KOMODITAS kelapa sawit memberikan sumbangan devisa terhadap negara sangat besar. Rata-rata per tahun USD 22-23 miliar atau sekitar Rp 450 triliun (kurs Rp 15.325/USD). Bahkan pada 2021, devisa yang dihasilkan dari ekspor komoditas kelapa sawit mencapai USD 30 miliar, rekor tertinggi selama ini.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menyebut, hingga kini sawit sudah menjadi salah satu tulang punggung dalam neraca perdagangan Indonesia. Tanpa komoditas sawit, neraca perdagangan pasti minus. Karena itu, program peremajaan sawit rakyat (PSR) melalui jalur kemitraan menjadi salah satu cara meningkatkan produksi dan kontribusi sawit di Indonesia.
“Memang masih banyak kendala. Status lahan salah satunya. Banyak yang bersinggungan dengan kawasan hutan. Tapi ‘kan di UUCK (UU Cipta Kerja) juga ada mengakomodasi di mana di bawah 5 hektare lahan yang dimiliki pekebun rakyat, ber-KTP di sana, bisa langsung dibebaskan. Dan bagaimana dengan yang lebih dari itu (5 hektare), itu yang harus dibahas,” ucap Eddy.
Baginya semakin tinggi realisasi PSR, maka semakin besar potensi Indonesia meningkatkan devisa negara. Pasalnya, sejak krisis minyak nabati di dunia, sejumlah kebijakan larangan penggunaan minyak sawit di Eropa sudah dicabut. Hal itu yang membuat harga dan ekspor crude palm oil (CPO) Indonesia berada di posisi menguntungkan.
Di sisi lain, Ketua Gapki Kaltim Muhammadsjah Djafar menjelaskan, salah satu hambatan kemajuan komoditas sawit adalah kampanye hitam yang masih banyak dimunculkan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Kampanye hitam itu, kata dia, lebih kepada bentuk persaingan usaha tidak sehat yang dimunculkan oleh industri minyak nabati non-kelapa sawit di luar negeri. Namun baginya, pelaku usaha kelapa sawit harus mampu menangkal isu tersebut berdasarkan data dan fakta yang ada.
“Black campaign itu yang masih menjadi tantangan kami. Sementara, tantangan seperti lahan itu sebenarnya bisa diselesaikan dengan baik antara instansi terkait,” ucap Djafar.
Diketahui, Data Badan Pusat Statistik Kaltim 2021 menunjukkan bahwa kontribusi sektor perkebunan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Kaltim sebesar 4,97 persen (Rp 16,95 triliun) berdasarkan harga konstan. Namun, berdasarkan harga berlaku, nilai PDRB subsektor perkebunan itu mencapai Rp 34,52 triliun atau naik sebesar Rp 4,5 triliun, atau naik 15,14 persen dari tahun 2020.
Masih dari sumber yang sama, tercatat luas peruntukan lahan untuk perkebunan di Benua Etam mencapai 3,27 juta hektare. Dari total luasan tersebut, yang sudah memiliki izin usaha perkebunan (IUP) sekitar 2,75 juta hektare di mana sekitar 1,28 juta hektare adalah perkebunan kelapa sawit aktif. (rom/k15)
M RIDHUAN
[email protected]