BALIKPAPAN-Rencana pembangunan flyover atau jalan layang di Simpang Muara Rapak, Balikpapan, tidak mendapat rekomendasi Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT). Menurut KNKT, persoalan pada simpang lima yang menghubungkan Jalan Ahmad Yani di Balikpapan Tengah dengan Jalan Soekarno-Hatta di Balikpapan Utara, bukanlah kemacetan. Tetapi, masalah keselamatan yang disebabkan panjangnya turunan pada Jalan Soekarno-Hatta.
Sehingga, membahayakan apabila kendaraan mengalami masalah pengereman. Hal tersebut sempat disampaikan Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono dalam kunjungannya ke Balikpapan belum lama ini. Dia menerangkan, persoalan yang terjadi pada turunan Muara Rapak adalah geometri. Untuk kendaraan berat, geometri jalan tersebut cukup berbahaya, sehingga perlu dicarikan solusi untuk mengurangi kecuraman pada turunan tersebut.
“Flyover untuk memecah masalah lalu lintas. Yang jadi masalah adalah isu di Balikpapan adalah bukan kemacetan. Tetapi masalah keselamatan. Ketika rem blong masalahnya adalah turunan panjang. Dan masalahnya, ketika membangun flyover justru membuat turunan semakin panjang,” katanya. Oleh karena itu, pria yang sempat menjabat ketua Keamanan Operasi dan Teknik INACA ini berpesan, kajian mengenai pembangunan flyover Muara Rapak diperdalam lagi. Nantinya, apabila hasil analisisnya menyebutkan bahwa solusinya adalah membangun flyover, maka hal tersebut tidak menjadi masalah.
Namun, perlu memperhitungkan aspek kegagalan dan bahaya dari pembangunan jalan layang Muara Rapak. “Kami tidak melarang dibangun flyover. Tetapi kalau memang itu solusinya dan sudah dikaji dengan benar, ya monggo (silakan)saja,” ungkapnya. Soerjanto mencontohkan pembangunan Flyover Kretek untuk mengurai kepadatan lalu lintas di perlintasan kereta api Paguyangan, Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah. Jalan layang yang resmi beroperasi sejak Agustus 2017 itu, dibangun atas dasar kemacetan panjang hingga 30 kilometer saat masa arus mudik Lebaran.
Akan tetapi, setelah dibuat flyover, dalam 3 bulan terjadi 13 kali kecelakaan. Memakan korban 9 orang meninggal dunia. Lanjut dia, kecelakaan umumnya didominasi oleh angkutan barang bermuatan berat. “Jangan sampai masalah kemacetannya hilang. Tapi menimbulkan masalah lain, seperti di Kretek,” pesannya. Investigator senior KNKT Ahmad Wildan menambahkan, permasalahan yang terjadi pada Simpang Muara Rapak bukan kemacetan. Tetapi masalah keselamatan saat kendaraan mengalami rem blong.
Sebab kondisi jalanan pada jalan tersebut adalah turunan panjang. Sehingga, jika dibangun flyover, justru akan menambah panjang turunan dan akan memunculkan persoalan baru. Flyover naik dan turun yang menjadi masalah. “Makanya coba dikaji lagi. Masalah di Simpang Rapak selesai, tetapi masalahnya pindah ke sebelahnya. Ketika di jalan menurun,” katanya. Selain pada Flyover Kretek, buruknya manajemen rekayasa lalu lintas dan menimbulkan banyak kecelakaan lalu lintas juga terjadi pada perempatan Kumpulrejo atau Salib Putih, Salatiga, Jawa Tengah. Pembangunan jalan layang di kawasan tersebut, justru memperpanjang turunan dan membuat kelandaian jalan (slope) semakin besar. Dan akhirnya panjang landai kritisnya juga bertambah besar.
Sehingga membuat kasus kecelakaan akibat pembangunan jalan layang semakin tinggi. “Jumlah korban meninggal di Salib Putih, Salatiga lebih banyak dari korban Covid-19. Ini menunjukkan adanya mitigasi yang tidak memperhitungkan. Kira-kira bisa jadi risikonya akan berpindah dan menambah,” terang dia. Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud menyerahkan sepenuhnya kebijakan penataan kemacetan maupun kecelakaan yang terjadi di Simpang Rapak kepada pemerintah pusat. Pasalnya, sebelumnya Pemkot Balikpapan sudah menyusun kajian sebagai solusi permasalahan di Simpang Rapak dengan membangun flyover.
“Kami dukung kebijakan apapun yang diberikan pemerintah pusat. Termasuk direkomendasikan atau tidaknya rencana pembangunan flyover di sana (Simpang Rapak),” katanya. Ketua DPD II Partai Golkar Balikpapan ini berharap ada solusi lainnya yang bisa diberikan pemerintah pusat. Sebagai pengganti tidak direkomendasikan pembangunan jalan layang pada simpang lima. “Mungkin ada skema lain. Termasuk melandaikan jalan, sehingga tidak harus pembangunan flyover dilaksanakan,” pungkas Rahmad. (riz/k16)
RIKIP AGUSTANI
[email protected]