Tarif penggunaan jasa kontainer di Samarinda berpotensi turun. Ini setelah Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia (ALFI) Kaltim resmi mencabut Surat Edaran (SE) tentang Acuan Penyesuaian Tarif Angkutan Kontainer di Samarinda tertanggal 5 April 2022.
SAMARINDA–Pencabutan ini menindaklanjuti temuan yang dilakukan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil V Balikpapan. Mereka menilai, kenaikan tarif angkutan yang dilakukan pengusaha logistik di Samarinda melanggar UU No 5 Tahun 1999.
Ketua DPW ALFI Kaltim Mohamad Gobel mengatakan, pencabutan surat edaran terkait penyesuaian tarif angkutan kontainer di Samarinda memperhatikan berbagai hal. Pertama, merujuk Press Release Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kantor Wilayah V Balikpapan tanggal 11 Juli 2022 dan 22 Juli 2022, perihal kenaikan tarif angkutan kontainer di Samarinda.
Kedua merujuk hasil pertemuan konsultasi pada tanggal 28 Juli 2022 antara Dewan Pengurus Wilayah ALFI Kaltim dan KPPU Kanwil V beserta jajarannya di Balikpapan. Dari acuan tersebut, ALFI Kaltim mencabut surat edaran dengan nomor 001/SE/ALFI-KALTIM/4/2022 tentang acuan penyesuaian tarif angkutan kontainer di Samarinda dan tidak berlaku, berdasarkan Undang-undang No 5 Tahun 1999.
“Kami ikut aturan sesuai undang-undang yang berlaku. Persoalan penyesuaian harga, karena ranah B2B (business to business), maka kami serahkan sepenuhnya dengan mekanisme pasar (tawar-menawar antara penyedia dan pengguna jasa),” jelasnya, Rabu (3/8).
Untuk diketahui, DPW ALFI Kaltim sebelumnya mengeluarkan Surat Edaran tentang Acuan Penyesuaian Tarif Angkutan Kontainer di Samarinda tertanggal 5 April 2022. Pada surat edaran tersebut, mereka menaikkan tarif angkutan kontainer di Samarinda sebesar 40 persen, dari harga berjalan dan diminta ke semua pengusaha Jasa Pengusahaan Transportasi (JPT) yang menjadi anggota ALFI dan aktif beroperasi di Pelabuhan Peti Kemas Palaran mengikuti surat edaran tersebut.
Padahal, alasan dinaikkannya tarif angkutan kontainer adalah bentuk kompensasi akibat peralihan penggunaan BBM Bio Solar (subsidi) ke BBM Dexlite (nonsubsidi). Peralihan penggunaan BBM tersebut karena untuk mendapatkan BBM solar bersubsidi, armada pengangkutan perusahaan JPT harus menunggu 3–4 hari mengantre di SPBU.
Sehingga berpotensi barang-barang pelanggan akan terlambat diterima. Apalagi, terdapat sekitar 70 persen muatan kontainer di pelabuhan Palaran adalah muatan berupa consumer goods atau barang konsumsi harian, seperti gula, sembako, dan lain-lain. Muatan consumer goods tersebut diharapkan sebisa mungkin sampai ke tangan logistik owner atau distributor untuk didistribusikan ke masyarakat.
“Kami sepenuhnya menyerahkan kepada mekanisme pasar, meskipun saat ini harga dexlite kembali meningkat, padahal dexlite yang menjadi alternatif kami supaya tetap lancar mendistribusikan barang,” ungkapnya.
Sebelumnya harga dexlite masih di level Rp 15.350 per liternya, namun pada Rabu (3/8) harga meningkat menjadi Rp 18.150 per liternya. Terjadi kenaikan Rp 2.800 per liternya. Kini pelaku usaha nyaris tidak memiliki pilihan untuk memperlancar arus logistik. Biosolar yang menjadi utama malah selalu alami kekosongan barang. Padahal harga biosolar masih Rp 5.150 per liter.
Sedangkan jika beralih ke dexlite harganya sudah sangat mahal. Seharusnya pemerintah bisa menghapus saja subsidi karena semakin membebani APBN. Sehingga subsidi bisa dialihkan untuk kesejahteraan masyarakat dengan jalan lain. Sebab, subsidi solar juga sangat sulit didapatkan. “Saat ini kami sulit melakukan penyesuaian, artinya kami menyerahkan semua ke mekanisme pasar,” pungkasnya. (ndu/k8)
Catur Maiyulinda
@caturmaiyulinda