Di hadapan tragedi memilukan, semua permusuhan terlalu memalukan untuk diteruskan. Inilah momen yang tepat bergandengan tangan.
===============
DI pintu 13 Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sunari bertakziah. Bonek yang mengenakan atribut lengkap Persebaya Surabaya itu memanjatkan doa untuk para korban tragedi yang merenggut 131 nyawa tersebut.
Tiba-tiba M Ferry Pribadi, Aremania yang mengenakan jersey Arema FC, dengan nada bersahabat menyapanya, ’’Salam Satu Nyali!” Tanpa berpikir lama, Sunari langsung menjawab salam khas pendukung Persebaya itu dengan, ’’Wani!”
Sunari tidak mengenal Ferry. Tapi, keduanya langsung berpelukan. Sama-sama meneteskan air mata. ’’Sing kuat ya, Sam (Mas dalam bahasa walikan khas Malangan, Red). Aku ikut berduka,’’ tuturnya.
Keduanya pun lantas berfoto bersama. Beberapa Aremania di sekitar lokasi juga ikut nimbrung berfoto. ’’Sudah saatnya damai. Sudahi rivalitas kelewat batas yang memakan korban,’’ ujar Ferry.
Momen persahabatan nan mengharukan seperti itu menyeruak di mana-mana sejak tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu (1/10) tengah malam hingga Minggu (2/10) dini hari lalu itu. Suporter di penjuru Tanah Air, baik di basis-basis klub besar maupun di kota-kota kecil yang tak punya tradisi sepak bola kuat, mengirimkan doa dan dukungan untuk para korban dan Aremania.
Semua turut berduka, semua juga sepakat untuk turut mengawal penyelesaian kasus itu sampai tuntas. Di hadapan tragedi memilukan, semua permusuhan terlalu memalukan untuk diteruskan. Semua merasa inilah momen yang tepat bagi seluruh suporter Indonesia untuk bergandengan tangan.
Sunari mengaku awalnya sempat ragu untuk berangkat ke Stadion Kanjuruhan. Apalagi setelah ada pernyataan yang memicu kekecewaan dari banyak pihak dari Dadang Indarto dari Tim Gabungan Aremania di program Mata Najwa pada Kamis (6/10) malam lalu. ’’Tapi, saya lantas tidak memikirkan itu. Saya datang sebagai manusia yang ikut berduka atas tragedi Kanjuruhan,’’ jelasnya.
Bukan hanya Sunari, pada acara doa bersama tujuh hari tragedi Kanjuruhan kemarin, ada belasan Bonek yang lain yang datang ke stadion di Kabupaten Malang tersebut. ’’Mau sampai kapan bermusuhan. Saya tidak mau kebencian terus ditularkan ke anak-cucu nanti,’’ beber Bonek bernama Ahmad Arif.
Pria asal Benowo, Surabaya, itu datang ke Stadion Kanjuruhan tadi malam sendirian. ’’Niat saya memang menyampaikan belasungkawa. Alhamdulillah disambut teman-teman Aremania dengan baik,’’ lanjutnya.
Dia datang atas jaminan salah satu Aremania bernama Aditya Iksana. Keduanya tidak saling kenal sebenarnya. ’’Saya melihat posting-an dia yang mendukung soal perdamaian di Instagram. Akhirnya saya DM (direct message). Saya katakan ingin datang ke Kanjuruhan,’’ kenangnya.
Gayung bersambut, Aditya pun senang dengan permintaan dari Ahmad. ’’Lalu, saya tawari untuk jemput di Terminal Arjosari naik motor. Saya jamin keselamatannya. Nyawa saya jadi jaminannya,’’ ungkap dia.
Adit nekat melakukan hal tersebut meski masih banyak Aremania yang menentang perdamaian dengan Bonek. Salah satu alasannya adalah dia tidak mau ada korban jiwa lagi akibat rivalitas Bonek-Aremania. ’’Tragedi Kanjuruhan seharusnya jadi titik untuk sadar. Bahwa satu nyawa tidak sebanding dengan sepak bola, apalagi ratusan nyawa. Saya ingin damai dengan kawan-kawan Bonek,’’ paparnya.
Di ujung acara doa bersama tujuh hari tragedi Kanjuruhan, belasan ribu Aremania yang datang bernyanyi menyambut para Bonek. Mereka bahkan meneriakkan ’’Salam Satu Nyali Wani” khas pendukung Persebaya.
’’Terima kasih, terima kasih, Bonekmania. Arema-Bonek kita saudara,’’ teriak mereka.
***
Selasa (4/10) lalu menjadi hari yang tidak pernah dilupakan oleh Zulfikar Nugroho Putro. Hari di mana kelompok suporter PSS Sleman, PSIM Jogjakarta, dan Persis Solo berkumpul di halaman Stadion Mandala Krida, Kota Jogja, dalam kegiatan doa bersama untuk korban tragedi Kanjuruhan.
’’Jujur saya enggak nyangka dan senang melihat teman-teman suporter bisa bareng. Saya pas pertama ke Mandala kaget dan bertanya-tanya, ini beneran apa enggak?’’ ucap Zulfikar, perwakilan Brigata Curva Sud (BCS), kepada Jawa Pos, kemarin (7/10).
Selama ini pendukung tiga tim tersebut dikenal punya rivalitas tinggi. Kerap bersinggungan secara fisik di luar stadion. Tiga anthem klub, yakni Sampai Kau Bisa (PSS), Aku Yakin dengan Kamu (PSIM), dan Satu Jiwa (Persis), dinyanyikan secara bergantian oleh ribuan suporter malam itu. Begitu pula pada acara doa bersama yang digelar BCS di Stadion Maguwoharjo pada Kamis (6/10) malam.
Tak hanya dari kelompok pendukung tiga klub tersebut, ada perwakilan beberapa kelompok suporter lain. Tak ada lagi sekat, mereka saling melempar senyuman dan berjabat tangan.
Menurut Zulfikar, rivalitas dalam dunia sepak bola sejatinya hal wajar. Asal tidak kebablasan, apalagi harus mengorbankan nyawa. ’’Cukup 90 menit saja di lapangan, tidak perlu di jalan. Kami ingin memutus rantai itu. Kami ingin mewariskan kepada generasi setelah kita agar sepak bola benar-benar jadi hiburan,’’ tegasnya.
Hal senada disampaikan Presiden Brajamusti Muslich Burhanuddin. Pria yang karib disapa Thole itu mengatakan, komunikasi secara intens akan dilakukan antara suporter Jogjakarta dan Jawa Tengah. ’’Kami support, bahkan kami fasilitasi penuh,’’ tuturnya.
Presiden Pasoepati Maryadi ’’Gondrong” juga menyambut positif rekonsiliasi antara suporter di Jogja dan Jawa Tengah tersebut. ’’Rivalitas yang cukup lama antara Solo dan Jogja akan kami bangun kembali untuk hal-hal yang positif. Kami bikin bahwa suporter jangan identik dengan brutalitas, tapi dengan kreativitas,’’ ucapnya.
Hubungan The Jakmania, kelompok pendukung Persija, dengan Viking, kelompok pendukung Persib, juga mulai membaik. Dalam beberapa kesempatan, tokoh-tokoh Jakmania terlihat akrab dengan tokoh-tokoh Viking.
Bahkan, saat Indonesia bertanding melawan Curacao di Stadion Pakansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pendiri Jakmania Tauhid ”Ferry” Indrasjarief nonton bareng satu tribune dengan pendiri Viking Heru Joko.
Sekretaris Umum Jakmania Rajiva Rendy Baskoro mengungkapkan, salah satu momen yang membuat hubungan Jakmania dan Viking adem adalah rencana Direktur Persib Teddy Tjahjono yang menginginkan Jakmania bisa hadir di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) dalam pertandingan Persib melawan Persija. Dari statement Teddy, kata Jiva, mantan Sekretaris Umum Viking Tobias Ginanjar datang ke Jakarta untuk berkomunikasi secara informal dengan Jakmania.
Jiva senang dengan statement Teddy. Namun, Jakmania sepakat untuk menunda away ke Bandung. Apalagi, Polda Jawa Barat melarang Jakmania datang ke GBLA.
Menurut Jiva, ada banyak hal yang harus dilakukan sampai waktunya Jakmania bisa datang ke Bandung tiba. Yaitu, mengajak dan mengedukasi para anggota untuk berhenti perang media sosial dengan pendukung Persib.
”Upaya ini kami mulai dari meminimalkan hate speech dan menyanyikan lagu-lagu rasis. Kalau itu sudah bisa dijalankan, baru kami akan melangkah ke step berikutnya,” ujar Jiva kepada Jawa Pos kemarin. (ard/fiq/rid/c17/ttg/dwi/k8)