Investigasi sebab kasus gagal ginjal akut misterius masih dilakukan. Kewaspadaan masyarakat masih diperlukan. Selain itu, konsumsi obat juga mesti dikonsultasikan ke tenaga kesehatan.
NOFIATUL C, Samarinda
BADAN Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah merilis lima obat sirop dengan cemaran etilen glikol (EG) melebihi ambang batas. Kepada Kaltim Post, Kepala Dinas Kesehatan Kaltim dr Jaya Mualimin mengatakan, dalam rilis BPOM yang dikeluarkan pada Kamis (20/10), di poin enam disebutkan terhadap hasil lima sirop obat dengan kandungan EG yang melebihi ambang batas aman, BPOM telah melakukan tindak lanjut. Dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirop obat dari peredaran di seluruh Indonesia. Kemudian, memusnahkannya.
Penarikan mencakup seluruh outlet. Antara lain pedagang besar farmasi, instalasi farmasi pemerintah, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan. Pada kasus ini, BPOM yang memiliki kewenangan untuk menarik produk tersebut. “Jadi Kemenkes ikut saja, yang produk di luar itu terus diteliti,” kata Jaya diwawancarai Kaltim Post kemarin (21/10).
Dia melanjutkan, pada poin ke-7 edaran BPOM, juga ada permintaan untuk meneliti produk farmasi secara mandiri. Sehingga, masyarakat juga diharap mesti berhati-hati.
Terpisah, Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kaltim Nasrudin menyebut, Pengurus Pusat (PP) IAI sudah mengeluarkan rilis terkait hal ini. Nasrudin merujuk rilis dari PP IAI yang memaparkan PP IAI berpendapat, pemerintah perlu bertindak lebih bijak dalam pelaksanaan keputusan tersebut. Hal ini mengingat masih banyak masyarakat yang membutuhkan sediaan sirop dalam proses pengobatan berkaitan dengan kondisi klinis yang mereka hadapi.
Selain itu, hingga saat ini BPOM dan Kementerian Kesehatan RI belum memiliki kesimpulan penyebab pasti kejadian gangguan ginjal akut atipikal di Indonesia.
Berbeda dengan kejadian di Gambia yang telah dipastikan penyebabnya adalah cemaran etilen glikol dan dietilen glikol dengan kabar melebihi ambang batas aman. “Masih ada banyak kemungkinan penyebab gangguan ginjal akut atipikal yang terjadi di Indonesia. Sebab, ditemukan juga pasien yang ternyata sama sekali tidak minum sirop parasetamol,” jelasnya. Apabila penyebab gangguan ginjal ini adalah obat tunggal, maka akan lebih mudah ditemukan. Namun karena sejauh ini, belum diketahui penyebab pastinya, ada kemungkinan penyebabnya adalah interaksi antar-obat, interaksi obat dengan makanan atau justru makanan itu sendiri yang menyebabkan gangguan ginjal.
Sementara itu, Ketua Umum PP IAI Noffendri Roestam juga meminta masalah ini tidak dibawa ke ranah hukum, berkaitan dengan penjualan dan stok obat sirop di apotek. Dia berharap Kapolri Listyo Sigit Prabowo menindak oknum penegak hukum yang melakukan inspeksi mendadak ke apotek. Sebab, bila sidak dilakukan, hal tersebut tidak akan membantu menyelesaikan masalah, namun justru menimbulkan keresahan baru di kalangan apoteker yang bertugas di komunitas.
“Sampai sejauh ini, kita belum tahu siapa yang menjadi tertuduh dalam kasus gangguan ginjal akut atipikal yang menyerang anak usia di bawah 10 tahun ini. Dalam kasus ini, apotek dan apoteker sama sekali bukan pihak yang harus disalahkan, karena itu kami berharap tidak ada tindakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan melakukan sidak ke apotek-apotek,’’ harap Noffendri. Harapan itu dikemukakan Noffendri, karena pihaknya telah menerima laporan adanya oknum penegak hukum yang melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah apotek di beberapa kota di Indonesia.
“Kami sangat menyayangkan hal ini terjadi dan berharap tidak meluas ke kota-kota lain di Indonesia. Sejauh ini, kami terus berkoordinasi dengan BPOM dan Kementerian Kesehatan untuk dapat bersama-sama menyelesaikan kasus gangguan ginjal akut atipikal pada anak yang sekarang menjadi perhatian kita semua,’’ ungkapnya. (riz/k15)