HARGA tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang ditetapkan Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim terus menurun. Sayangnya, harga di lapangan sudah lama jauh di bawah harga yang ditetapkan. Sampai sekarang, harga TBS masih mencapai Rp 800 per kilogramnya, harga tersebut jauh di bawah harga yang ditetapkan pada 1-15 Juli yang mencapai Rp 1.831 per kilogramnya.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kutai Kartanegara Daru Widiyatmoko mengatakan, harga TBS sudah tidak tertolong. Tidak banyak yang bisa dilakukan. Apalagi, pabrik kelapa sawit (PKS) juga belum bisa menyerap TBS para petani. Sehingga, harga sekarang masih Rp 800 per kilogramnya.
“Walaupun harga yang ditetapkan Disbun Kaltim mencapai Rp 1.831 per kilogram, namun tetap saja belum sesuai harga yang di lapangan,” ungkapnya, Minggu (17/7).
Dia menjelaskan, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah juga belum bisa menolong harga TBS. Salah satunya, pemerintah telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh kepala daerah, agar TBS petani dibeli minimal Rp 1.600 per kilogramnya. Tetapi, harga tetap saja masih rendah.
Surat pemerintah tersebut ditandatangani Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo pada tanggal 30 Juni 2022. Surat bernomor 144/KB.310/M/6/2022 itu ditujukan kepada Gubernur/Bupati/Walikota seluruh Indonesia yang daerahnya menjadi sentra sawit. Kepada kepala daerah diminta untuk mengusahakan harga tetap stabil, demi pembantu para petani sawit dan pabrik kelapa sawit.
“Jangankan harga yang ditetapkan Disbun, surat edaran menteri saja tidak berpengaruh. Padahal, sudah jelas, PKS sudah berkomitmen untuk membeli minimal Rp 1.600 per kilogramnya. Namun, ternyata sampai sekarang tidak ada perubahan,” jelasnya.
Dia menjelaskan, rendahnya harga saat ini membuat para petani sama sekali tidak mendapatkan untung. Harga saat ini hanya menutup biaya panen, transportasi, bongkar muat, dan lainnya. Tapi, tidak ada margin keuntungan. Kecuali memang pemilik lahan mengerjakan sendiri, bisa saja mendapatkan untung.
Para petani kelapa sawit sudah berkoordinasi dengan dinas perkebunan kabupaten maupun provinsi. Namun, memang tidak ada kewenangan, dalam artian tidak bisa memberikan sanksi untuk para PKS yang membeli di bawah harga yang telah ditetapkan.
“Jadi, saat ini para petani pasrah saja, memang tidak bisa saling menyalahkan juga rendahnya harga TBS saat ini. Sehingga, benar-benar para petani tidak bisa tertolong lagi, dengan harga yang rendah ini,” tuturnya.
Sekarang, masih masih banyak PKS yang tutup. Ada yang masih buka-tutup, tapi ada juga yang sudah tutup permanen selama. Di Sebulu misalnya, ada dua PKS yang tutup secara penuh. Hal itu disebabkan tangki-tangki PKS sudah penuh, dan tidak bisa menyerap TBS para petani lagi. Sehingga, para petani juga tidak bisa menyalahkan PKS, karena memang tangkinya penuh. (ndu/k15)
Catur Maiyulinda
@caturmaiyulinda