KREATIVITAS itu bernilai tinggi. Juga tak pernah mati. Layaknya perajin batik, mereka selalu meng-upgrade diri. Menjadi perajin batik pun berarti tidak pernah berhenti berinovasi, agar tak tertinggal sendiri. Proses menggabungkan imajinasi dan seni, sejarah serta kebudayaan itu haruslah dikerjakan sepenuh hati.
Separuh dari perjalanan hidupnya, Syarifah Emi Alaydrus mengabdikan diri untuk bergelut di dunia kerajinan. Khususnya batik. Tidak hanya motif beruang madu, motif mangrove yang diperkenalkan sejak 2009 hingga sekarang selalu melekat di hati masyarakat Kota Minyak. Kurang lebih terdapat 35 motif batik dari Rumah Ampiek yang merupakan buah karya perempuan yang disapa Umi Emi tersebut.
“Motif selalu saya buat setahun sekali untuk diperkenalkan. Terbaru ada motif lobster. Terkadang supaya tidak bosan saya suka mengombinasikan beberapa motif, seperti duyung dugong, buah naga, berlayar menuju keemasan, maupun biota laut serta mengeksplorasi ide lainnya. Februari 2023 nanti, ada motif baru lagi dari Rumah Ampiek,” tuturnya kala bertemu Kaltim Post, Rabu (5/10).
Perempuan ramah tersebut juga bercerita, awal kali merintis di Balikpapan tahun 1999, tak lama berselang Indonesia dihadapkan krisis moneter yang membuat usahanya sempat tutup. Kemudian 2009, dia buka kembali membawa nama label Rumah Ampiek. Masa itu dia getol memberi pelatihan ke masyarakat. Terjun langsung ke lapangan menyambangi banyak perajin.
Akan tetapi, kala itu meski telah dilatih dan diperkenalkan ke dinas terkait, tak sedikit perajin batik yang tumbang dikarenakan minat yang kurang. Tahun berlalu, Emi sekarang malah dibuat terkejut. Banyak peminat terutama anak muda Balikpapan yang mulai terjun ke dunia kriya.
Hanya saja diakui, masih jarang terselenggaranya lomba ataupun kegiatan di Kota Minyak sebagai wadah bagi desainer lokal. Alhasil, kreativitas tersebut tak dapat tersalurkan dan terhenti. Emi mengumpamakan bak tanaman, selain pupuk agar terus mekar dan berbuah, tanaman harus dirawat. Perawatan dan perhatian itulah yang masih menjadi pekerjaan rumah
Pemerintah bersama pihak instansi, serta perusahaan bisa sama-sama memberi dukungan kepada perajin. Bantuan yang diberikan harus dapat dipergunakan, serta menyentuh dengan melihat ke lokasi secara langsung, manakah yang berpotensi untuk dikembangkan. Agar corporate social responsibility (CSR) tersebut tepat sasaran.
“Selama sepanjang masih ada kehidupan bernegara, semangat itu harus dijaga, salah satunya dengan mengadakan event supaya memberi kesempatan kepada perajin terutama yang baru memulai supaya mereka tidak mati. Tantangan bagi pemula ini sangat besar. Beda dengan yang telah terjun ke dunia kriya ini lebih lama, disayat pun daging kami tetap perajin tak terpengaruh oleh cuaca dan lainnya, kami terus berproduksi,” bebernya.
Masa pandemi memang belum sepenuhnya berakhir, tetapi setelah sempat stagnan, dunia seni dan kerajinan mulai bermekaran kembali. Agar lebih memperkuat industri ekonomi kreatif tersebut, dia berharap pemerintah semakin jamak mengadakan kegiatan di dalam kota.
Dari hasil pengalaman, Emi pun menilai pasar terbesar itu berada di dalam kota bukan dari luar. Membangun eksistensi serta mindset masyarakat mengenai produk-produk lokal. Dengan begitu, orang-orang dapat memahami perbedaan produk Balikpapan dengan daerah lainnya.
“Perajin mesti ditempa di dalam kota dulu sebelum di bawa ke luar, agar mental mereka kuat, mampu berinovasi dan memperkuat produknya dulu. Jangan sampai di luar malah merasa berkecil hati karena melihat produk-produk dari daerah lain. Kita juga butuh UMKM center khusus bagi perajin-perajin binaan, agar masyarakat kita maupun tamu yang datang berkunjung tidak ambigu dan bisa membedakan manakah batik Balikpapan,” kata Emi.
Pasang surut selalu terjadi di dunia industri. Terlebih ke depan harus bersiap diri mempersiapkan ibu kota negara (IKN) di Kaltim. Mau terjadi ataupun tidak terjadi, menurut Emi bukan sebuah masalah. Sehingga perajin pun harus keluar dari zona nyaman. Meningkatkan keahlian dengan tidak berpuas diri dan jemawa, sebab persaingan semakin berat.
Waktu yang sedikit ini diharapkan bisa dipergunakan sebaik-baiknya. Membuka cakrawala ilmu, serta terus belajar. Karena tidak ada pekerjaan yang gampang. Dan tidak ada kesuksesan yang diraih dalam waktu singkat. Sehingga, dia berpesan, sebelum memutuskan menjadi seorang perajin, pilihlah pekerjaan yang sesuai passion agar bisa menikmati apa yang dilakukan tanpa terpaksa. Juga siap menghadapi segala risikonya.
“Di tengah masyarakat dan organisasi, saya yakin Balikpapan mampu menjadi penyangga IKN, masyarakat kita ini pintar dan mempunyai kreativitas tinggal dirangkul saja,” ujar perempuan yang juga ketua Mangrove Moslem Community (MCM).
Di tengah kenaikan harga yang sedang terjadi, Emi menjawab semua itu kembali pada kreativitas. Seperti diketahui, ungkapnya batik tulis itu bila dijual termasuk mahal harganya, apalagi di luar negeri bisa bernilai ratusan juta. Kondisi global yang kurang menguntungkan tak akan memengaruhi pekerja ataupun orang-orang dengan kreativitas tinggi. Sebab, golongan tersebut mampu bertahan selama terus berinovasi.
Sedangkan, bila bicara mengenai dampak inflasi dan lonjakan harga setelah putusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) di awal September kemarin, Emi mengatakan memang terdapat perubahan harga bahan baku. Produsen menaikkan harga kain yang kini mencapai 30 persen.
“Mungkin harga memang naik, tapi permintaan juga naik. Karena kreativitas mampu menutupi kenaikan harga. Dan ingat, semurah apapun bahan kalau tidak ada pembeli tidak ada gunanya,” tukasnya. (ndu/k15)
Ulil
[email protected]