SAMARINDA - Kinerja ekonomi Kaltim pada triwulan II 2022 diprediksi masih melanjutkan tren positif walau tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju pertumbuhan ekonomi Kaltim triwulan I 2022 tercatat sebesar 1,85 persen (year on year/yoy). Secara menyeluruh ekonomi Benua Etam, pada tahun ini diperkirakan tumbuh positif pada rentang 2,30-3,30 persen (yoy).
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kaltim Ricky P Gozali mengatakan, dengan berbagai kondisi yang terjadi pada triwulan kedua tahun ini pihaknya memperkirakan ekonomi tetap bergerak positif. Namun, mungkin akan lebih rendah dibandingkan triwulan pertama.
“Ada banyak hal yang memengaruhi pertumbuhan yang lebih rendah ini, seperti larangan ekspor CPO, pergerakan harga batu bara yang terbatas, kemudian kondisi cuaca ekstrem. Ini membuat pertumbuhan sektor-sektor terganggu, sehingga ekonomi akan melambat,” tuturnya, Senin (27/6).
Dia menjelaskan, pada triwulan kedua pergerakan harga batu bara cenderung menurun dibandingkan 2021, meskipun masih tinggi. Sehingga, lapangan usaha pertambangan diprakirakan tetap mampu tumbuh positif, walaupun pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain harga, hal tersebut utamanya disebabkan oleh terbatasnya permintaan dari negara tujuan dan shock dari sisi domestik. Risiko terbatasnya permintaan tersebut tecermin dari koreksi proyeksi ekonomi dunia yang dikeluarkan oleh IMF dalam rilis terbarunya pada April 2022.
Secara spesifik, negara utama tujuan ekspor batu bara Kaltim, yakni Tiongkok dan India mengalami koreksi pertumbuhan ekonomi pada 2022. Di mana hal tersebut, salah satunya dipengaruhi oleh dampak ketidakstabilan geopolitik dunia yang menyebabkan kinerja Industri di kedua negara tersebut mengalami perlambatan.
Namun di sisi lain, adanya konflik antara Rusia dan Ukraina bisa memberikan dampak positif baik dari sisi harga, maupun spillover permintaan batu bara dari negara-negara yang mengenakan sanksi kepada Rusia.
Sementara dari sisi permintaan, hasil quick liaison KPw BI Kaltim kepada perusahaan pertambangan batu bara menyebutkan, bahwa terdapat kenaikan permintaan dari negara-negara pemberi sanksi seperti Eropa, Jepang, dan Korea Selatan.
“Sedangkan larangan ekspor CPO pada triwulan kedua akan berdampak pada kinerja industri pengolahan. Sehingga, akan menahan laju pertumbuhan sektor ini. Hal ini yang juga berdampak pada perlambatan ekonomi triwulan kedua, yang kemungkinan akan tumbuh lebih rendah,” pungkasnya. (ndu/k15)
Catur Maiyulinda
@caturmaiyulinda