Rencana penembakan terhadap Yosua disampaikan Sambo berulang kali. Alasannya, Yosua telah melecehkan Putri.
JAKARTA-Proses hukum terhadap Ferdy Sambo memasuki babak baru. Senin (17/10), mantan kepala Divisi Propam Polri itu menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Sejumlah fakta baru muncul dalam dakwaan tersebut. Pembacaan dakwaan berlangsung mulai pukul 10.00 WIB di Ruang Sidang Profesor H Oemar Seno Adji. Mengenakan setelan batik dan celana hitam, Sambo berjalan memasuki ruang sidang sambil membawa hard copy dakwaan dan buku bersampul hitam.
Sepanjang sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa, pria yang pernah menjabat sebagai Kapolres Brebes itu tampak serius mendengarkan JPU. Dalam dakwaannya, JPU membeberkan peran Sambo dalam pembunuhan berencana Brigadir Polisi Yosua Hutabarat. Demikian pula dengan tindakan Sambo yang berusaha menghalang-halangi penyidikan atas pembunuhan tersebut. Peran pria kelahiran 1973 itu ada di setiap tahapan. Mulai rencana, aksi, sampai upaya menghalangi penyidikan dengan cara menghilangkan barang bukti dan membuat skenario baku tembak di Rumah Dinas Kadiv Propam Polri.
Menurut jaksa, peristiwa tersebut tidak lepas dari rangkaian kejadian di rumah Sambo yang berada di Kompleks Cempaka Residence, Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli lalu. Setelah peristiwa itu, besoknya (8/7), sambil menangis Putri melapor kepada Sambo melalui sambungan telepon. Putri menyebut, Yosua telah masuk ke kamarnya dan melakukan perbuatan kurang ajar. ”Mendengar cerita tersebut, terdakwa Ferdy Sambo menjadi marah kepada korban,” ucap jaksa.
Pada hari yang sama, Sambo meminta Putri segera kembali ke Jakarta bersama Kuat Ma’ruf, Susi, Ricky Rizal, Richard Eliezer Pudihang Lumiu, dan Yosua. Mereka tiba di rumah Sambo di Jalan Saguling 3 pada pukul 15.40. Di sana, Sambo sudah menunggu. Setelah melakukan tes PCR, Putri bertemu dengan Sambo di lantai tiga. Tepatnya di ruang keluarga yang berada di depan kamar utama. Putri menceritakan peristiwa di Magelang. ”Putri Candrawathi mengaku bahwa dirinya telah dilecehkan oleh korban,” kata jaksa. Pengakuan itu membuat Sambo naik pitam. Mantan jenderal bintang dua Polri itu lantas memanggil Ricky.
Sambo sempat bertanya tentang peristiwa di Magelang, namun Ricky menjawab tidak tahu. Pada momen yang sama, Sambo menyampaikan kepada Ricky bahwa istrinya telah dilecehkan oleh Yosua. Saat itulah muncul rencana menghabisi nyawa ajudannya itu dengan cara ditembak. Oleh Sambo, Ricky sempat ditanya kesediaan menembak Yosua. Namun, Ricky menyatakan tidak berani. Karena itu, Sambo meminta Ricky memanggil Richard. Niatnya sama, menanyakan kesediaan anak buahnya itu untuk menembak Yosua. Namun, dalam pembicaraan bersama Richard, jaksa menyebutkan, Putri turut mendengar dan menyaksikan. Dia duduk di samping suaminya.
Di hadapan Sambo dan Putri, Richard mengungkapkan kesiapannya menembak Yosua. ”Lalu, terdakwa Ferdy Sambo langsung menyerahkan satu kotak peluru 9 mm kepada saksi Richard disaksikan oleh saksi Putri Candrawathi,” beber jaksa. Setelah itu, Sambo memerintahkan Richard menambah amunisi pada senjata api miliknya. Yakni Glock 17 dengan nomor seri MPY851. Totalnya sebanyak delapan butir peluru. Kepada Richard, Sambo menjelaskan rencana penembakan Yosua. Rencana itu, sambung jaksa, disampaikan berulang kali. Alasan penembakan itu pun ditegaskan oleh Sambo. Yakni, Yosua telah melecehkan Putri. Rencana itu disampaikan Sambo di hadapan Putri. Termasuk lokasi penembakan Yosua.
”Perihal pelaksanaan merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat akan dilaksanakan di rumah dinas Duren Tiga,” ungkap jaksa. Selain Ricky dan Richard, Kuat Ma’ruf turut mengetahui rencana penembakan Yosua. Bersama Putri, mereka meninggalkan rumah Sambo di Jalan Saguling 3 menuju rumah dinas di Duren Tiga. Sesampainya di rumah tersebut, Putri langsung diantar Kuat masuk kamar utama di lantai satu. Kuat juga berinisiatif menutup pintu balkon di lantai dua. Di saat hampir bersamaan, Richard memilih berdoa di lantai dua. Sedangkan Ricky tidak masuk rumah untuk mengawasi Yosua.
Tidak lama, Sambo menyusul dari rumah di Jalan Saguling 3 ke rumah dinas di Duren Tiga. Dia bergegas turun hingga senjata api yang dia bawa terjatuh. Menurut jaksa, saksi Adzan Romer sempat menyaksikan kejadian tersebut. Dia juga melihat Sambo sudah mengenakan sarung tangan berwarna hitam. Dia langsung masuk ke rumah disaksikan oleh Ricky. Di dalam rumah, Kuat sudah menunggu kedatangan Sambo. Eks pejabat kepolisian yang berpengalaman di bidang reserse itu lalu berteriak meminta Ricky dan Yosua dipanggil. Richard yang mendengar teriakan itu bergegas turun dari lantai dua dan langsung berdiri di samping Sambo.
”Lalu, terdakwa Ferdy Sambo mengatakan kepada saksi Richard, kokang senjatamu,” kata jaksa. Perintah itu pun langsung dilaksanakan Richard yang belakangan lebih sering disebut Bharada E itu. Setelah Yosua dan Ricky masuk ke rumah, Sambo langsung memegang leher belakang Yosua. ”Lalu, mendorong korban Nofriansyah Yosua Hutabarat ke depan, sehingga posisi korban tepat berada di depan tangga dengan posisi berhadapan dengan terdakwa dan saksi Richard,” terang jaksa. Sambo lantas memerintahkan Yosua untuk jongkok. Tanpa bertanya perihal pengakuan Putri, Sambo memerintahkan Bharada E menarik pelatuk.
Secara rinci, jaksa menirukan perintah Sambo kepada Bharada E. ”Woy kamu! Kau tembak! Kau tembak cepat! Cepat woy kau tembak!,” tiru jaksa. Perintah itu langsung dilaksanakan Bharada E dengan menembak sebanyak tiga sampai empat kali. Tembakan itu membuat Yosua terkapar. Sambo lantas mendekati Yosua dan melihat ajudannya itu masih bergerak kesakitan. Untuk memastikan korban tewas, Sambo meletuskan satu tembakan pada kepala bagian belakang Yosua.
Untuk mengaburkan fakta, Sambo lantas melepaskan beberapa tembakan ke arah dinding. ”Lalu, menempelkan senjata api HS nomor seri H233001 milik korban ke tangan kiri korban,” jelas dia. Sekitar pukul 17.16, Yosua dipastikan meninggal dunia. Menurut jaksa, tindakan Sambo sama sekali jauh dari sifat seorang ksatria yang mestinya dimiliki oleh perwira tinggi Polri. Tidak sampai di situ, upaya mengaburkan fakta dilakukan Sambo bersama-bawahannya di Divisi Propam Polri dan beberapa personel Polri lainnya. Yakni Hendra kurniawan, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Agus Nurpatria, Adi Purnama, Irfan Widyanto, dan Baiquni Wibowo.
Hendra Kurniawan dan Benny Ali adalah anak buah yang pertama kali dihubungi oleh Sambo dan diminta bergegas datang ke rumah dinas di Duren Tiga. Pada malam yang sama dengan hari penembakan Yosua, Sambo menekankan kepada Bharada E, Kuat, Ricky, Benny, dan Hendra untuk tidak membawa-bawa peristiwa di Magelang dalam penanganan peristiwa di rumah Duren Tiga. Dia menekankan agar penanganan dimulai dari peristiwa di rumah dinas itu. Dia pun meminta penanganannya dilakukan oleh Paminal.
Besoknya, pada 9 Juli 2022, Sambo mengarahkan Putri agar membuat laporan kepada Polres Jakarta Selatan. Meski mengetahui laporan itu tidak benar, Putri tetap melakukannya. Selanjutnya, pada 10 Juli 2022, Sambo dan Putri memanggil Ricky, Kuat, dan Bharada E untuk bertemu di lantai dua rumah Saguling. Dalam kesempatan itulah, Sambo menunjukkan amplop berisi uang asing kepada ketiga anak buahnya itu.
Masing-masing dengan nominal setara Rp 500 juta untuk Ricky, Rp 500 juta untuk Kuat, dan Rp 1 miliar untuk Bharada E. Namun, amplop itu tidak langsung diserahkan. Sambo mengambilnya kembali dan menjanjikan akan diserahkan pada Agustus 2022. ”Apabila kondisi sudah aman,” kata jaksa.
Dalam kesempatan itu pula, Sambo memberikan iPhone 13 Pro Max untuk mengganti telepon genggam yang telah dirusak untuk menghilangkan jejak komunikasi penembakan Yosua.
Di samping menemui Ricky, Kuat, dan Bharada E, Sambo juga memerintahkan supaya bawahannya memeriksa dan mengamankan seluruh closed circuit television (CCTV) di Kompleks Polri Duren Tiga. Pada 11 Juli 2022, Sambo menanyakan perihal CCTV tersebut kepada Chuck Putranto yang sudah diserahkan kepada Polres Jakarta Selatan. Mendengar hal itu, Sambo meminta Chuck mengambil dan menyalin isi CCTV tersebut. Setelah menyalin isi CCTV dan memindahkannya, pada 13 Juli 2022, Chuck melihat rekaman video dalam CCTV tersebut. Dia kaget lantaran melihat Yosua masih hidup pada pukul 17.07 sampai pukul 17.11 di hari penembakan terjadi.
Fakta itu tidak sama dengan kronologi yang telah disampaikan oleh Putri dalam laporan kepada Polres Jakarta Selatan. Juga berbeda dengan keterangan yang telah disampaikan oleh Brigjen Ahmad Ramadhan. Informasi itu juga sampai kepada Baiquni Wibowo dan Arif Rachman. Bahkan bersama-sama Hendra, mereka sempat menanyakan hal itu kepada Sambo. Namun, Sambo menyatakan bahwa rekaman CCTV itu keliru. Nada bicaranya juga sempat meninggi. Dia bahkan sempat bertanya siapa saja yang telah melihat rekaman CCTV dan di mana file rekaman CCTV tersebut disimpan. Sambo, dengan nada tinggi, meminta agar rekaman CCTV itu tidak bocor.
Perintah selanjutnya, sambung jaksa, Sambo meminta Arif Rachman memusnahkan rekaman CCTV yang memperlihatkan Yosua masih hidup saat Sambo sampai di rumah dinas Duren Tiga. ”Kamu musnahkan dan hapus semuanya,” kata jaksa menirukan perintah Sambo. Penegasan atas perintah itu pun disampaikan Sambo kepada Hendra. Dia meminta Hendra memastikan Arif Rachman melaksanakan perintah tersebut. ”Pastikan semuanya bersih,” ungkap jaksa seperti perintah Sambo. Berdasar dakwaan itu, rekaman CCTV dipastikan sudah tidak ada pada 15 Juli 2022. Adalah saksi Arif Rachman yang melakukannya. Dia merusak laptop milik Baiquni yang sempat dipakai untuk menyalin rekaman CCTV itu. ”Dengan sengaja mematahkan laptop tersebut dengan kedua tangannya dan menjadi beberapa bagian,” beber jaksa.
Pada 8 Agustus 2022, Arif Rachman menyerahkan laptop itu kepada penyidik. Atas perbuatannya, dakwaan pertama, Sambo didakwa melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara pada dakwaan kedua, dia didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 48 juncto Pasal 31 Ayat (1) UU ITE juncto Pasal 55 Ayat (1) ke- KUHP atau Pasal 233 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke-2 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Sidang dakwaan Sambo lantas dilanjutkan dengan pembacaan eksepsi. Rangkaian sidang itu selesai sekitar pukul 15.30 Kemudian dilanjutkan dengan sidang dakwaan Putri yang juga dilanjutkan dengan pembacaan eksepsi dan selesai sekitar pukul 19.30. Sesuai jadwal, sidang dakwaan berlanjut. Jaksa menghadirkan Ricky ke ruang sidang untuk mendengarkan dakwaan. Sidang itu dilanjutkan dengan pembacaan dakwaan terhadap Kuat yang masih berlangsung sampai berita ini ditulis sekitar pukul 21.30 tadi malam.
Atas sidang pembacaan dakwaan untuk kliennya, Febri Diansyah menyampaikan bahwa ada beberapa fakta penting yang dihilangkan oleh JPU dan tidak muncul dalam dakwaan. ”Itu jadi concern kami juga dalam persidangan,” imbuhnya. Selain itu, pihaknya juga menilai bahwa ada beberapa fakta yang ditafsirkan berbeda oleh JPU. Dia menyebutkan, ada beberapa fakta yang mestinya diuji lebih jauh konteksnya. (syn/idr/oni/jpg/riz/k15)