JAKARTA – Polri berupaya keras menangani kasus penembakan Brigadir Yosua secara transparan. Korps Bhayangkara membuka pintu selebar mungkin untuk permintaan keluarga Brigadir Yosua melakukan autopsi ulang atau ekshumasi. Pun, hari ini (20/7) keluarga Brigadir Yosua dan kuasa hukumnya akan didatangkan ke Bareskrim untuk mendapatkan penjelasan hasil autopsi yang telah dilakukan sebelumnya.
Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, autopsi ulang dalam istilah hukumnya merupakan ekshumasi. Yang dapat diartikan sebagai tindakan medis yang dilakukan atas dasar undang-undang dalam rangka pembuktian suatu tindakan pidana dengan menggali kembali jenazah.
"Penggalian kubur dalam rangka keadilan, dilakukan pihak berwenang. Dalam hal ini penyidik," terangnya.
Maka, karena keluarga melalui kuasa hukumnya meminta untuk ekshumasi, Polri merespons. Dia mengatakan, sesuai komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk setransparan mungkin menangani kasus. Maka, penyidik sangat terbuka untuk menindaklanjuti permintaan ekshumasi.
"Setelah komunikasi dengan Dirtipidum Bareskrim, dipastikan penyidik terbuka untuk ekshumasi," jelasnya
Dalam prosesnya, kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua bisa meminta ekshumasi itu kepada penyidik. Setelahnya, akan diproses. Dedi bahkan memastikan bahwa Polri akan mengakomodasi bila memang keluarga ingin autopsi dilakukan bersama dengan pihak luar. "Mau ambil dari pihak luar bisa dan kalau mau dari universitas kredibel juga bisa," tegasnya.
Dia mengatakan, perlu diketahui dalam melakukan proses autopsi memang harus dilakukan orang yang expert atau ahli. Biasanya juga dengan meminta bantuan pihak luar, agar hasilnya benar-benar sahih dan bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
"Autopsi yang dilakukan Kedokteran Forensik Polri ini juga berstandar internasional," ungkapnya.
Sebelum ekshumasi tersebut, lanjutnya, Polri juga mengundang keluarga dan kuasa hukum hari ini (20/7). Tujuannya untuk mendapatkan penjelasan terkait hasil autopsi jenazah Brigadir Yosua. "Penyidik bersama Kedokteran Forensik Polri akan sampaikan hasil autopsi," paparnya.
Dengan disampaikannya hasil autopsi tersebut, keluarga dan kuasa hukum akan lebih jelas memahaminya. Dia mengatakan, penjelasan hasil autopsi ini agar menghindari spekulasi terkait luka-luka yang ada di tubuh jenazah. "Luka ini karena benda ini, ini kan spekulasi. Yang tidak disampaikan expert dalam bidang itu," tuturnya.
Setelah mendapat penjelasan hasil autopsi, keluarga dan kuasa hukum bisa memberi merespons. Hasil penjelasan itu bisa disampaikan kepada masyarakat umum. "Kalau masih ragu hasil autopsi sebelumnya, silakan ajukan ekshumasi," urainya.
Terkait permintaan lain untuk menyita mobil yang digunakan Brigadir Yosua mengantar keluarga Irjen Ferdy Sambo ke Magelang, kadivhumas mengatakan, bahwa penyidik pasti memiliki pertimbangan objektif terkait barang bukti yang perlu disita. Bila memang diperlukan untuk barang bukti, pasti sudah diambil alih. "Agar kasus terang-benderang," jelasnya
Dedi juga memastikan bahwa kasus penembakan Brigadir Yosua kini diambil alih oleh Polda Metro Jaya. Pengambilalihan kasus karena Polda Metro Jaya memiliki sarana prasarana yang lebih baik untuk bisa mengungkap kasus tersebut. "Penyidiknya juga sangat berpengalaman, tapi penyidik Polres Jaksel tetap diajak," urainya.
Namun, dia memastikan pengambilalihan kasus dari Polres Jaksel ke Polda Metro Jaya tidak ada hubungannya dengan permintaan keluarga menonaktifkan Kapolres Jaksel. "Itu murni profesional," paparnya.
Untuk permintaan pencopotan terhadap karo paminal, Irjen Dedi mengatakan bahwa seperti yang dilakukan kapolri ke kadivpropam, semua itu karena mendengar aspirasi masyarakat. Agar penanganan kasus profesional, akuntabel, dan cepat. "Sehingga, tidak ada spekulasi," urainya.
Sementara, Kuasa Hukum Keluarga Brigadir Yosua, Johnson Panjaitan merespons terkait pengambilalihan kasus dari Polres Jaksel ke Polda Metro Jaya. Menurutnya, pengambilalihan kasus dari Polres Jaksel ke Polda Metro Jaya itu semakin buruk. "Sebab, seharusnya kasus ini ditangani Bareskrim, dari Mabes Polri langsung," terangnya.
Kasus tersebut sudah menjadi perhatian nasional. Dengan mendapatkan atensi Presiden Joko Widodo dan Menkopolhukam Mahfud MD. "Untuk apa tim khusus kalau ini ditangani Polda Metro Jaya. Masa tidak sadar kasus sudah segini besar," jelasnya.
Dia mengatakan, terkait permintaan ekshumasi, karena selama ini hubungan antara keluarga dengan Polri ini tidak seimbang. Tidak ada keadilan dalam komunikasi selama ini. "Misalnya, seakan-akan korban Brigadir Yosua ini dihadap-hadapkan dengan institusi," jelasnya.
Lalu, autopsi itu sama sekali tidak melibatkan keluarga. Tidak ada keluarga yang menyaksikan autopsi, tapi adik korban disuruh menandatanganinya. "Hanya akal-akalan saja," ungkapnya.
Dia memperingatkan, bahwa Brigadir Yosua itu anggota Brimob. Dengan kejadian semacam ini, maka Brimob juga seharusnya merasa dirugikan. Telah melatih dan mendidik anggota Brimob, lalu diambil kadivpropam dan malah terjadi penembakan semacam itu. "Seolah Brimob dilatih hanya untuk kejadian semacam itu," jelasnya. (idr/tyo/jpg/dwi/k15)