Blanceng gajah menjadi salah satu tanaman favorit sejarawan JJ Rizal. Dia tekun memperhatikan tumbuhan yang habitat aslinya di tengah hutan itu. Namun, dia selalu berhati-hati ketika berinteraksi dengan tanaman tersebut karena getahnya sangat berbahaya untuk kulit manusia.
BLANCENG gajah menghiasai rumah JJ Rizal yang asri di Beji, Kota Depok. Tanaman itu sangat mencolok karena ukurannya cukup besar. Setiap tamu yang datang dipersilakan duduk di atas kursi dan meja kayu sembari melihat dan menikmati keindahan blanceng gajah.
Ada sekitar enam blanceng gajah dewasa yang menghijaukan rumah tersebut. Tiga blanceng tumbuh di teras rumah dan tiga lainnya tumbuh subur di taman yang berada di samping rumah. Semua blanceng tumbuh di atas pot besar berbahan tanah liat. Pada beberapa blanceng yang menjulang tinggi, bagian batangnya diikat dengan tali rafia dan dikaitkan dengan tiang kayu atau dinding rumah.
Hal itu dilakukan agar tanaman yang mempunyai nama ilmiah dieffenbachia tersebut berdiri tegak, tidak doyong, dan tetap rapi. ’’Yang paling tinggi sekitar 6 meter,” terang JJ Rizal ketika menunjukkan tanaman kebanggaannya itu.
Blanceng gajah mempunyai satu warna, yaitu hijau tua. Baik batang maupun daunnya. Selain batangnya yang besar, daun blanceng gajah berukuran besar menyerupai daun pisang. Namun, daun blanceng gajah lebih tebal dan kuat.
JJ Rizal mengatakan, dirinya senang dengan blanceng gajah karena mempunyai daun yang lebar. ’’Sering dikira pisang,” tuturnya. Selain itu, tanaman tersebut tidak rewel. Dia tidak perlu menyiramnya setiap hari. Blanceng gajah juga tidak membutuhkan banyak sinar matahari.
Tentu, kata dia, hal itu cocok dengan kondisi rumahnya yang rindang dan tidak banyak sinar matahari yang masuk. Dia juga tidak perlu memberikan pupuk atau perawatan khusus lainnya. Dengan sedikit perawatan, blanceng gajah sudah bisa menghijaukan rumahnya dan mempercantik tempat tinggalnya.
Tidak hanya itu, lanjut dia, blanceng gajah juga tahan hama karena tanaman tersebut beracun bagi hama atau serangga. Menurut dia, tidak ada ulat yang berani mendekati blanceng gajah. Jadi, dia tidak perlu takut tanamannya mati diserang hama.
Selain blanceng gajah yang sudah dewasa, JJ Rizal memiliki banyak blanceng yang masih kecil. Menurut JJ Rizal, blanceng kecil itu awalnya tumbuh di dekat blanceng yang sudah besar. Dia pun mengambil dan memisahkan tanaman yang baru tumbuh itu, kemudian menanamnya lagi di pot kecil.
Namun, setiap bersentuhan dengan blanceng gajah, dia harus berhati-hati. Ketika memindahkan blanceng kecil, dia selalu mengenakan sarung tangan. JJ Rizal tidak ingin terkena getahnya. ’’Kalau kena getahnya, kulit bisa merah dan gatal,” terang pendiri Komunitas Bambu (Kobam) itu.
Rasa gatal dan merah di kulit bisa bertahan sampai dua hari. Maka, setiap kali tamu datang, dia mengingatkan agar berhati-hati ketika menyentuh batang dan daun blanceng gajah. Alumnus Universitas Indonesia (UI) itu mengenal blanceng gajah dari seorang teman. Dia pun meminta bibitnya untuk ditanam di pekarangan rumahnya. Ternyata, tanaman itu tumbuh subur dan beranak pinak. Beberapa temannya pun kadang meminta bibit untuk ditanam di rumahnya. Dia pun dengan senang hati memberikannya.
Selain blanceng gajah, dia mempunyai blanceng beras tumpah. Selain warna hijau, blanceng beras tumpah dihiasi bercak-bercak putih. Blanceng itu membutuhkan lebih banyak sinar matahari sehingga diletakkan di dekat pintu gerbang rumahnya. (**)