SAMARINDA–Masalah dugaan terbitnya izin usaha pertambangan (IUP) palsu akhirnya bergulir di Karang Paci–sebutan gedung DPRD Kaltim di Samarinda. Legislatif memanggil Pemprov Kaltim untuk duduk bareng. Wakil rakyat berusaha mengurai benang kusut soal IUP yang diduga terdapat pemalsuan tanda tangan Gubernur Kaltim Isran Noor itu. Kemarin (28/6), mereka menggelar rapat dengan Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim. Namun, hasilnya masih jauh dari yang diharapkan.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim Syafruddin mengatakan dalam rapat dengan Dishut Kaltim, dia bertanya terkait beredarnya IUP yang diduga palsu itu. “Tadi saya tanya terkait beredarnya IUP palsu. Mereka jawab itu bukan wewenang mereka. Karena mereka hanya mengklasifikasi bahwa ini masuk kawasan ini atau kawasan itu,” kata politikus PKB tersebut.
Dalam rapat, dia menegaskan, soal keberadaan IUP itu terkait hutan, harusnya diketahui Dishut. Namun, Dishut menjawab tidak tahu soal 21 IUP yang beredar karena bukan ranah mereka. Jadi, pihaknya nanti mengagendakan pemanggilan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim. “Tapi mungkin setelah reses, habis Lebaran haji. Sebab, DPRD Kaltim mau reses pada 1–8 Juli ini,” sambungnya.
Sementara itu, desakan kasus dugaan pemalsuan tanda tangan IUP harus segera ditindaklanjuti terus bergulir. Dorongan untuk penindakan secara hukum, diutarakan berbagai pihak. Kepolisian dan Pemprov Kaltim diminta proaktif. Jangan sampai persoalan ini menguap begitu saja.
Terlebih, Pemprov Kaltim juga telah menemukan indikasi pemalsuan. Seperti nomor SK IUP yang tak terdaftar di DPMPTSP. Gubernur juga telah memastikan tak pernah menerbitkan IUP.
“Kalau palsu enggak usah dibahas. Tahun 2020, itu tidak ada lagi. Gubernur tidak pernah mengeluarkan (IUP). Seluruh daerah tidak berani mengeluarkan, karena itu aturan UU 3/2020 sudah bukan kewenangan kami lagi,” tegas Gubernur Kaltim Isran Noor, Selasa (21/6).
Sementara itu, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Christianus Benny menjelaskan, pihaknya tidak memproses ke-21 IUP tersebut. “Kalau kami hitungnya 22 IUP itu, 14 ditambah 8. Sebenarnya, itu DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu) Kaltim yang berkewenangan melaporkan,” terang Benny, kemarin.
Dia menambahkan, tetapi dari informasi yang dia dapat sudah dilaporkan ke gubernur. Nah, pada 2020 memang ada sejumlah IUP yang dialihkan ke pusat sesuai perubahan kewenangan terkait mineral dan batu bara. Namun, Benny memastikan yang dialihkan, tidak termasuk perusahaan yang tertera dalam surat-surat yang diduga memalsukan tanda tangan gubernur itu.
Benny melanjutkan, terkait surat yang diduga palsu itu, pihaknya hanya menyesuaikan dengan data. Ternyata nomornya tidak sesuai. Maka selanjutnya itu diserahkan ke DPMPTSP dan biro-biro terkait di Setprov Kaltim.
Bila dari perusahaan yang tertera dalam IUP bermasalah itu, ternyata ada kegiatan pertambangan di lapangan, sayangnya pengawasan dan penindakan bukan menjadi kewenangan pemprov lagi. “Ke pusat saja berarti. Kenapa bisa begitu? Kan sekarang pengawasan ada di pusat,” sambungnya.
Adapun, Kepala DPMPTSP Kaltim Puguh Hardjanto menjelaskan, pihaknya menginformasikan, sejauh ini puluhan IUP itu tidak diproses di DPMPTSP. Puguh mengakui, memang tidak pernah melihat suratnya secara lengkap. Tapi, ada rekapitulasi nomor surat permohonan ke pusat yang minta klarifikasi ke DPMPTSP Kaltim. “Mengingat surat pengantar itu ditandatangani oleh gubernur Kaltim, kami pun mengklarifikasi ke sekretariat gubernur,” jelasnya.
Namun, dia memastikan melihat dari nomor dan cross check ke Dinas ESDM, memang tidak ada proses surat itu di pihaknya. Dia pun sudah berkoordinasi di instansi terkait, soal hal tersebut. Inspektorat juga melakukan investigasi. “Soal arahan hukum, diserahkan ke pimpinan. Tapi, tentu kami tetap menyajikan informasi ke pimpinan,” beber Puguh. (rom/k8)
NOFFIYATUL CHALIMAH
[email protected]