MERAUKE – Insiden berdarah terjadi di Rumah Sakit Jenderal TNI L.B. Moerdani, Merauke, Papua, Selasa (5/7). Kepala Rumah Sakit (Karumkit) Mayor CKM dr Beny Arjihans tiba-tiba ditusuk anak buahnya sendiri, Sertu MA. Akibat tikaman tersebut, perwira TNI yang juga dokter ahli bedah itu tewas.
Komandan Korem (Danrem) 174/ATW Brigjen TNI E. Reza Pahlevi mengungkapkan, penyerangan dan penikaman itu terjadi sekitar pukul 09.45 WIT. ’’Kejadiannya spontanitas,’’ katanya seperti dilansir Cenderawasih Pos.
Penusukan itu terjadi ketika korban baru selesai menggelar apel pagi. Beny lalu masuk ke dalam ruangan UGD. ’’Saat membuka pintu, korban ditikam dari belakang menggunakan pisau dapur,’’ ucap Danrem. Pisau itu menancap di punggung korban. Saking kerasnya tikaman, pisau dapur itu menancap hingga kedalaman sekitar 23 cm. ’’Karena di sebelah kiri, kira-kira yang kena paru-paru,’’ terangnya.
Beny sempat dilarikan ke Rumah Sakit Angkatan Laut Merauke untuk mendapat penanganan medis. Namun, nyawanya tidak tertolong. Hingga Beny dinyatakan meninggal, pisau dapur itu masih menancap di tubuhnya. Soal motif penikaman, Danrem Reza Pahlevi menyebut masih didalami. Sebab, menurut dia, insiden tersebut dilakukan secara spontan. Pihaknya juga masih mendalami hubungan antara korban dan pelaku. Yang jelas, Sertu MA langsung diamankan dan dibawa ke Detasemen POM untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. ’’Sudah pasti dipecat dan diberi hukuman seberat-beratnya,’’ tegasnya.
Danrem menyebut, Beny adalah perwira yang baik. Dia juga merupakan satu-satunya dokter ahli bedah di Merauke. ’’Beliau ini aset TNI-AD, kita merasa sangat kehilangan,’’ ucapnya.
Jenazah Beny sejatinya akan dipulangkan ke kampung halamannya di Cimahi, Jawa Barat, kemarin. Namun, karena pesawat sore tidak ada, jenazahnya disemayamkan terlebih dahulu di Rumah Sakit Jenderal TNI L.B. Moerdani. Rencananya, hari ini jenazahnya diterbangkan ke Jakarta.
Secara terpisah, Kapendam XVII Cenderawasih Letkol Kav Herman Taryaman mengatakan, Sertu MA telah diringkus Denpom XVII-3 Merauke. Dia adalah anggota TNI-AD yang bertugas sebagai perawat di UGD RS Jenderal TNI L.B. Moerdani. Sertu MA disebut baru lulus dari akademi perawat (akper).
Kapendam menjelaskan, kejadian bermula saat korban melaksanakan apel pagi bersama seluruh personelnya sekitar pukul 08.00. Saat itu, Sertu MA terlambat. Dia tidak ikut apel. Beny lantas menghukum MA. Dia diperintah lari berkeliling. Selang 5 menit kemudian, Sertu MA kembali ke tempat apel dan menyampaikan kekesalannya, lalu menuju motornya. Dia mengambil pisau yang disimpan di dalam jok motor. Sertu MA yang dipenuhi amarah itu lantas menuju ruang UGD untuk menghampiri Beny. Begitu melihat atasannya itu, dia langsung menghunjamkan pisau sepanjang sekitar 30 cm tersebut ke punggung Beny. ’’Akibat penikaman tersebut, Mayor CKM dr Beny dibawa ke RSAL Merauke. Namun, sekitar pukul 11.00 WIT, Karumkit RSAL Letkol Laut dr Nursito menyatakan bahwa Mayor Beny meninggal dunia,” beber Kapendam.
Mengapa Sertu MA kesal dihukum lari oleh atasannya sendiri? Menurut informasi yang diterima Cenderawasih Pos, dua bulan lalu Sertu MA mengalami kecelakaan. Akibat kecelakaan itu, bahunya patah dan harus dipasang pen. Kemungkinan Sertu MA kesal karena kondisi tubuhnya belum 100 persen pulih, tetapi dihukum lari oleh pimpinannya.
Mengenai pisau yang dia simpan di jok motor, sebenarnya itu disiapkan untuk memasak. Sebab, Sertu MA suka memasak jika kebagian piket malam. Rumah sakit tempatnya berdinas memang memiliki pisau. Namun, Sertu MA merasa pisau tersebut kurang tajam. ’’Untuk mempertanggungjawabkan tindakannya, pelaku dibawa ke Denpom XVII-3 Merauke untuk menjalani proses penyelidikan lebih lanjut serta dipastikan akan diproses hukum,” tegas Kapendam.
Kabar meninggalnya Beny menyebar dengan cepat di media sosial. Ucapan dukacita pun mengalir. Terutama dari teman-teman Beny sesama alumnus SMAN 2 Cimahi angkatan 1995. Ucapan duka juga datang dari mantan teman kuliahnya. Beny merupakan alumnus Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro angkatan 2012. Akun Facebook IKA Medica (Ikatan Alumni FK Undip) menulis status ’’Turut berduka cita atas meninggalnya sahabat, rekan sejawat kita Mayor CKM dr Benny Arjihans, Sp.B., M.Si.Med. Semoga diampuni segala dosa dan diterima amal ibadahnya. Serta keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kesabaran. Amin.’’
Beny menjabat Karumkit Jenderal L.B. Moerdani Merauke pada 2021. Bersamaan dengan jabatan tersebut, pangkatnya naik menjadi mayor. Sebelumnya, dia menjabat kepala Rumah Sakit TNI (RST) Tingkat IV Iskandar Muda IM 07-02 Meulaboh dengan pangkat kapten.
Pemerhati isu-isu militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyampaikan, potensi konflik antarprajurit TNI memang bisa terjadi di mana saja. ”Kenyataannya, persoalan kecil saja sudah bisa memicu perkelahian, bahkan kontak senjata,” terang Fahmi. Hal itu jelas membahayakan banyak pihak. Meski belum jelas duduk persoalan dan penyebab konflik antara Sertu MA dan Mayor Beny, Fahmi menyatakan bahwa konflik antarprajurit merupakan penyakit kambuhan yang tidak pernah diobati dengan baik.
”Kuncinya ada pada pembenahan integritas moral dan praktik-praktik kepemimpinan, terutama bagi para pimpinan perwira di lapangan,” jelasnya. Menurut Fahmi, para pimpinan itu mestinya paling dulu menerapkan kedisiplinan, kepatuhan, dan kesadaran untuk tidak melakukan tindakan yang memalukan dan merusak nama baik korps. ”Dan itu akan menjadi teladan bagi para personel di bawahnya,” terangnya. Dalam kasus di Merauke, dia menilai perlu dilihat lebih jauh komunikasi yang terjadi antara korban dan pelaku.
Dalam kasus terdahulu, lanjut Fahmi, tindakan atasan yang berlebihan menjadi penyebab konflik. ”Karena ada sejumlah kasus yang terkait dengan perlakuan kurang manusiawi. Baik verbal maupun fisik,” imbuhnya. Karena itu, dia menyatakan, sangat penting bagi setiap atasan untuk memahami kondisi dan situasi di tempat tugas dengan baik. Sebaliknya, para bawahan juga wajib taat aturan. (ulo/ade/nat/syn/c17/oni)