Keputusan pemerintah menggratiskan pungutan ekspor crude palm oil (CPO) direspons datar oleh pelaku usaha maupun pengamat. Pasalnya, kebijakan ini diprediksi takkan bisa mempercepat pengosongan tangki-tangki CPO.
SAMARINDA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat stok akhir minyak sawit nasional per Mei 2022 melonjak jadi 7,23 juta ton. Naik signifikan dibandingkan posisi April 2022 yang tercatat sebesar 6,10 juta ton.
“Karena kondisi stok kita saat ini sangat tinggi, maka perlu juga kebijakan relaksasi untuk memperlancar ekspor," kata Sekjen Gapki Eddy Martono seperti dikutip CNBC Indonesia, Selasa (19/7). Eksportir, lanjutnya, membutuhkan kepastian izin 1-2 bulan sebelumnya untuk memudahkan negosiasi kapal. "Dengan kondisi stok yang abnormal, maka ini yang harus dikejar agar stok segera turun. Pastinya dengan ekspor yang lancar. Kendala ekspor sekarang utamanya masalah angkutan," sambungnya.
Selain itu, hanya dengan PMK No 115/2022 tidak bisa langsung mengosongkan stok ke posisi normal. Pemerintah, disebutnya perlu menghentikan dulu sementara kebijakan wajib pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO). "Paling tidak sementara dihilangkan dulu sampai stok CPO mendekati 3-4 juta ton. Kalau stok tetap tinggi akan menghambat kenaikan harga," kata Eddy.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (Paspi) Tungkot Sipayung persoalan stok CPO yang melimpah sekitar 8 jutaan ton saat ini jadi masalah kritis. Di mana, TBS petani tak tertampung sementara harga CPO dalam tren turun.
"Apakah penghapusan pungutan ekspor bisa selesaikan masalah tersebut? Secara umum pungutan nol, ekspor berpotensi akan meningkat. Apalagi dengan stok domestik yang cukup besar, luar biasa. Namun, dengan pasar CPO dunia yang sedang menurun, stok yang besar tersebut dan peningkatan ekspor akan membuat harga CPO dunia makin drop. Sehingga, akan menekan balik harga TBS petani," jelas Tungkot.
Dia menambahkan, jika tujuan pemerintah adalah mempercepat pengosongan tangki CPO dengan ekspor, lebih efektif dengan mencabut sementara kebijakan DMO dan DPO (domestic price obligation/ harga domestik).
"DPO CPO Rp 10.700 tidak dicabut, maka harga CPO domestik sulit di atas Rp 10.700. Cara yang paling tepat saat ini untuk mengosongkan tangki adalah percepat B35 atau B40," kata Tungkot. "Bahkan bisa B75 parsial untuk mesin yang stasioner seperti mesin PLN dan pabrik. Intinya, jangan buang stok yang besar itu ke pasar dunia yang tren harga sedang turun," kata Tungkot.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kutai Kartanegara Daru Widiyatmoko mengatakan, sejak diterbitkan 15 Juli lalu sampai sekarang belum berpengaruh terhadap harga TBS petani. Saat ini harga masih rendah, antara Rp 900-1.700 per kilogram. Memang kecenderungannya meningkat, namun kerugian petani masih jauh sebab harga sempat Rp 600 per kilogram.
“Penghapusan pungutan ekspor belum berpengaruh, entah masih proses atau seperti apa. Tapi, yang jelas pengaruhnya belum ada,” tegasnya.
Dia berharap, aturan ini bisa membuat tangki-tangki pabrik kelapa sawit (PKS) bisa kosong, sehingga penyerapan TBS bisa maksimal. Namun aturan ini, masih belum tentu bisa membuat aliran ekspor lebih cepat. Apalagi umur kebijakan ini hanya 45 hari, bisa aja pengaruhnya belum terlalu bisa dirasakan. Pembebasan pungutan ekspor ini terlalu singkat, belum mampu menstabilkan stok di pabrik.
“Kalau saya liat, dampaknya masih fifty-fifty terhadap TBS kelapa sawit. Sebab hampir seluruh pabrik tangki CPO penuh, jadi tidak bisa secepat itu dengan satu setengah bulan bisa menguras CPO kita. Butuh waktu lama agar semua bisa keluar dan penyerapan TBS bisa maksimal,” tuturnya.
Terpisah, Ketua Gapki Kaltim Muhammad Sjah Djafar mengatakan, kebijakan ini bisa membantu mengangkat harga TBS sawit petani. Namun, kebijakan ini selaras dengan relaksasi kebijakan mempermudah ekspor. Eksportir butuh kepastian izin 1-2 bulan sebelumnya. Sebab, mengatur kepastian kapal butuh waktu 1 sampai 2 bulan.
“Kondisi saat ini stok sangat tinggi. Kalau hanya pungutan ekspor jadi 0 persen, namun tidak ada kelancaran, maka stok bisa terus bertambah bahkan produksi bisa berhenti dan ini bisa menghambat kenaikan harga TBS petani,” ungkapnya.
Sehingga, seharusnya kebijakan pencabutan pungutan ekspor CPO juga diikuti dengan pencabutan DMO dan domestic price obligation (DPO). Diketahui, DMO dan DPO sebelumnya diberlakukan oleh pemerintah untuk menjaga kestabilan pasokan minyak goreng di pasaran, terlebih saat terjadi kelangkaan minyak goreng beberapa waktu lalu.
Seharusnya DMO dan DPO dicabut karena minyak goreng sudah tidak langka, tidak ada antrean minyak goreng. Kenapa mesti ada kewajiban lagi. Selain itu, terkait masa berlaku pencabutan pungutan ekspor CPO hingga 31 Agustus mendatang, jangka waktu tersebut belum dapat menstabilkan kondisi kelancaran ekspor.
“Seharusnya minimal 3 bulan, baru bisa memengaruhi kelancaran ekspor. Kalau hanya 45 hari belum bisa menstabilkan kondisi saat ini,” pungkasnya.
Diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani memangkas pungutan ekspor Dana Perkebunan Kelapa Sawit jadi nol mulai dari maksimal USD 200 per ton di harga maksimal biji sawit dan turunannya hingga 31 Juli 2022 dan maksimal USD 240 per 1 Agustus 2022.
Keputusan Sri Mulyani itu berlaku mulai 15 Juli 2022 dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 115/PMK.05/2022 Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan.
Tapi, jangan salah, tarif nol hanya berlaku sampai 31 Agustus 2022. Mulai 1 September 2022, pemerintah kembali mengenakan pungutan ekspor BPDPKS untuk biji sawit dan turunannya.
Besaran tarif per 1 September nanti tidak jauh berbeda dari rencana tarif yang seharusnya diberlakukan mulai 1 Agustus 2022 dalam PMK No 103/2022. Bedanya, beberapa tarif untuk batasan harga level tertentu, besaran di PMK 115/2022 lebih kecil.
Misalnya, untuk CPO dengan harga USD 1.450-1.500 per ton, pungutan ekspornya sebesar USD 220, sementara di PMK sebelumnya No 103/2022 besaran pungutan mencapai USD 235. (ndu/k15)
Catur Maiyulinda
@caturmaiyulinda