Kondisi ekonomi dunia yang tak pasti membuat sejumlah negara diperkirakan terancam resesi global pada 2023. Indonesia dianggap mampu melewati resesi tahun depan. Seperti yang disebutkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Indonesia bisa memperkuat UMKM sebagai penopang ekonomi.
BALIKPAPAN - Pengamat ekonomi Kaltim Purwadi mengatakan, UMKM memang memiliki kekuatan. Apalagi ada sejarah UMKM bisa mampu melewati krisis ekonomi yang menimpa Indonesia pada 1998. Kala itu, sektor perbankan dan pelaku usaha yang besar tumbang dan babak belur. Sementara, UMKM bertahan sebagai tulang punggung ekonomi.
“Secara domestik kita bisa bertahan dengan UMKM,” sebutnya. Maka UMKM diprediksi mampu memperkuat ekonomi Indonesia terhadap ancaman resesi. Namun, menurutnya UMKM bisa menjadi pertahanan dengan sejumlah catatan. Terutama, dukungan pemerintah melalui kebijakan yang mendukung UMKM.
Misalnya, memberi insentif untuk UMKM. Begitu pula untuk pajak bisa ada pemotongan atau bahkan nol. Dia berpendapat, pemerintah saja bisa memberikan tax amnesty pada pelaku usaha yang besar. Seharusnya, pemerintah bisa memberikan perhatian yang sama terhadap UMKM.
Namun perlu aksi yang nyata, bukan hanya menjadi lip service jelang pemilu. Dia menuturkan, tahun politik biasanya buruh, petani, hingga UMKM mendapat panggung. “Tapi selesai pesta demokrasi, mereka dilupakan. Jadi pemerintah harus konsisten memberi perhatian pada UMKM agar mereka bisa tumbuh,” katanya.
Sehingga ada perputaran uang di daerah. Selanjutnya, dorong UMKM berorientasi ekspor. Jangan sekadar pergi pameran ke luar negeri. Sementara, pemerintah juga semakin kencang melakukan impor di bidang pertanian. “Kebijakan harus linier antara pusat dan daerah untuk UMKM. Jangan tidak saling mendukung,” ucapnya.
Purwadi menyebutkan, suku bunga acuan juga akan naik menjadi 4,75 persen dari sebelumnya 4,25 persen. Jika UMKM mendapat kredit dari bank maka harus berhati-hati. Sebab, bisa memicu dampak negatif ke UMKM yang baru bangkit dari pandemi. Maka harus ada insentif bagi UMKM.
“Itu jika pemerintah mau serius UMKM menjadi tulang punggung ekonomi nasional maupun di daerah,” sebutnya. Alumnus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman ini mengatakan, UMKM juga harus menghadapi kesulitan imbas kenaikan harga BBM. Semua berdampak pada kenaikan harga barang.
“Seharusnya ada subsidi terdampak BBM sebagai bentuk kondisi extraordinary. Seperti saat pandemi ada pemulihan ekonomi nasional (PEN),” ujarnya. Begitu pula subsidi untuk UMKM. Dia mengatakan, negara-negara di dunia sudah mengaku ancaman resesi dan harus bersiap.
“Jangan sampai pejabat publik fokus perhatian pada perhelatan tahun politik, melupakan rakyat yang akhirnya mencari kehidupan sendiri,” imbuhnya. Selain kebijakan pemerintah, perbankan juga harus berpihak pada UMKM. Serta adanya perhatian dari dana corporate social responsibility (CSR).
Apalagi ada banyak perusahaan besar di Kaltim yang telah mengeruk sumber daya alam Bumi Etam. “Bagaimana kontribusi mereka terhadap UMKM, berapa besar pos anggaran perusahaan untuk membantu UMKM,” tuturnya. Perlu sinergi antara pemerintah dan pengusaha menjaga UMKM sebagai bekal menghadapi resesi.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Aji Sofyan Effendi berpendapat, resesi secara global pun tidak terjadi tahun depan untuk Indonesia. Dia menjelaskan, ada dua indikator perekonomian resesi. Pertama, terjadi penurunan produk domestik bruto (PDB) minus alias negatif selama dua kuartal.
Saat ini di beberapa negara Eropa, Amerika serikat, dan Asia terjadi penurunan PDB. Indikator kedua resesi yakni terjadi inflasi hingga menembus dua digit atau lebih dari 10 persen. “Faktor penyebab terjadi resesi karena kelangkaan energi salah satunya BBM, efek dari perang Rusia – Ukraina,” sebutnya.
Sebab, Rusia merupakan negara pemasok gas terbesar untuk keperluan industri di Eropa. Begitu pasokan gas terhenti menciptakan krisis energi yang akhirnya memicu inflasi. Faktanya semua itu memang terjadi di beberapa negara. Namun secara pribadi, Aji menilai potensi krisis menuju resesi tidak akan terjadi di Indonesia.
“Indonesia sampai hari ini, dua indikator resesi ini belum terlihat. PDB masih positif dalam dua kuartal terakhir. Inflasi juga terpantau masih aman 5,95 persen,” ungkapnya. Walau memang ada kenaikan inflasi dibanding sebelumnya. Namun, masih dalam ambang batas aman di bawah 10 persen.
Namun, tentu nominal inflasi 5,9 persen harus termanajemen dengan baik. Jangan sampai terjadi inflasi besar-besaran di Indonesia yang akan memperparah keadaan. Walau tidak seburuk negara Eropa, tapi Indonesia bisa saja tetap ikut merasakan sakit. Aji menyarankan ada berbagai strategi yang bisa dilakukan untuk mencegah resesi.
“Pemerintah bisa melakukan intervensi kebijakan moneter, intervensi kebijakan fiskal, dan intervensi kebijakan nonmoneter dan nonfiskal,” bebernya. Kalau secara moneter, Bank Indonesia sudah mempersiapkan instrumen kebijakan dalam mitigasi mencegah inflasi. Bagaimana memainkan suku bunga bank.
“Lalu, mengendalikan tingkat perputaran uang di masyarakat lewat instrumen kredit dan suku bunga bank,” ucapnya. Kemudian secara fiskal, pemerintah bisa memberi kelonggaran pajak. Serta untuk kebijakan nonfiskal nonmoneter diambil oleh pemerintah daerah.
Seperti gubernur, bupati, wali kota harus melakukan mitigasi inflasi di daerah masing-masing. Misalnya, lakukan operasi pasar terutama untuk sembilan produk bahan pokok. Pemerintah mencegah panic buying agar tidak ada penimbunan barang oleh masyarakat. “Kepala daerah menetapkan maksimum harga agar tidak terjadi inflasi,” tuturnya.
Dia menambahkan, pemerintah berhak menetapkan harga agar perusahaan tidak gulung tikar. Namun, masyarakat masih memiliki daya beli. “Penting dilakukan pemerintah daerah menetapkan standar harga maksimum terhadap produk barang,” katanya.
Aji optimistis tahun depan Indonesia masih akan baik-baik saja. Walau Indonesia bukan negara eksklusif dan masih ada ekspor impor, maka tetap merasakan dampak jika terjadi resesi. “Tapi karena potensi pasar akibat penduduk yang besar bisa memberi stimulasi ekonomi lokal,” pungkasnya. (ndu/k15)
DINA ANGELINA
[email protected]