Pengukuran sudah dilakukan, tapi pengerjaan renovasi belum diketahui kapan. Untuk sementara ini, Stadion Kanjuruhan pun menjadi jujukan wisata ziarah.
BAGUS PUTRA PAMUNGKAS, Kabupaten Malang
’’NEK dirubuhno, opo aku isek iso dodolan ning kene? (Kalau dirobohkan, apa aku masih bisa jualan di sini?).’’
Celetukan itu keluar dari perempuan berhijab sambil mengaduk kopi. Dia salah seorang pemilik warung di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Tempatnya kecil. Luasnya cuma 36 meter persegi. Warung itu berada di bawah tribun stadion. Tepatnya di bawah tribun 3. Meski di bawah, tangga tribun tidak terlihat.
Ada plafon putih yang menutupi. Di bawah semua tribun memang ada ruang yang disewakan. Rata-rata dipakai untuk warung kopi.
Di setiap tribun ada tiga warung. Di Stadion Kanjuruhan ada 14 tribun. Artinya, total ada 42 warung yang berdiri di bawah semua tribun tersebut. Jika merujuk standar FIFA, warung-warung itu seharusnya tidak ada.
’’Kalau (stadion) dirobohkan, bagaimana nasib kami? Kan kami sudah bayar sewa selama setahun di sini. Soalnya sewanya memang tahunan,’’ jelas pemilik warung yang tidak mau disebut namanya tersebut.
Keresahan itu muncul setelah ada kabar bahwa Kanjuruhan, lokasi insiden maut yang menewaskan 135 orang, bakal dirobohkan. Dirombak total. Kemudian menjadi stadion dengan standar FIFA.
Bahkan, pembangunannya langsung diawasi federasi sepak bola dunia itu. Orang-orang yang selama ini mencari nafkah di bawah tribun tentu harus mengungsi.
Rasa khawatir tersebut belum bisa dijawab pengelola. Pemkab Malang sendiri bingung bagaimana proses renovasi itu. ’’Karena semua langsung di bawah kendali Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat),’’ kata Nurcahyo, Plt kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Malang, kepada Jawa Pos.
Karena itu, stadion pun masih mereka biarkan seperti saat tragedi terjadi. Seperti terlihat kemarin (30/10), kondisi Kanjuruhan pun tidak berubah. Sisi kanan gate 13, misalnya, masih meleyot.
Besi pembatas jalan di depan gate tempat banyak nyawa melayang saat insiden maut terjadi pada tengah malam 1 Oktober sampai dini hari 2 Oktober lalu itu juga copot. Jatuh dan mulai tertutup rumput. Dibiarkan begitu saja tanpa dirapikan.
Coretan-coretan di tembok juga terlihat jelas. Tulisan tersebut rata-rata menuntut keadilan. Termasuk meminta polisi bertanggung jawab. Demikian pula untuk PSSI. ’’Ketika sepak bola hanya bicara tentang laba, nyawa taruhannya.’’ Demikian bunyi salah satu di antaranya.
Tulisan semacam itu tidak berani dihapus oleh pengelola. ’’Sampai ada perintah dari PUPR, kami baru bergerak,’’ terangnya.
Masalahnya, sampai sekarang belum ada kontak lagi dari kementerian tersebut. ’’Kali terakhir komunikasi ya pas Bapak Menteri PUPR melakukan kunjungan ke Kanjuruhan,’’ tambah Nurcahyo.
Setelah itu, belum ada kabar lagi dari Jakarta. ’’Kapan renovasinya? Kunjungan oleh Menteri Basuki Hadimuljono itu dilakukan 14 Oktober lalu. Kanjuruhan ini mau dibikin bagaimana? Sampai sekarang kami juga belum tahu. Mungkin masih pembahasan di pemerintah pusat ya,’’ beber Nurcahyo.
Nurcahyo juga tidak mau memberikan usul soal bentuk stadion. Termasuk apakah memang stadion harus dirobohkan. Kemudian langsung dibangun ulang. ”Standar FIFA seperti apa, yo wes (ya sudah) kami ngikut saja. Nanti kalau kami usul malah tidak sesuai standar FIFA,” terang Nurcahyo.
Dari pantauan Jawa Pos, Kementerian PUPR ternyata sudah bergerak. Kemarin ada tiga pria yang mengenakan helm proyek kuning. Mereka membawa tripod. Ada alat untuk ukur lahan atau tanah.
Mereka mengukur lahan di depan patung singa. Tepat di depan gate 2. Kepada Jawa Pos, mereka menyebut ditugasi Kementerian PUPR. ”Kami mengukur luas lahan, Mas. Yang bagian dalam (stadion) sudah selesai. Tinggal yang bagian luar,” kata satu di antara tiga pria itu sembari menunjuk ke arah taman di depan patung singa.
Di antaranya, bagian taman. ”Pengukuran lahan sudah 80 persen,” tambahnya.
Pekerja yang enggan disebutkan namanya itu memang mengebut pengukuran lahan. ”Karena laporan dari luas lahan ini akan dipakai untuk acuan membuat desain (stadion) baru,” ungkapnya.
Perbincangan dengan pekerja Kementerian PUPR itu terjadi pukul 10.00. Empat jam berselang, para pekerja itu sudah tidak terlihat. Sudah meninggalkan stadion.
Aremania memang berharap Stadion Kanjuruhan menjadi lebih baik. Agar tidak ada kejadian buruk lagi. Lalu, perubahan desain apa yang ingin diterapkan mereka?
”Saya kok belum berpikir soal desain baru stadion. Apakah ada single seat atau yang lain. Bagaimana kami berpikir soal desain stadion, sementara masih banyak korban luka yang belum terurus?” ujar salah seorang pentolan Aremania, Telly Hardadi, kepada Jawa Pos.
Dia tidak menolak perombakan besar di markas Singo Edan itu. ”Tapi, mari kita kawal dulu agar para korban bisa mendapat perhatian,” jelas pria yang akrab disapa Sam Telly tersebut.
Sementara belum ada renovasi, stadion kini menjadi tempat ziarah. Warga berdatangan dari luar Malang. Freddy Hermawan, misalnya, membawa ibu, istri, dan dua anaknya.
Dia datang jauh-jauh dari Kota Kediri. Begitu tiba, Freddy langsung membeli bunga. Banyak penjual bunga sejak tragedi.
Dia kemudian mendatangi patung singa. Menabur bunga dan berdoa. ”Saya memang sengaja datang ke Kanjuruhan. Ingin melihat bagaimana sih kondisinya? Kan di medsos kayak mengerikan begitu,” jelas pria 34 tahun itu. Saat Jawa Pos bersantai di salah satu warung, banyak orang yang mampir dan bertanya. ”Gate 13 sebelah mana ya?” Hampir setiap pengunjung bertanya begitu. Gate 13 menjadi tempat yang paling ramai dikunjungi.
Harum bunga juga masih semerbak. Nurcahyo sama sekali tidak mempermasalahkan julukan wisata ziarah itu. Sebab, dari situ banyak warga yang dihidupi. Mulai pedagang, penjual bunga, sampai tukang parkir. ”Namanya juga dalam rangka ikut berdukacita. Kami sama sekali tidak mau melarang. Tidak masalah. Semakin banyak yang berdoa, kami semakin senang,” kata Nurcahyo. (*/c19/ttg)