Pemerintah pusat sudah turun tangan. Mengatasi rendahnya harga TBS kelapa sawit di tingkat petani. Tapi sayang, belum terlihat hasilnya. Harganya masih dijual murah di bawah ketentuan.
SAMARINDA–Pemerintah telah berupaya mendongkrak harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani. Salah satunya, pemerintah sudah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh kepala daerah, agar TBS petani dibeli minimal Rp 1.600 per kilogram. Tetapi harga tetap saja masih rendah, bahkan di Kaltim hanya Rp 800 per kilogramnya.
Surat pemerintah tersebut ditandatangani Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo pada 30 Juni 2022. Surat bernomor 144/KB.310/M/6/2022 itu ditujukan kepada gubernur/bupati/wali kota seluruh Indonesia yang daerahnya menjadi sentra sawit. Kepada kepala daerah diminta untuk mengusahakan harga tetap stabil, demi membantu para petani sawit dan pabrik kelapa sawit.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kutai Kartanegara Daru Widiyatmoko mengatakan, surat edaran itu sudah sepekan diterbitkan. Namun tidak ada perubahan. Padahal sudah jelas, pabrik kelapa sawit (PKS) berkomitmen membeli minimal Rp 1.600 per kilogramnya. Namun ternyata sampai sekarang tidak ada perubahan. Bahkan harga terus menurun hanya Rp 800 per kilogramnya.
“Sudah ada edaran Menteri Pertanian, namun tidak dijalankan oleh perusahaan. Dalam edaran tersebut, para PKS memberikan komitmen untuk membeli TBS para petani minimal Rp 1.600 per kilogram. Namun di lapangan harga TBS hanya Rp 800 per kilogram,” katanya, Kamis (7/7).
Dia menjelaskan, harga tersebut juga jauh dibandingkan harga yang ditetapkan Dinas Perkebunan Kaltim yang mencapai Rp 2.349 per kilogram. Sehingga banyak kebijakan yang dilanggar. Saat ini harga sangat rendah, bahkan mengalahkan rendahnya harga TBS pada 2008–2010 lalu.
Rendahnya harga saat ini membuat para petani tidak mendapatkan untung. Harga saat ini hanya menutup biaya panen, transportasi, bongkar muat, dan lainnya. Kecuali memang pemilik lahan mengerjakan sendiri, bisa saja mendapatkan untung, tapi itu juga kecil. “Harga yang rendah ini, tentu membuat hidup petani sawit megap-megap,” ungkapnya.
Menurut dia, para petani kelapa sawit sudah berkoordinasi dengan Dinas Perkebunan kabupaten maupun provinsi. Namun memang tidak ada kewenangan, dalam arti tidak bisa memberikan sanksi untuk para PKS yang membeli di bawah harga yang telah ditetapkan. Sehingga walaupun harga rendah, surat edaran menteri tidak diindahkan tetap saja pemerintah tidak bisa melakukan banyak hal. “Jadi saat ini para petani pasrah saja. Memang tidak bisa saling menyalahkan juga rendahnya harga TBS saat ini,” ungkapnya.
Daru menyebut, saat ini masih banyak PKS yang tutup. Ada yang buka-tutup, tapi ada juga yang sudah tutup permanen sejak Juni. Di Sebulu, Kutai Kartanegara, misalnya, ada dua PKS yang tutup secara penuh. Itu disebabkan tangki-tangki PKS sudah penuh dan tidak bisa menyerap TBS para petani lagi. Sehingga para petani juga tidak bisa menyalahkan PKS, karena memang tangkinya penuh.
“Yang punya pabrik juga tidak bisa menjual, jadi penyerapan TBS juga tersendat. Tapi memang disayangkan komitmen PKS tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga edaran menteri tidak bisa mendongkrak rendahnya harga TBS saat ini,” pungkasnya. (rom/k8)
CATUR MAIYULINDA
@caturmaiyulinda