ini sedang meminta keterangan dan melakukan pendalaman. Namun, informasi awal (Kelurahan Rawa Makmur) masuk konsesi perusahaan, makanya nanti kami dalami lagi," tegasnya.
Sementara itu, tumpukan batu bara yang masih terlihat adanya aktivitas penggalian di Padat Karya dihentikan polisi. Karena sedang dilakukan pemeriksaan, kegiatannya dilarang untuk sementara waktu. "Dari kapolsek (Palaran) bagusnya tidak ada aktivitas dulu. Karena kami akan mengecek SPK-nya. Apakah benar Insani Bara Perkasa (IBP) memberi SPK," terangnya.
Diklaim, mereka tidak ingin sampai adanya aktivitas yang kemudian menimbulkan gejolak. Sehingga, semuanya harus dipastikan terlebih dahulu, apalagi konsesi IBP memang dikenal cukup luas. "Apabila di dalam satu IUP (izin usaha pertambangan) itu ada aktivitas, dan pemilik IUP tidak mempermasalahkan, itu tidak ada unsur pidana. Yang ada yakni persoalan administrasi, apakah ditegur atau diberi sanksi," jelasnya.
Untuk diketahui, dua kegiatan pertambangan di wilayah Palaran itu ditolak warga. Ketua RT 43 Kelurahan Rawa Makmur Imam Basori menyebut, Rohim ingin memasukkan alat berat dengan tujuannya menutup lubang tambang yang sebelumnya pernah dibuat. "Tapi belum ada kesepakatan dengan masyarakat, ekskavator sudah masuk ke lokasi. Dan bukannya menutup lubang, tapi justru melakukan pengupasan lahan baru yang posisinya di sebelah lubangnya," sesal Imam.
Tak pelak, kondisi tersebut membuat gejolak di masyarakat. Sehingga alat berat yang sedang beraktivitas diminta berhenti. Ekskavator diharuskan keluar dari lokasi. Masyarakat mayoritas ingin penambang segera “angkat kaki”. Sebab imbasnya, ketika hujan pasti terjadi banjir lumpur dan pasir. "Dampaknya dirasakan di lima RT, dari RT 20, 41, 42, 43, dan 48," pungkasnya.
Di titik lainnya, Ketua RT 18 Kelurahan Handil Bakti Sutomo membeber, lahan dan beberapa alat berat yang beroperasi di dekat permukiman tersebut milik warga yang kerap dipanggil Papi. Izin pemberitahuan ke RT adalah membuat tanah kavelingan alias pematangan lahan. "Papi itu membeli lahan tersebut (yang ditambang) dari seorang warga yang bernama Mukayat. Waktu beli, ngomongnya hanya melakukan pematangan lahan. Tapi ternyata ada tumpukan batu bara," katanya.
Sutomo menegaskan, bila hendak melakukan pengangkatan alias hauling, masyarakat jelas keberatan bila ingin lewat jalur permukiman.
Ditanya terkait adakah komplain masyarakat karena melakukan aktivitas pertambangan, saat ini kondisinya kondusif. Sebab, selain karena lahan milik pribadi, aktivitasnya tidak menyisakan lubang tambang. "Selama ini tidak ada komplain. Tapi kalau ingin hauling, warga keberatan kalau sampai lewat jalan kampung," kuncinya. (dra/k8)
ASEP SAIFI ARIFIAN
@asepsaifi