Nusantara takkan hanya jadi pusat kegiatan baru pemerintahan Indonesia. Sebab, di kawasan ibu kota negara (IKN) baru itu, terdapat sejumlah destinasi wisata yang bisa dikunjungi. Salah satunya, Gua Tapak Raja di kawasan Desa Wonosari, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara.
DAHULU kala, ada seorang sepuh, dijuluki Datuk Peyot, bermukim di kawasan Mentawir. Dia kerap mengasingkan diri dengan bermeditasi sekaligus memperdalam ilmu dalam pertapaannya di sebuah gua. Beberapa ritual dia jalani selama dalam proses itu. Konon, kegiatannya itu ditiru sejumlah orang, membuat gua itu terkenal di kalangan pemburu “ilmu”.
Namun, perlahan kegiatan spiritual itu mulai ditinggalkan seiring adanya program transmigrasi pada 1983. Masyarakat sekitar, terutama para pencinta alam, bertandang ke sana hanya untuk menikmati guratan-guratan natural di kolong tebing itu. Atas besarnya minat masyarakat, pejabat Desa Wonosari pun berinisiatif menatanya.
Hal pertama yang mereka atasi adalah soal akses jalan. Maklum, sebelumnya, kawasan tersebut cukup sulit dijangkau karena ketiadaan akses jalan. Pembenahan bermula pada 2017, alias setahun setelah Kasiyono dilantik menjadi kepala desa. Bersama mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) yang melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di sana, mereka membangun akses jalan setapak ke gua. Setahun kemudian, menggunakan kas desa dan swadaya masyarakat, badan jalan utama dibangun.
Berkat kerja sama masyarakat dan desa, kemudahan akses itu menambah angka kunjungan ke gua. “Sekarang dengan jalan yang dibangun bersama itu, mobil sudah bisa masuk. Meski tetap berjalan kaki lagi sekitar 100–200 meter untuk ke mulut gua, jalannya sudah lebih mudah karena sudah dibangunkan anak tangga,” jelas Kasiyono. Jarak gua tersebut dari pusat desa tergolong dekat. Hanya sekitar 1,5 kilometer.
Selama Covid-19 sedang tinggi, mereka menutup sementara akses ke gua. Baru beberapa bulan terakhir, gua itu kembali dibuka untuk umum. Bahkan, untuk meningkatkan keterkunjungan, setelah Lebaran Idulfitri yang lalu, mereka menggelar kenduri besar di sana, yakni tasyakuran seribu ketupat. Lewat kegiatan tersebut diharapkan masyarakat bisa turut menyebarluaskan eksistensi gua tersebut.
Bila berkunjung ke sana, Kasiyono menganjurkan agar pengunjung menyewa pemandu. Itu untuk mempermudah masyarakat menikmati sekaligus memahami akses yang bisa dilalui selama di sana. “Seperti untuk mengakses ‘tapak raja’ itu, karena ada jalur khususnya, pengunjung sangat dianjurkan didampingi pemandu, agar tidak tersesat di dalam gua,” terangnya.
Tapak raja yang dimaksud adalah cekungan berukuran besar yang terdapat di dalam gua. Bentuknya menyerupai telapak kaki manusia, namun ukurannya luar biasa besar. Konon, keberadaan cekungan itu yang menjadi muasal nama gua yang kini dikenal publik.
Cukup membayar Rp 50 ribu per pemandu, pengunjung sudah bisa menikmati kunjungan di sana tanpa harus kebingungan arah. Selain itu, pemandu bisa mengajak Anda melalui rute tambahan, yakni menyusuri punggung gua yang mereka sebut sebagai bukit kariwaya. Ya, sesuai Namanya, di sana terhampar pohon kariwaya berukuran besar yang akarnya menjuntai hingga ke tebing dekat gua. Atau ada pula yang menelusup di sela-sela batu di dalam gua.
“Kami berharap ini bisa jadi desa wisata, tujuan wisata favorit di IKN baru. Kami masuk kawasan ibu kota zona wisata dan hiburan. Walaupun belum ada sentuhan dari pemerintah, kami usahakan yang terbaik agar situs ini bisa terawat dengan baik,” jelasnya.
Tidak sampai di situ, mereka sudah memiliki gambaran pengembangan wisata di kawasan tersebut. “Ada rencana memasang flying fox atau pemandian. Masih kami bicarakan, disesuaikan pula dengan kemampuan. Karena semua ini dikelola secara swadaya,” pungkasnya. (ndy/k8)
RENDY FAUZAN
[email protected]