Ada kekurangan lebih dari Rp 4 triliun. Kendati begitu, Menko Polhukam Mahfud MD bersikukuh jumlah itu sudah cukup.
JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI harus merasionalisasi belanja anggaran. Sebab, dari pagu anggaran tambahan yang mereka ajukan, realisasi dari pemerintah masih jauh dari harapan.
Seperti diketahui, KPU mengajukan tambahan anggaran untuk pelaksanaan tahun 2022 sebesar Rp 5,4 triliun. Penambahan dilakukan karena KPU hanya mendapat Rp 2,45 triliun dalam APBN 2022. Jauh dari kebutuhan sebesar Rp 8,06 triliun.
Namun, dari total tambahan yang diminta, pemerintah baru menyetujui pencairan sebesar Rp 1,24 triliun. Ada kekurangan lebih dari Rp 4 triliun. Meski di bawah usulan, Menko Polhukam Mahfud MD bersikukuh jumlah itu sudah cukup.
Ketua KPU RI Hasyim Asyari mengatakan, pihaknya tengah mencoba menghitung ulang dengan dana yang diberikan pemerintah. ’’Kita sudah punya anggaran sekian, tapi begitu faktanya atau realitasnya yang disetujui sekian, kita juga harus realistis,’’ ujarnya, Rabu (3/8).
Yang pasti, lanjut dia, jika tambahan dana tidak cair sepenuhnya, hal itu akan berdampak pada optimalisasi kerja. Sebab, sebagian besar alokasi yang belum dicairkan akan digunakan untuk mendukung tahapan. Seperti mobilisasi hingga sarana prasarana.
Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo mengatakan, polemik anggaran pemilu harus segera dituntaskan. Jika tidak, pihaknya khawatir akan mengganggu fokus dari pelaksanaan tahapan. ’’Jangan menjadi kegaduhan baru,’’ ujarnya dalam diskusi.
Sementara mantan ketua KPU RI 2017-2021 Arief Budiman mengatakan, kecukupan dana menjadi salah satu prinsip yang harus dipenuhi. Jika tidak, pelaksanaan akan terbengkalai. ’’Uang dicairkan di waktu yang tepat. Kalau butuhnya untuk verifikasi partai jangan dicairkan pas kampanye," terangnya di kantor KPU.
Meski demikian, Arief menekankan alokasi dana pemilu harus proporsional sesuai kebutuhan. Untuk itu, dia menilai yang diperlukan adalah koordinasi. Pemerintah, bisa jujur dengan kemampuannya tanpa mengurangi kebutuhan yang prinsip. ’’Jadi dua-duanya harus sama terbuka, KPU (kebutuhan riil berapa) maupun kementerian keuangan (sanggup berapa),’’ tuturnya. (far/bay/jpg/dwi/k16)