KOMODITAS lada tetap menjadi primadona bagi masyarakat pekebun di Kaltim, khususnya lada Malonan 1. Ini merupakan jenis varietas lada lokal yang banyak dikembangkan di Kutai Kartanegara. Dari jenis ini, diharapkan lada Kaltim kembali bangkit dan menjadi komoditas andalan.
Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ujang Rachmad mengatakan, lada malonan 1 Kaltim telah ditetapkan sebagai varietas unggul nasional dengan SK dari Menteri Pertanian Nomor SK: 448/Kpts/KB.120/7/2015. Selain memiliki kandungan minyak atsiri, piperin dan oleoserin yang tinggi, ternyata lada Malonan 1 juga toleran terhadap penyakit busuk pangkal batang.
Bahkan, lada unggul Benua Etam ini mampu berproduksi sepanjang tahun dengan produktivitas rata-rata sekitar 2,17 ton per hektare. Bibit lada yang biasa dipakai oleh petani di Kecamatan Loa Janan dan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara ini adalah lima sampai enam ruas, atau akar dari tanaman induk lada.
Namun, dengan inovasi yang dikenalkan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Balitbangtan Kaltim, tanaman lada dapat dibibitkan dari 1 ruas atau akar saja, sehingga bibit yang diperoleh lebih banyak.
“Saat ini, IP2TP (Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian) Samboja telah memiliki kebun induk lada seluas 1 hektare yang ditanam sejak tahun 2017, dan saat ini sebagian sudah mulai berproduksi,” ungkapnya, Rabu (5/10).
Kebun bibit ini, lanjut Ujang diharapkan dapat menjadi sumber bibit lada Malonan 1 untuk pengembangan komoditas lada yang pernah menjadi komoditas populer di Kutai Kartanegara. Pengembangan ini diharapkan bisa mengembalikan kejayaan lada Kaltim.
Di Kutai Kartanegara sampai 2020, tepatnya di Loa Janan masih menjadi sentra untuk komoditas lada dengan luas tanaman 3.379,34 hektare atau sebesar 75 persen dari seluruh luas lada di Kutai Kartanegara. Sementara, untuk produksi sebesar 3.263,02 ton atau sebesar 90 persen dari total produksi lada di Kutai Kartanegara.
Selain di Loa Janan, lada juga dikembangkan di Kecamatan Muara Badak dan Samboja. Harga lada putih atau Malonan 1 rata-rata sebesar Rp 106 ribu per kilogram.
Puluhan tahun silam, lada memang sempat menjadi salah satu komoditas ekspor vital Kaltim. Bahkan menjadi patokan mutu dengan sebutan white pepper Kaltim. Lada Kaltim sempat terlupakan dan mengalami penurunan harga. Beberapa tahun belakangan pemerintah kembali mengupayakan kejayaan lada Kaltim. Sedikit demi sedikit, lada mulai kembali di posisinya. “Semoga pengembangan Malonan 1 mampu mengembalikan kejayaan lada Kaltim,” pungkasnya. (ndu/k15)
Catur Maiyulinda
@caturmaiyulinda