Perlu dua kekuatan untuk menemukan titik terang dari kasus dugaan pemalsuan 21 izin usaha pertambangan (IUP) di Kaltim. Hanya, memang tidak mudah. Dua kekuatan itu adalah politik dan hukum.
SAMARINDA-Kasus dugaan pemalsuan IUP operasi produksi bisa menguap begitu saja. Padahal, dampaknya tak sekadar pendapatan negara ataupun kerusakan lingkungan, tapi juga jadi preseden buruk pemerintahan.
Karena itu, perlu kemauan pemerintah, legislator, dan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah menyatakan, idealnya, polisi harus segera memulai proses penyelidikan dengan bekal informasi yang beredar dari media massa.
"Apalagi perihal tanda tangan palsu itu ‘kan sudah dikonfirmasi kalau benar bukan tanda tangan gubernur (Gubernur Kaltim Isran Noor). Apalagi ini (IUP) pemalsuan dokumen pejabat publik, jadi dikualifikasikan delik biasa yang bisa diproses tanpa harus menunggu laporan," jelas dosen yang akrab disapa Castro itu. Dia melanjutkan, selain proses hukum oleh kepolisian, dari sisi politik juga harus dilakukan penekanan. Menurut dia, DPRD secara politik harus menggunakan hak interpelasi untuk memaksa gubernur berbicara. Kenapa pemalsuan itu didiamkan?
Persoalan itu, lanjut dia, adalah hal mendasar yang membutuhkan public address. Menurutnya, DPRD provinsi harus tegas menjalankan fungsi pengawasannya untuk mengontrol pemerintah daerah. Jadi, dari sisi hukum dilakukan penindakan, dari sisi politik juga harus dilakukan penekanan. "Persis. Harus dilakukan bersamaan agar daya gedornya lebih kuat. Kalau cenderung didiamkan, akan mengendap dan jadi preseden buruk," tegasnya.
Upaya menggulirkan pansus atau interpelasi terkait pertambangan jadi ujian DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan. Dua hal itu memang tak mudah. Selain perbedaan pertimbangan urusan strategi politik di kalangan anggota dewan, masalah pertambangan di Kaltim diklaim melibatkan lingkaran kepentingan elite yang terlalu besar. Tak hanya orang-orang di daerah, bisa jadi penghambat penanganan perbaikan tata kelola tambang di Kaltim juga dipengaruhi elite pusat.
Pengamat politik yang juga akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Unmul Lutfi Wahyudi mengatakan, saat ini, bagi para legislator yang hendak membuat pansus terkait masalah batu bara, tugasnya adalah meyakinkan anggota lain. Namun, setelah meyakinkan, tak lantas semua urusan bakal jadi mudah. Untuk meyakinkan itu saja, menurut Lutfi, bukan perkara mudah. Sebab, bisnis tambang adalah bisnis yang sangat kompleks dan problematik. Hal ini tidak hanya di Kaltim dan di sektor batu bara.
"Tiap bisnis energi yang berkaitan dengan pengusaha besar pasti akan rumit. Fenomena di DPRD tentang pansus itu menggambarkan betapa rumitnya urusan pertambangan," jelasnya. Dia memperkirakan untuk mewujudkan pansus pertambangan bakal sulit. Bahkan ketika terbentuk, pansus juga bisa berjalan tak ideal. Sebab, banyak kepentingan dan bisa saja masuk angin. Urusan pertambangan relasinya tidak hanya di Kaltim. Tetapi juga di pusat. Sementara, partai-partai di daerah tentu juga memiliki pemimpin di pusat. Bukan tidak mungkin, ada pula kepentingan pemimpin partai di pusat terhadap tambang-tambang di Kaltim.
"Upaya untuk meyakinkan perlu trik-trik jitu. Karena agak sulit. Karena yang berjaringan tidak hanya lokal, bisa tapi juga nasional, bahkan global. sebab ini kaitannya dengan energi, ekonomi, dan kaitan dengan uang. Nah kalau berkaitan dengan uang, pasti side effect itu kekuasaan," jelasnya.
Itulah mengapa pembentukan pansus akan rumit. Bahkan ketika pansus itu terbentuk, jalannya akan berat juga. Interpelasi maupun pansus sama-sama memiliki tekanan. Namun, perlu diingat, sebut Lutfi, lembaga politik itu kalkulasinya tidak mudah.
Hitungannya bersifat latar belakang dan prediktif. Apabila pansus mau berjalan ideal, dia menyampaikan bahwa kuncinya di DPRD. Parlemen harus bisa membangun image bahwa tambang ilegal atau kerusakan lingkungan adalah musuh bersama. Jadi, perlu kemauan kuat dari para legislator. Apalagi DPRD punya kekuasaan besar untuk meminta pendapat, mempertanyakan dan lain-lain. Lutfi juga melihat Gubernur Kaltim Isran Noor sebenarnya juga merasa kesal karena kewenangan pemerintah daerah terkait pertambangan tak ada lagi. Sementara, tata kelola tambang sudah memunculkan banyak masalah dan pemerintah provinsi tidak dapat melakukan penindakan.
Diwartakan sebelumnya, Ketua Fraksi Golkar DPRD Kaltim Sarkowi V Zahry mengatakan, pihaknya memberi atensi besar pada ragam permasalahan tambang di Kaltim. Menurutnya, perlu ada upaya untuk segera memperbaiki kondisi pertambangan yang selama ini menuai polemik. “Pada prinsipnya, fraksi kami (Golkar), kebetulan saya pimpinan fraksinya, saya setuju saja (dibentuk pansus pertambangan),” kata Sarkowi, Selasa (26/7). Dia menjelaskan, tugas pansus untuk memperjelas serta berupaya menemukan fakta-fakta dari polemik yang terjadi di masyarakat. Untuk diketahui, ada tiga permasalahan utama pertambangan di Benua Etam akhir-akhir ini. Mulai dugaan izin usaha pertambangan (IUP) asli tapi palsu bertanda tangan gubernur Kaltim, dana tanggung jawab sosial perusahaan tambang atau corporate social responsibility (CSR), hingga jaminan reklamasi (jamrek). Sarkowi melanjutkan, pansus tambang nantinya diharapkan bisa menemukan solusi. Lalu pemerintah daerah melakukan perbaikan.
Hanya, Sarkowi tidak menampik bila perlu upaya ekstra untuk mewujudkan pansus. Ada upaya politik. Sebab, mekanisme pembentukan pansus diatur. Pansus dibentuk DPRD dan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat sementara. Lalu, DPRD menetapkan susunan dan keanggotaan pansus berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. “Harus ada usulan anggota DPRD atau fraksi anggota dari fraksi yang berbeda. Sekarang sedang menggelinding dan bergulir, saat ini teman-teman sedang berkonsolidasi di fraksi masing-masing. Kalau Golkar setuju saja,” tegasnya.
Sementara itu, politikus PKB yang menjabat Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Syafruddin mengatakan, pembentukan pansus pertambangan saat ini sedang berproses. Dia pun termasuk legislator yang mendorong terbentuknya pansus tersebut. “Yang berkembang di DPRD itu kalau tidak salah pansus dan interpelasi,” kata pria yang akrab disapa Udin itu. Lanjut dia, DPRD sedang melakukan kajian untuk menyikapi polemik dengan pembentukan pansus. Melalui kajian, dia berharap kerja pansus lebih komprehensif, detail dan terbuka, serta melibatkan semua komisi. (riz/k16)
NOFFIYATUL CHALIMAH
[email protected]