Di balik tubuhnya yang mungil, Bripda Detri Maulidha Dwi Rizky memiliki segudang prestasi dan keberanian yang tinggi.
M RIDHUAN, Balikpapan
[email protected]
DETRI Maulidha Dwi Rizky punya target yang berbeda dibandingkan gadis kebanyakan lainnya. Di usianya yang masih belia, dia langsung menyatakan diri ingin jadi prajurit. Padahal ayahnya, Tristiono, seorang pedagang ikan. Sementara ibunya, Deden Yulianty, adalah ibu rumah tangga. Namun inspirasinya datang dari kakeknya, Suparman yang seorang anggota TNI Angkatan Darat. “Almarhum kakek saya prajurit TNI AD,” ucap Detri saat ditemui Kaltim Post, Rabu (31/8).
Perempuan kelahiran Balikpapan, 6 Juni 2002 itu menyebut, setelah lulus SMA pada 2020 lalu, dirinya langsung mendaftar menjadi anggota Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad). Namun gagal di seleksi penilaian panitia penentu akhir (pantukhir). Enggan bertekuk lutut, Detri pun mendaftar sebagai Korps Wanita Angkatan Laut (Kowal) namun kembali gagal di tahap psikotes kedua. “Tapi saya tidak mau menyerah. Kemudian saya daftar sebagai polwan (polisi wanita),” ungkap alumnus SMA 5 Balikpapan itu.
Sebenarnya secara aturan, Detri tidak memenuhi syarat minimal tinggi badan jika mendaftar di jalur bintara polisi tugas umum (PTU). Minimal syarat PTU memiliki tinggi badan 160 sentimeter. Sementara Detri tidak memenuhi syarat itu. Tetapi meski begitu, Detri punya kelebihan lain. Dia seorang atlet berprestasi.
“Jadi saya masuk melalui Rekpro (jalur prestasi). Ada keringanan, syarat minimal tinggi 157 sentimeter. Jadi saya daftar lewat jalur itu. Alhamdulillah setelah mengikuti berbagai macam tes saya dinyatakan lulus,” kata bungsu dari dua bersaudara itu.
Detri mengaku sudah menggeluti dunia olahraga sejak kelas 5 SD. Bidang yang digelutinya adalah tenis meja. Awalnya hanya iseng belajar karena di dekat rumahnya di Gunung Empat, Balikpapan Barat, Detri belajar bermain tenis meja. Hingga mengantarkannya menjadi atlet yang kerap mengikuti kejuaraan tingkat lokal hingga nasional.
“Dari SMA sudah beberapa kali ikut kejuaraan nasional (kejurnas). Seperti Kejurnas Tenis Meja 2018 di Manado saya juara 2 beregu putri. Lalu di NTB 2018 juga, itu Popwil (Pekan Olahraga Pelajar Wilayah) juara 2 beregu putri,” jelasnya.
Prestasinya berlanjut pada 2019 di Kejurnas Jakarta, di mana Detri mendapat medali perunggu beregu putri. Kemudian pada awal 2021 dirinya menerima tawaran sebuah perusahaan untuk bertanding di kejuaraan tenis meja terbuka di Kalsel. Perempuan berjilbab itu pun meraih peringkat kedua. Sebenarnya Detri sempat mengikuti seleksi Pra-PON XX Papua yang kala itu membawa nama Balikpapan. Tetapi dia gagal karena alasan yang tidak bisa diterimanya.
“Saya gagal karena dicurangi. Sejak itu saya kecewa dan sempat memutuskan untuk berhenti. Tetapi tidak lama ada pelatih dari sebuah perusahaan di Bontang ajak saya untuk pindah ke sana,” sebutnya.
Kembali ke identitas Detri sebagai polwan. Sejak lulus pada Desember 2021 dan menyandang pangkat bripda, Detri yang saat pembaretan melihat aksi-aksi seniornya menggunakan berbagai kendaraan taktis milik Polri. Namun di antara kendaraan tersebut, dia mengaku langsung “jatuh cinta” pada kendaraan taktis water cannon.
“Enggak tahu, tertarik saja sama AWC (armoured water cannon). Jadi setelah ditugaskan ke Dit Samapta Polda Kaltim, saya langsung mengajukan diri menjadi operator AWC,” sebutnya.
Di antara 13 polwan angkatan ke-50 di Kaltim, Detri boleh disebut sebagai satu-satunya operator AWC perempuan. Dia menyebut, dari informasi yang diperoleh dari seniornya memang sebelumnya pernah ada operator AWC dari polwan. “Namun kata senior saya itu sudah lama. Dan sekarang cuma saya saja operator AWC yang perempuan,” tambahnya.
Selama tiga bulan menjadi operator AWC, Detri memang belum pernah bertugas menghadapi aksi demonstrasi. Namun, fungsi AWC sendiri tidak harus untuk membantu pengamanan, namun juga kemanusiaan.
Pengalaman pertamanya sebagai operator pun dilalui dengan membantu pemadaman kebakaran yang terjadi pada 9 Agustus. Kala itu api mengamuk dan menghanguskan belasan rumah di kawasan permukiman penduduk di RT 27 dan RT 30 Klandasan Ulu tepatnya di Gang Kenanga 1, belakang Terminal Rasa.
“Itu pengalaman pertama saya di lapangan. Perasaannya tentu tegang ya. Apalagi menghadapi masyarakat yang tidak sabar. Mereka gedor-gedor pintu AWC untuk meminta padamkan api di rumah mereka,” ucap Detri mengingat “operasi” pertamanya itu.
Baginya polwan bukan sekadar profesi. Dari proses seleksi ketat hingga bisa lulus memerlukan dedikasi yang tinggi. Dia paham, sebagai polisi perjalanan pengabdian tidak akan mulus. Khususnya ketika menghadapi masyarakat.
Namun baginya, membangun hubungan yang baik ke masyarakat adalah kunci. Apalagi pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Polwan, banyak hal yang bisa dilakukan. Sesuai tema yaitu “Polri yang Presisi, Polwan Siap Mendukung Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural untuk Mewujudkan Indonesia Tangguh - Indonesia Tumbuh”.
“Bagi saya proses menjadi seorang polwan tidak mudah. Di posisi sekarang tentu kami yang terpilih harus mampu membuktikan diri sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat,” sebutnya. (rom/k8)