Kekayaan alam Indonesia terutama dari hasil buminya, membuat negeri ini diakui dunia. Tanah yang subur turut memengaruhi hasil pertanian apapun yang ditanam, salah satunya kopi. Tanaman satu ini sangat cocok ditanam di tanah vulkanis pada dataran tinggi, layaknya Indonesia yang berada dalam lintasan ring of fire (cicin api).
DENNY SAPUTRA, Samarinda
CITA rasa kopi dari Nusantara menjadi salah satu andalan ekspor. Bahkan semakin ke sini, bisnis kopi pun kian dilirik para generasi muda. Namun, untuk bisa berani memulai dan eksis di bisnis teersebut perlu adanya keberanian untuk mencoba, dilanjutkan dasar mengenai teknik sedu hingga perencanaan bisnis yang matang.
Maka, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI pun hadir memberikan program pelatihan bertajuk Program Literasi Terapan Usaha Kopi Nusantara. Samarinda menjadi satu dari lima kota yang dipilih untuk melaksanakan program tersebut, yang diadakan di Kalijaga Coffee and Bar, Senin–Rabu (10–12/10) mendatang. Jumlah peserta yang ditargetkan sekitar 75 orang. Nantinya empat orang dari masing-masing kota yakni, Jakarta, Kupang, Tana Toraja, Samarinda, dan Denpasar akan dipilih untuk datang ke Jakarta, mengikuti pelatihan lanjutan meliputi field trip ke kebun kopi, ilmu roasting, hingga ilmu sedu sebagaimana diajarkan di tingkat dasar seperti saat ini.
Pelaksana kegiatan Program Literasi Terapan Usaha Kopi Nusantara Jonathan Yustisio Situmorang menerangkan, belakangan industri kopi di kota-kota sedang maju, sehingga menjadi pintu masuk generasi muda untuk mendalami proses bisnis ini dari hilir ke hulu. Hal itu beriringan dengan minat pengusaha muda untuk terjun ke hulu usaha kopi, yakni perkebunan lewat pertanian kopi.
“Anak muda masuk ke hulu (kebun), bermula dari belajar menjadi barista. Setelah itu penasaran soal teknik roasting (sangrai) hingga meningkat ke kebun lewat kegiatan field trip,” ucapnya, ditemui di sela kegiatan, Senin (10/10).
Tidak sedikit anak muda mulai menggeluti bisnis pasca-panen, di mana dalam rantai bisnis kopi, segmen itu berada di antara petani dengan roaster (tukang sangrai). Bahwa adanya kegiatan tersebut merupakan wujud dari pendekatan perpustakaan nasional (perpusnas) mengubah pola di tengah menurunnya minat pembaca, menjadikan kegiatan pelatihan sebagai buku berjalan demi memberikan pengalaman langsung kepada masyarakat.
“Dari peserta kegiatan ini diwajibkan menjadi anggota perpusnas, dan kalau mau mendapatkan bacaan atau literasi tingkat lanjut yang lebih dalam sudah bisa mengakses berbagai literasi yang disiapkan perpusnas,” ucapnya yang juga selaku owner Kopi Dimari (@kopidimari).
Dia berharap, lewat program itu bisa menjaring masing-masing empat orang dari lima kota yang diadakan kegiatan serupa untuk mendapat pelatihan tingkat lanjut. Tidak hanya itu, pembekalan tentang soal minuman turunan kopi seperti mixology, perencanaan bisnis, serta kesempatan mengikuti ujian berstandar Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) diberikan kepada peserta terpilih.
“Diharapkan peserta yang sudah mengikuti kegiatan di Jakarta, sekembalinya ke daerah, bisa menjadi ‘buku berjalan’ untuk menyebarkan ilmu yang dipelajari serta dapat membuka usaha sendiri,” singkatnya.
Sementara itu, pengelola Kalijaga Coffee and Bar Pria Nugroho mengatakan, selaku pelaku bisnis kopi di Kota Tepian, melihat pelatihan tersebut sangat penting. Bahwa ketika banyak kedai yang buka setelah kegiatan ini memberi dampak positif terhadap bisnis di sisi hilir hingga hulu.
“Potensi perkembangan usaha kopi diharapkan tidak hanya ramai di sisi hilir, tetapi di sisi hulu dari petani juga turut menjanjikan untuk dijalankan,” tutupnya. (dra/k8)