BATU - Polda Jatim telah menerima limpahan kasus dugaan eksploitasi ekonomi pada anak di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI), Kota Batu, Jawa Timur, yang melibatkan Julianto Eka Putra (JEP). Untuk saat ini, status terdakwa kasus pelecehan seksual kepada 9 siswi sekolah yang didirikannya tersebut, masih berstatus terlapor.
Kemarin pagi sekitar pukul 09.00(13/7), tim INAFIS Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) melakukan olah TKP (tempat kejadian perkara) di SMS SPI. "Berdasarkan laporan ada 6 orang korban yang melaporkan kasus eksploitasi ekonomi. Kalau sementara ini statusnya masih terlapor. Tapi, setelah olah TKP ini harapannya semuanya bisa terang benderang," ujar Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto yang turut memantau jalannya olah TKP seperti dilansir Jawa Pos Radar Malang.
Jeffrey Simatupang, kuasa hukum JEP, juga hadir di lokasi. Polda Jatim menerima limpahan kasus baru tersebut dari Polda Bali. Laporan itu sendiri diterima Polda Bali pada 14 April lalu.
R, salah seorang pelapor yang merupakan warga Bali, mengaku mengalami eksploitasi secara ekonomi mulai 2010. Dia masih berusia 15 tahun ketika itu. Dugaan eksploitasi yang dia alami adalah jam kerja yang tak manusiawi dan tidak mendapat upah di beberapa bidang usaha milik sekolah tersebut.
Dirmanto menjelaskan, laporan korban berkaitan dengan pasal 761 i juncto pasal 88 UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. “Jadi, setiap orang dilarang menempatkan dan menyuruh melakukan eksploitasi ekonomi terhadap anak. Untuk ancaman hukumannya disebutkan pidana penjara paling lama 10 tahun," katanya.
Dirmanto mengungkapkan, para korban tidak dipatok biaya selama sekolah. Tetapi, mereka harus mendukung kegiatan ekonomi di lingkunganya. "SPI punya banyak unit usaha. Nah, pada prosesnya pelapor diminta membantu," tuturnya.
Olah TKP tersebut dipimpin Ditreskrimum Polda Jatim Kombes Pol Totok Suharyanto. "Ada 12 titik yang terduga digunakan sebagai eksploitasi ekonomi. Gambarannya, ada tempat produksi atau marketing dan wahana yang biasa digunakan untuk kunjungan tamu," jelasnya.
Pihaknya, lanjut Totok, juga menemukan dokumen nama-nama siswa mulai 2008 hingga 2010. Totok juga menyebut, olah TKP yang berakhir pukul 12.37 itu telah menghadirkan dua orang pelapor: OL dan WY. Keduanya didampingi oleh kuasa hukum masing-masing.
Mengenai status Julianto yang saat ini menjadi tahanan karena kasus lain, menurut Totok tidak menggurkan proses hukum yang berjalan. Dugaan eksploitasi tetap bisa diproses. "Beda kasus. Jadi, bisa diteruskan," jelasnya.
Sementara itu, Kayat Hariyanto, salah seorang kuasa hukum korban, mengatakan, sejumlah korban eksploitasi ekonomi anak tersebut dipekerjakan dan diberikan gaji yang minim. "Kelas satu SMA dibayar Rp100 ribu per bulan. Kemudian, kelas dua dan tiga naik menjadi Rp 200 ribu per bulan. Namun, uang itu tidak diberikan dan katanya ditabung," terangnya.
Kayat juga menjelaskan, para siswa SPI Kota Batu yang menjadi pelapor kasus eksploitasi ekonomi tidak mendapatkan kesepakatan kerja. Sejumlah siswa harus melayani para tamu yang datang ke area SPI.
Sementara itu, setelah olah TKP selesai, Jeffry Simatupang meyakini dugaan eksploitasi anak itu tidak benar. Tapi, pihaknya bakal akan taat dan menghormati institusi hukum. "Ya, kami tidak gentar menanggapi hal ini. Intinya, selama ada surat tugas atau perintah bahkan dasar hukumnya kami akan taat," katanya (ifa/biy/edi/ttg).