Pengungkapan kasus yang dilakukan Polda Kaltim diharapkan mengurai jejaring di balik pasang surutnya tambang ilegal di Bukit Tengkorak selama ini.
BALIKPAPAN-Namanya Bukit Tengkorak. Lokasinya di Desa Sukomulyo, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser (PPU). Sejak pemerintah memutuskan ibu kota negara (IKN) baru dipindah ke Sepaku, tambang ilegal di kawasan Bukit Tengkorak termasuk yang semakin menjadi-jadi. Penambang seolah berpacu dengan waktu untuk segera mungkin menghabiskan batu bara di perut Bukit Tengkorak, sebelum presiden berkantor di IKN baru 2024.
Pengungkapan kasus yang dilakukan Polda Kaltim dalam press rilis yang digelar kemarin (23/9) bukanlah kejadian pertama. Sejak awal 2022, aktivitas tambang ilegal di Bukit Tengkorak sudah mendapat sorotan media massa. Kepada Kaltim Post beberapa waktu lalu, Kepala Desa Suko Mulyo, Samin mengatakan, warganya sangat terdampak akibat aktivitas penambangan tanpa izin di wilayahnya. Permukiman warga terkena debu saat hauling menggunakan kawasan jalan yang melewati perkampungan Suko Mulyo. Sayangnya, belum ada upaya serius untuk memutus rantai tambang ilegal di Bukit Tengkorak.
Sementara itu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) PPU juga tak menutup mata. Razia sering digelar. Namun, saat tim operasi berada di lokasi selalu saja tidak menemukan kegiatan penambangan. Sehingga, pengungkapan kasus yang dilakukan Polda Kaltim diharapkan membuka benang merah siapa saja aktor di balik pasang surutnya tambang ilegal di Bukit Tengkorak. Apalagi, penyidik Subdit Tindak Pidana Tertentu Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kaltim berhasil menangkap seorang pemodal.
“Pemodal sudah resmi tersangka. Dua lainnya masih saksi,” kata Direktur Reskrimsus Polda Kaltim Kombes Pol Indra Lutrianto Amstono kemarin. Dia melanjutkan, anggota Ditreskrimsus Polda Kaltim mengamankan tiga pria dalam operasi yang digelar baru-baru ini. Satu di antaranya pemodal yang telah ditetapkan tersangka. Saat ini ketiganya masih menjalani pemeriksaan di markas Ditreskrimsus Polda Kaltim di Balikpapan. Mereka inisial F, T, dan TM dengan peran berbeda-beda. Inisial T sebagai operator, F penjaga di lokasi tambang, dan TM selaku pemodal yang juga menjabat direktur PT RUT.
Lanjut dia, setelah menerima laporan masyarakat, penyidik mulai menelusuri, menggali fakta, serta melakukan penggerebekan di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT TKM yang diduga palsu. “Saat penyidik ke lokasi ada aktivitas penambangan,” kata Indra. Saat dilakukan penangkapan, para pekerja tambang sedang melakukan aktivitas produksi dengan menggunakan satu ekskavator. Aktivitas terselubung itu telah menghasilkan batu bara sekitar 1.000 metrik ton. “Saat di lokasi, tiga kami amankan,” terang mantan penyidik komisi pemberantasan korupsi (KPK) ini.
Meski telah mengetahui bahwa legalitas IUP OP PT TKM bermasalah atau palsu, TM tetap melakukan kegiatan pertambangan batu bara untuk dilakukan penjualan dengan menggunakan perizinan perusahaan yang lain. “Kalau legalitasnya bermasalah kan tidak bisa mengeluarkan RKAB (rencana kerja anggaran biaya) untuk dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kaidah pertambangan yang baik. Tapi TM tetap saja melakukan aktivitas penambangan,” ucap Indra. Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 158 UU RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Ancamannya pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Petani Dihalang-halangi Menggarap Lahan
Sementara itu, pada Sabtu (24/9), para petani di Makroman berunjuk rasa karena tambang batu bara telah mencemari tempat mencari nafkah. Mereka pun kesusahan. Tak hanya petani yang sengsara karena mendapat dampak langsung. Tetapi, petani lain juga kesusahan. Sebab, kebijakan tak kunjung memperbaiki nasib mereka. Tidak hanya konflik lahan, tetapi juga harga bahan bakar minyak hingga pupuk yang tak bersahabat. Protes itu dilayangkan Serikat Petani Indonesia (SPI) Kaltim yang menggeruduk DPRD Kaltim kemarin (26/9). Dampak kenaikan BBM mencekik petani. Mereka harus kesusahan mendapat solar, sekali pun dapat harganya juga mahal. Sementara, traktor digerakkan dengan solar.
“Lalu harga pupuk naik, yang subsidi juga naik,” terang Pengurus SPI Kaltim Abdul Hamid. Kondisi ini membuat mereka kebingungan. Mereka harus terus menanam, supaya bisa makan. Namun, modal untuk menanam juga sangat besar, sebab semua serba naik. Di beberapa kabupaten, suplai pupuk dan solar juga kurang lancar. Petani pun beralih ke pupuk dan solar nonsubsidi yang harganya lebih mahal. Tidak hanya serbamahal, lahan untuk menggarap pun makin sempit. Pasalnya, ada pihak yang menghalangi penggarapan lahan tidur oleh petani.
"HGU juga kita tuntut, ini rawan karena selama ini lahan tidur yang digarap warga ternyata dihalang-halangi oleh pihak-pihak tertentu sehingga kami kesusahan, dalam artian diserobot," sambungnya. Sekarang, obat tanaman, pupuk, hingga BBM naik. Satu traktor dalam sehari bisa dipakai untuk sawah 5 hektare. Satu hektare, menghasilkan satu ton beras. Jika beras yang mereka hasilkan dipasarkan sekitar Rp 10 ribu per kilogram, maka satu hektare hanya bisa menghasilkan Rp 10 juta. Itu juga dihasilkan per enam bulan. Sebab, petani padi di Kaltim umumnya panen setahun dua kali. Maka jangan heran, dari kondisi itu, berdasarkan hasil survei Kerangka Sampel Area yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, produksi padi Kaltim pada 2021 hanya 240,64 ribu ton.
Sementara, sebelumnya mencapai 262,43 ribu ton. Hal ini disebabkan penurunan luas panen di mayoritas kota/kabupaten Kaltim. Dengan Kutai Kartanegara yang terluas turunnya, yakni sebesar 4,21 ribu hektare. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah SPI Kaltim Wahyudi, menyebut harapan mereka agar pemerintah dapat memberikan perhatian penuh. Mereka ingin agar penyerobotan lahan tidak terus-terusan terjadi dan petani bisa menggarap ladang dengan nyaman dan tenang. Sehingga, hasil panen bisa optimal. Kaltim bisa swasembada pangan. "Ini tindakan kriminalisasi terhadap petani, itu juga kami sampaikan, jangan sampai justru lahan penopang pangan tergerus karena penyerobotan," tegas Wahyudi.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kaltim Seno Aji yang menemui para petani menegaskan, pihaknya akan mengakomodasi keluhan para petani. DPRD akan membawa keresahan para petani agar perlu diketahui Pemprov Kaltim melalui organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, agar terakomodasi kepentingan petani. Terkait akses bahan bakar minyak (BBM), juga akan difasilitasi pihaknya. Sebenarnya, pemprov sudah punya mekanisme untuk penyaluran solar kepada petani dan nelayan. Namun, belum tersosialisasi dengan baik. Sehingga, banyak yang mengira solar subsidi itu hanya untuk nelayan. “Jadi, sebetulnya selama ini mereka (petani) tidak mendapatkan informasi yang cukup tentang akses mendapatkan BBM, sebenarnya saya baru mendapat informasi juga dari OPD terkait bahwa mereka bisa mendaftar di Simpoktan dan Kusuka untuk mendapatkan kartu khusus," terang Seno. Oleh karena ada informasi tersebut yang justru tidak tersosialisasi secara menyeluruh, Seno nantinya akan mendorong Pemprov Kaltim melalui OPD terkait agar segera memberikan sosialisasi kepada seluruh masyarakat terutama para petani di Benua Etam. (riz/k16)
NOFFIYATUL CHALIMAH
[email protected]
IBRAHIM SAINUDDIN
[email protected]