DOKUMEN PRIBADI
KREATIF MENGHASILKAN: Ali Luthfi mengembangkan hidroponik di green house miliknya di Teluk Pandan, Kutai Timur.
Mulanya hanya menanam semangka dengan sistem konvensional. Ternyata tanah di kebun miliknya tidak cocok. Hingga dipertemukan dengan sistem hidroponik. Kini hasilkan produk unggulan dengan tingginya permintaan.
RADEN RORO MIRA, Bontang
[email protected]
KETERTARIKAN di dunia pertanian sudah ada sejak dulu. Luthfi coba merealisasikan lewat bisnis semangka dan melon pada 2017–2019. Bekerja sama dengan petani dan sistem bagi hasil. Dia menyediakan lahan dan permodalan, petani sekitar Teluk Pandan, Kutai Timur, yang menggarap.
“Awalnya enggak punya dasar, modal senang, dan lihat peluang. Setelah dijalani ternyata rumit, kondisi tanah, air, dan banyak faktor kalau konvensional. Setelah tiga tahun baru sadar, alhamdulillah enggak pernah untung,” bebernya lalu tergelak.
Dia melihat kondisi di lapangan bila lahan miliknya memiliki kontur agak miring, unsur hara pun tipis. Sulit mengembangkan pertanian model umum. Lalu pada 2020, dia mengenal hidroponik.
Membangun instalasi di belakang rumah. Nekat untuk langsung menerapkan dutch bucket system untuk mengembangkan varietas melon. Dia juga aktif mengikuti pelatihan hingga gabung komunitas terkait. Menyelami lebih dalam tentang hidroponik.
“Bisa dibilang melon itu yang susah kalau di hidroponik, saya coba langsung yang susahnya. Saking percaya dirinya, saya nekat bangun green house di Teluk Pandan. Padahal, belum panen yang uji coba pertama di rumah (Bontang),” ungkapnya lalu tertawa kecil.
Green house berukuran 20x20 meter itu memiliki populasi 1.400 pohon. Luthfi menyadari jika skalanya tentu lebih besar. Bila dulu sistem bagi hasil, kini dia mencari karyawan untuk membantu dalam perawatan.
Diakui sepanjang 2020, Luthfi mencari formula yang tepat. “Mungkin saya sudah trial 40-an jenis varietas melon. Dan sekarang yang diterima dan cocok di konsumen ada delapan varietas. Cari pupuk yang pas. Dulu beli, sekarang bisa produksi atau racik sendiri,” jelasnya.
Seiring waktu, dia membangun green house kedua dan ketiga. Hingga kini total ada enam green house berdiri di lahan seluas 2 hektare. Tiga untuk melon dan sisanya khusus sayur. Namun, satu khusus sayur masih tahap pembangunan.
Dari sayur, dia melihat permintaan yang tinggi. Kini ada empat pegawai khusus di bagian produksi, bagian konstruksi tiga orang, ada pula sopir untuk operasional. Sebab, pasar produknya adalah Bontang.
“Kebetulan untuk pemasaran dikomandoi istri. Jadi misal panen sayur, itu dia sudah ada list siapa saja yang pesan. Dan 70 persen masih pegang sendiri untuk antar selain memberdayakan kurir. Setiap pagi habis subuh sebelum berangkat kerja,” ucap pegawai PT Pupuk Kaltim itu.
Untuk melon, setiap bulan panen dan sayur sehari dua kali. Dia mengakui bila mengembangkan hidroponik tidak “rewel”, pengukuran lewat alat dan memudahkan. Bukan yang mesti dipantau setiap waktu.
“Ada yang jadi kepala kebun di sana. Jadi saya tinggal cek saja. Bagaimana nutrisi hari ini, kalau untuk melon saya minta cek pagi dan sore. Nah sayur saya minta setiap pagi, siang, dan sore,” ungkap pria kelahiran 1986 itu.
Bicara pemberdayaan, diakui Luthfi, cukup sulit. Dia inginnya, karyawan yang gabung bersamanya di Bara Farm adalah pemuda sekitar Teluk Pandan. Namun masih minim yang tertarik.
Namun terlepas dari itu, sebagai Duta Petani Milenial Bontang, dia sudah menggaet beberapa anak muda yang tertarik menanam. “Saya ajak ke green house. Menjelaskan bahwa ini peluang usaha yang luar biasa. Pokoknya yakin dan seriusi dengan apa yang mau ditanam,” ucap dia.
Apa yang dia raih sekarang bukan hasil instan. Melewati gagal bertahun-tahun. Namun semangat dan tujuan peluang itu yang jadi acuan. Salah satu yang menjadi “gong” bagi Luthfi yakni saat kunjungan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada September 2021 lalu ke Bontang. “Dari situ mulai dikenal. Dan mereka jadi tahu, ternyata ada toh (yang kayak saya) di Bontang,” lanjutnya.
Dengan hidroponik, Luthfi membeberkan bisa menyusun pemasaran mulai produksi hingga ke tangan konsumen. Petani bisa memiliki nilai ekonomi lebih. “Keuntungan terbesar itu ada di pemasaran. Kebanyakan petani kan produksi saja. Mindset itu yang harus diubah, kalau menanam produk yang bagus, kenapa enggak dikelola pasarnya sendiri ‘kan?” sebutnya,
Permintaan akan produk hidroponik yang dikembangkan Luthfi cukup tinggi. Apalagi varietas melonnya yang kini semakin dikenal. “Omzet sayur dulu cuma berapa puluh ribu. Sekarang sayur dan melon mulai stabil di angka Rp 100 jutaan per bulan,” katanya.
Tahun depan, dia berencana menggenapkan enam green house khusus melon. Sehingga akan menambah tiga lagi. Panen yang mulanya setiap bulan, bisa menjadi setiap pekan. Memenuhi permintaan pasar. Walau diakui itu pun masih kewalahan.
“Sayur rencana tambah satu, tapi di Bontang sekaligus sebagai tempat pemasaran offline. Karena selama ini masih drop di rumah. Jadi lantai bawah sebagai tokonya, di atas kita bangun green house sayur,” tutupnya. (rom/k8)