Dibangun sejak 2015, Jembatan Pulau Balang resmi rampung pada 6 Januari 2022. Namun, sayang nasibnya bak Jembatan Abunawas. Infrastruktur itu tak bisa langsung dilintasi meski sudah terbangun.
MIMPI pemerintah dan warga, agar Balikpapan dan Penajam Paser Utara (PPU) terhubung sudah terwujud. Lewat Jembatan Pulau Balang. Namun, agar infrastruktur itu bisa dilintasi warga, kini masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Jalan pendekat di sisi Kota Minyak belum terbangun.
Padahal jembatan yang menghabiskan anggaran Rp 1,43 triliun itu bisa membuka konektivitas baru untuk trans Kalimantan. Hingga menjadi akses menuju Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim Junaidi menjelaskan, jalan pendekat Jembatan Pulau Balang terus berproses. Teranyar, dirinya akan mengadakan rapat koordinasi dengan Pemprov Kaltim. Audiensi khusus bersama Gubernur Kaltim Isran Noor untuk mengetahui persis lokasi lahan yang akan dibangun jalan. “Kami (BBPJN Kaltim) akan audiensi dulu dengan Pak Gubernur. Ingin tahu penlok (penetapan lokasi),” kata Junaidi, Jumat (25/3).
Diketahui, sejak awal akses penghubung menuju jembatan di sisi Balikpapan tak pernah tuntas sejak awal pembangunan jembatan yang memiliki bentang panjang 804 meter itu. Sementara di sisi PPU, jalan pendekat telah selesai dibangun oleh Pemkab PPU sejak 2017 lalu. Akses jalan dari Jembatan Pulau Balang, Kelurahan Pantai Lango ke Kelurahan Riko, Kecamatan Penajam yang selesai dibangun tersebut merupakan perencanaan Pemkab PPU.

Sementara akses jalan pendekat Jembatan Pulau Balang di sisi PPU berdasarkan perencanaan Pemprov Kaltim belum dibangun. Akses pendekat sesuai perencanaan Pemprov Kaltim yakni jalan dari Pantai Lango, Kelurahan Gersik, Kelurahan Jenebora, Kelurahan Buluminung sampai Kelurahan Penajam. “Kami tahu di sisi Balikpapan masih ada persoalan di lahan. Tetapi ini telah dibahas dan akan diselesaikan tahun ini juga,” ungkap Junaidi.
Di sisi Balikpapan pula, Junaidi menjelaskan, jalan akan terintegrasi dengan trase Tol Balikpapan–Samarinda (Balsam). Dari Kelurahan Karang Joang menuju Kariangau, langsung ke Jembatan Pulau Balang. Dampaknya, terjadi perubahan lebar jalan. Dari 75 meter, menjadi 120 meter. Perluasan itu mempertimbangkan keperluan untuk pembangunan jalur kereta api.
“Ini pertimbangan ke depan sebagaimana proyeksi transportasi menuju IKN yang menggunakan kereta api. Jadi, begitu proyek dimulai, lahannya sudah siap. Enggak dua kali kerja,” terangnya.
Junaidi optimistis, tahun ini lahan sudah bisa dibebaskan. Apalagi pembangunan jalan pendekat Jembatan Pulau Balang sisi Balikpapan akan masuk perencanaan tol menuju IKN. Pengadaan lahan proyek yang berlokasi di Kelurahan Kariangau, Kecamatan Balikpapan Barat itu ditangani Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Artinya bakal ditanggung sepenuhnya oleh APBN. Di mana sebelumnya kewajiban pembebasan lahan itu merupakan tanggung jawab Pemprov Kaltim.
Untuk nominal anggaran, dirinya belum bisa memastikan. Namun, mengutip pernyataan Junaidi sebelumnya pada Januari lalu, keperluan anggaran pembebasan lahan seluas 129 hektare diperkirakan menelan biaya Rp 318 miliar. Tetapi angka itu belum pasti. Bisa berkembang atau tidak, menunggu penetapan lokasi yang bakal dibeber Pemprov Kaltim. “Identifikasi awal lahan sudah ada. Ada yang milik masyarakat, pemerintah, dan perkebunan. Nanti ini ‘kan melalui appraisal,” jelasnya.
Untuk proyek fisiknya, Junaidi belum bisa memastikan skema sumber pendanaan, baik itu melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau murni APBN. Yang jelas seperti pengadaan lahan, dipastikan proyek tidak akan didanai dari APBD. Sementara saat ini pihaknya fokus pada pembebasan lahan. “Yang jelas tahun ini jalan (pembebasan lahan) dan desainnya sudah ada,” tegasnya.
Ditambahkannya, karena terhubung dengan wilayah IKN Nusantara, maka di sisi PPU, pihaknya juga akan membangun trase tol lurus menuju ibu kota. Di mana dalam prosesnya akan dibangun satu jembatan lagi. Di sisi lain dibangun pula trase menuju bandara VVIP khusus IKN. Berlanjut menuju Simpang Riko hingga lokasi IKN. Targetnya, pada 2024 selain jalur melalui Kilometer 38 Samboja, Kutai Kartanegara ada akses lain menuju IKN.
“Jadi, yang di Simpang Riko, dari Pulau Balang akan dibuat dua jalur semua. Itu yang kemungkinan ke depan kami kebut. Biar tembus dulu (ke IKN). Sambil membuat kanal atau jembatan yang langsung (ke IKN),” ungkapnya.
Terkait kondisi Jembatan Pulau Balang, Junaidi menyebut, sudah layak karena telah melewati uji beban. Dan pihaknya segera memasang SHMS (structural health monitoring system). “Terdekat memasang fender hingga beautifikasi jembatan untuk nilai wisata jembatan,” pungkasnya.
LAHAN BUKAN ALASAN
Jalan pendekat Jembatan Pulau Balang di sisi Balikpapan memang menjadi prioritas yang harus diselesaikan dalam tempo secepatnya. Pengamat konstruksi Kaltim Slamet Suhariadi menerangkan, bagaimana pun persoalan yang mengadang seperti pembebasan lahan, seharusnya bukan jadi halangan Jembatan Pulau Balang tidak bisa dilalui sebelum proses pemindahan IKN Nusantara.
“Masalah lahan adalah persoalan klasik. Tetapi solusinya sudah ada. Pemerintah pusat sudah menjanjikan pembebasan lahan melalui APBN,” ujar Slamet, Jumat (25/3)
Penggunaan APBN juga menjadi solusi karena dirinya yakin, APBD Kaltim tidak akan mampu membiayai. Pun untuk kegiatan fisiknya, mantan ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kaltim itu berharap pemerintah pusat bisa terlibat dalam pembiayaannya. Sebab, dia yakin APBN mampu karena bagian dari komitmen pemerintah membangun konektivitas menuju IKN.
“Ini (Jembatan Pulau Balang) akses utama menuju IKN. Paling dekat kalau dari bandara yang eksis menuju IKN. Jadi kalau pemerintah sudah ada uangnya ya segera dikerjakan,” tuturnya.
Jika memang dana sudah tersedia, Slamet yakin tahun depan jalan pendekat di sisi Balikpapan sudah rampung. Mengenai persoalan lahan, dirinya mengacu pada skema konsinyasi. Yang memang sudah sejak awal biasa diterapkan di setiap proses pengadaan lahan untuk proyek atau infrastruktur kebutuhan masyarakat luas. Di mana masyarakat atau pemilik lahan seharusnya bisa patuh pada aturan tersebut.
“Jadi pembebasan lahan ini seharusnya bukan kendala. Pemerintah juga harus tegas. Lahan jangan dijadikan alasan, sehingga menunjukkan kelemahan pemerintah. Dan pemilik lahan seharusnya patuh karena ada ganti untung di sana. Di sisi lain ini untuk kepentingan yang lebih besar,” bebernya.
Terkait kondisi jembatan, Slamet menyebut sangat layak meski dalam proses pembangunannya cukup memakan waktu. Tetapi dipastikan akan mampu menopang lalu lintas yang bakal timbul dari proses pemindahan ibu kota. Pun menjadi akses penunjang utama dalam pergerakan hilir mudik masyarakat.
“Dari sisi konstruksi sudah tidak ada masalah karena Kementerian PUPR juga memiliki tim khusus untuk menilai kekuatan jembatan,” terangnya. (rom/k16)
Peliput: M RIDHUAN [email protected], NOFFIYATUL CHALIMAH [email protected]