Dengan vokalis anyar, Power Metal mengubah pilihan genre dan warna lirik dengan maksud merebut hati pendengar muda. Di dua show untuk memperkenalkan album terbaru, keinginan itu mulai membuahkan hasil.
FAHMI SAMASTUTI, Surabaya
SELERA makan Bais Gondrong langsung hilang setelah membaca pesan WhatsApp siang itu. Ipunk, gitaris Power Metal, memberinya tawaran yang sulit dia jawab: jadi vokalis band metal kenamaan asal Surabaya tersebut.
”Saya bingung jawabnya,” kenang mantan vokalis band Ninety Nine itu saat berkunjung ke redaksi Jawa Pos di Surabaya pada Kamis (21/7) pekan lalu.
Tawaran pada 21 April tahun lalu tersebut tidak mudah dijawab bukan hanya karena nama besar Power Metal, band yang telah melahirkan sepuluh album dengan sekian banyak hit. Tapi juga karena Bais sadar dirinya bakal menggantikan Arul Efansyah, vokalis sebelumnya yang sejak 1989 nada tingginya demikian identik dengan Power Metal.
Akhirnya bernegosiasilah Bais dengan Ipunk, satu-satunya personel formasi pertama Power Metal yang tersisa. Dari masalah kontrak hingga kesanggupan meninggalkan Medan, kota tempat Bais tinggal. ”Jam 14.00 dikontak, jam 17.00 deal,” lanjut Bais.
Bais memang sangat mengenal Power Metal. Sebab, dia lama berkiprah dalam band cover yang membawakan karya-karya band yang berdiri sejak 1987 itu.
Ipunk menyebutkan, untuk bisa sampai pada keputusan menawari Bais posisi yang ditinggalkan Arul tahun lalu itu, ada tahapan kurasi dan seleksi ketat yang kudu dilalui. Awalnya Bais dipantau lewat YouTube. Saat itu vokalis 39 tahun tersebut menyanyikan hit Steelheart She’s Gone dalam versi dinaikkan dua nada. Padahal, kunci aslinya saja sudah menyiksa tenggorokan.
Ipunk juga mengamati penampilan hingga cara bicara Bais via video. Setelah mantap, barulah dia mengajukan namanya ke grup WhatsApp Power Metal. ”Ya alhamdulillah, akhirnya awet sampai sekarang ini,” imbuhnya.
Dari band-band rock seangkatannya yang rata-rata dibesarkan festival besutan Log Zhelebour, Power Metal bisa dibilang ”the last man standing”. Memang masih ada Grass Rock, tapi dari sisi produktivitas, Power Metal jauh di atas.
Grass Rock terakhir merilis album pada 2016 yang merupakan album studio kelima mereka. Sedangkan Power Metal sudah menelurkan sebelas album, termasuk Power XI yang dirilis pekan lalu dengan Bais sebagai vokalis.
Power One (1991) yang diproduseri Log bisa dibilang album Power Metal yang paling banyak melahirkan hit. Dari Satu Jiwa serta Angkara yang kuat sentuhan heavy dan speed metal sampai balada semacam Bayangan Dirimu dan Pengakuan.
Peran Log memang sangat besar dalam tumbuh kembang Power Metal. Pemilik hit Timur Tragedi dan Sirna itu menjuarai festival besutan promotor asal Surabaya tersebut mulai level Jawa Timur, Jawa, sampai Indonesia. Power Metal juga berkembang dalam lingkungan musik Surabaya yang merupakan ladang subur band rock. Sejarahnya sudah terentang jauh ke belakang, termasuk turut melahirkan dua band legendaris AKA dan SAS.
Setelah melalui berkali-kali pergantian personel, selain Ipunk dan Bais, line-up Power Metal kini juga diisi Ekko Dinaya (drum), Baba Blunky (bas), dan Moryn Alfredo (kibor). Dengan formasi terbaru itu, Power Metal pun memilih menjajal jalur baru. Jika biasanya membawakan heavy metal bertempo cepat, kini mereka memilih progressive rock/metal yang lebih eksperimental.
Konsekuensinya jelas: stamina mereka ditantang dengan teknik permainan yang lebih njelimet. Di album ini pula, untuk kali pertama, Ipunk membawa gitar tujuh senarnya –yang dia miliki sejak 1988– masuk dapur rekaman.
Pembaruan itu tak cuma bertujuan memperkenalkan Bais. Tapi karena Power Metal juga ingin merebut hati pendengar muda. Karena itu, bukan hanya genre yang dikulik. ”Kami juga bawain lagu cinta. Di album ini saja ada dua. Pintu Hati dan Dilema, dua-duanya punya lirik galau anak muda,” ungkap Ekko.
Mengulik genre, lirik, atau sound adalah upaya sebuah band senior agar tetap relevan dengan zaman. Ada inti atau karakter yang tetap dipertahankan. Sembari merangkul elemen-elemen baru.
Eksperimen itu pun diujicobakan. Pertama, lewat showcase sekaligus rilis album di Colors Pub & Restaurant, Surabaya, pada 17 Juli lalu. Lalu di Kendari, Sulawesi Tenggara, pada 20 Juli.
Hasilnya? ”Kaget. Kami ngira yang nonton bakal banyak bapak-bapaknya. Ternyata, milenial yang mungkin belum lahir pas Power Metal ada juga muncul,” kelakar Ipunk.
Bais, Ipunk, maupun Ekko amat sadar, ”hilangnya” Arul bakal membelah respons fans. Tidak sedikit yang membanding-bandingkan vokal keduanya.
Namun, di dua panggung itu, Bais sukses membuktikan diri. Bahkan, Ekko mengakui, respons penonton di luar dugaan. ”Mereka positif. Ini yang bikin kami semangat. Ini saatnya kami bangkit lagi, menata diri, nggak bisa terpuruk terus,” tegas Ekko.
Di Power XI, Power Metal berpisah dengan label rekaman terdahulu lantaran masalah internal. Di album kesebelas itu, mereka akhirnya menggandeng 3F Records, label baru yang didirikan Ricky Coen Arifin, yang juga merangkap executive producer album tersebut.
Di industri musik, Ricky adalah orang baru. Dulunya dia investor di label rekaman lawas Power Metal. Ketika band itu keluar, dia segera mencabut investasinya. Namun, para personel Power Metal kadung cocok dengan Ricky. Mereka pun mendesak pria yang juga general manager hotel itu memproduseri album kesebelas.
”Saya bilang, ’Oke, dengan syarat, kalau istri saya ngasih izin.’ Ekspektasi saya, istri bilang nggak boleh. Eh, dia malah dukung,” papar Ricky seraya tergelak.
Setelah tercapai kesepakatan, produksi album pun mulai dikebut. Selama Februari–April 2022, kelima personel Power Metal melakukan workshop dan rekaman, dilanjutkan mixing dan mastering pada Mei 2022. ”Proses workshop molor dari target satu bulan. Gara-garanya, Ipunk cacar (air), nular ke yang lain,” imbuhnya.
Power Metal saat ini, menurut Ricky, punya pesona berbeda dari formasi sebelumnya. Dia menilai Bais punya ciri khas yang tak dipunyai Arul, yakni rentang vokal yang lebih lebar.
”Arul memang punya dasar yang tinggi, jadi dari awal lagu udah nggeber tinggi. Sementara Bais nada tinggi bisa, nada rendah pun bisa. Suaranya juga punya ciri khas serak,” paparnya.
Kritikus musik Paul Heru Wibowo pun menilai perubahan ”arah” Power Metal merupakan hal yang natural. ”Jalur yang ditempuh benar-benar segar. Kalau di 2013 dan zaman Arul, Power Metal itu pasti kebayangnya Iron Maiden. Sekarang lebih ke band progresif seperti Dream Theater,” ungkapnya ketika diwawancarai via telepon pada Senin (25/7).
Paul mengapresiasi keberanian Power Metal. ”Fans harus melepas anggapan, band itu memorabilia. Kasihan kalau Power Metal sudah bangkit dan meninggalkan zona nyaman, justru fansnya yang gagal move on,” tuturnya.
Power Metal, tambah Paul, mustahil kembali ke masa lalu. Bahkan meski umpama kelak Arul kembali. ”Usia dan stamina nggak bisa bohong. Mas Ipunk mungkin sudah nggak bisa secepat dulu. Suara Arul di XREAL (band Arul bersama mantan personel Power Metal lainnya, Red) pun, meski tinggi, nggak bisa menyamai rekaman lamanya,” terang dia. (*/c9/ttg)