Mengejawantahkan perwajahan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU) sebagai forest city diemban Myrna Asnawati Safitri. Konsep yang dianggap sederhana tapi tak mudah mewujudkannya di tengah gempuran kerusakan lingkungan.
Robayu, Samarinda
Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) dijabat putri asli Kaltim. Myrna Asnawati Safitri namanya. Menyulih rupa IKN menjadi forest city yang terisi 75 hutan jadi tugas yang diembannya dalam OIKN. Kaltim Post bersama beberapa awak media berkesempatan berbincang ringan dengan perempuan alumnus SMP 1 dan SMA 1 Samarinda itu di salah satu kafe di bilangan Juanda, Air Putih, Samarinda Ulu, Kamis (4/11) Malam.
Bentang lanskap berstruktur hutan dan ruang terbuka hijau (RTH) yang diskemakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), jadi dasar yang perlu diterjemahkannya menjadi program kerja yang harus dikebut. “Rencana induk soal forest city kan sudah ada. Tinggal bagaimana menerjemahkannya dalam program kerja. Itu yang harus saya fokuskan saat ini,” katanya sembari menyantap kudapan, semangkuk pisang keju dan cokelat. Kesan santai begitu tampak dari perempuan kelahiran Samarinda 8 Oktober 1969 itu.
Dia mengenakan setelan pakaian dinas harian putih dan celana kain hitam, Myrna mengaku sejak dilantik Kepala OIKN Bambang Susantono pada 13 Oktober 2022, dia sudah mulai road show mengonsolidasikan data lingkungan se-Benua Etam, khususnya tiga daerah penyangga terdekat IKN. Dari PPU, Balikpapan, hingga Kutai Kartanegara (Kukar). “Datanya beragam, dari pertambangan hingga geospasial lingkungan di Kaltim secara riil,” sambungnya. Kerja sama ke beberapa perguruan tinggi pun sudah dijalin untuk mengkroscek kebutuhan data tersebut. Tak luput dia juga ingin membangun komunikasi dengan lembaga swadaya masyarakat atau lembaga non pemerintah (NGO) yang fokus berbicara soal lingkungan.
Membangun landasan kerja sama dengan tiga kabupaten/kota terdekat IKN itu sudah mulai bertahap dijajaki. Di PPU, tugas OIKN terkonsentrasi dalam Persemaian Mentawir, Sepaku yang sudah dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beberapa waktu lalu. Sebagian pengembangan mangrove tak hanya di PPU, ada juga di Balikpapan. Nah, untuk Kota Minyak, urusan pengelolaan limbah jadi yang paling utama. “Untuk Kukar belum masih didiskusikan karena konsennya platform kerja sama lingkungan,” akunya. Memang, sambung perempuan berkacamata ini, kerusakan lingkungan di sisi PPU-Balikpapan tak bisa dinafikkan cukup parah. Karena itu, menyelaraskan data dengan realitas perlu ditempuh.
Pembenahan SDA dan lingkungan pun jadi pekerjaan rumah terbesar yang perlu dibenahi OIKN. Lewat penerjemahan rencana induk kota hutan yang diwacanakan menjadi program kerja, mantan deputi di Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) itu mengaku tengah menyusun kerangka regulasi yang diperlukan dalam pengembangan SDA dan lingkungan hidup di IKN. Tentu ada prioritas kerja awal yang akan dikebut, yakni pengelolaan limbah. “Sumber awal terbesar pencemaran itu ya dari pengelolaan sampah ini. Makanya otorita bakal menggodok regulasi soal ini,” tuturnya.
Menurutnya, pengelolaan sampah di IKN nanti tak bisa menerapkan cara konvensional yang umumnya diterapkan se-Indonesia. Membuang ke tempat sementara baru diangkut petugas ke tempat pembuangan akhir. IKN mesti mengubah kultur konvensional tersebut. Pemilahan jenis sampah atau limbah lainnya harus ditempuh sedini mungkin di ranah domestik atau lingkup rumah tangga. “Harus mengubah budaya yang ada sih. Karena jelas tak bisa menerapkan konsep konvesional yang ada,” jelasnya. Rancangan pengelolaan limbah ini diakuinya sudah disusun KLHK dan Bappenas, sehingga OIKN tinggal mengoperasikannya nanti. Selain itu, Myrna menyebut, mulai menelisik keberadaan startup yang konsen dalam pengelolaan sampah di Kaltim.
Memanfaatkan kehadiran startup seperti itu, mendaur ulang limbah sedini mungkin akan lebih ringan. “Recycle sesederhana apapun harus ditempuh sedini mungkin. Siapa tahu di Kaltim juga ada startup seperti ini. Kami siap memfasilitasi,” katanya. Mewujudkan lingkungan yang berorientasi forest city jelas tak hanya berbicara soal keanekaragaman hayatinya. Menciptakan ekosistem untuk menghadirkan satwa liar pun harus dikebut. Mengingat konektivitas antar areal Sepaku dan taman hutan raya teradang jalan raya akses Samarinda-Balikpapan. Membuat koridor khusus untuk menghubungkan keduanya kini tengah disusun. “Untuk satwa ya enggak perlu dikembangbiakkan. Mereka akan datang sendiri asal ekosistemnya ada,” singkatnya dan berpamitan ke awak media. “Maaf ya, saya ada rapat lagi dengan tim Otorita. Pamit duluan ya,” katanya. (riz/k16)