PENAJAM-Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Rawat Inap Babulu, Penajam Paser Utara (PPU) yang dibangun bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp 9,2 miliar, rampung sekira Januari 20221, dan belum berfungsi hingga sekarang, menyisakan tanda tanya siapa perencananya. Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) PPU Jansje Grace Makisurat, seperti diwartakan media ini, menyebut bahwa pembangunan sarana kesehatan masyarakat tersebut salah perencanaan, dan ia pun menyatakan tidak mengetahui perencananya.
Koran ini kemarin berupaya menelusuri ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) PPU dan menduga sebagai pihak perencana, menyusul Bidang Cipta Karya DPU PR PPU turut masuk daftar yang diundang Komisi II DPRD PPU untuk rapat dengar pendapat (RDP) terkait persoalan Puskesmas Rawat Inap Babulu itu. Sejauh ini Komisi II DPRD PPU telah mengagendakan pemanggilan para pihak untuk RDP awal Juli ini.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DPU PR PPU Riviana Noor kemarin mengatakan tidak mengetahui perencana bangunan tersebut. “Setahu saya Dinas PU tak pernah ada kegiatan puskesmas. Kegiatan puskesmas ada di Diskes,” katanya. Saat dikutipkan pernyataan kepala Diskes PPU yang mengaku tidak mengetahui perencana pembangunan puskesmas dimaksud, ia kemudian mengirimkan screenshot lelang tender Puskesmas Rawat Inap Babulu. “Ini lho jelas-jelas yang lelang Diskes kok bisa malah tidak tahu. Kegiatan mulai perencanaan, fisiknya semua Diskes,” katanya. Dalam screenshot tersebut, lelang proyek oleh Dinas Kesehatan PPU bersumber DAK Fisik Reguler 2020 nilai pagu paket Rp 9.623.449.276.
Kepala Dinas Kesehatan PPU Jansje Grace Makisurat saat dihubungi kembali terkait perencana pembangunan gedung tersebut, kemarin mengatakan, Dinas Kesehatan PPU yang mengerjakan saat dinas belum dia pimpin. “Masih kadis lama. Saya hanya membayarkan sesuai isi kontrak,” kata Jansje Grace Makisurat.
Ketua Komisi II DPRD PPU Wakidi kemarin menjelaskan, RDP segera digelar untuk menelisik berbagai informasi yang masuk ke komisinya. Mulai persoalan pembangunan telah rampung namun belum bisa dimanfaatkan sampai adanya dugaan salah perencanaan. “Itulah sebabnya saya mengatakan perencanaannya aneh. Biasanya, perencanaan pemerintah itu mengakomodasi sekali jadi. Artinya, dengan anggaran yang tersedia semestinya mendukung perencanaan pembangunannya. Bukan seperti yang bisa dilihat sekarang ini direncanakan tiga lantai, dan yang rampung lantai dasar. Itu pun tak bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat,” kata Wakidi. (far/k16)
ARI ARIEF
[email protected]