BALIKPAPAN-Pabrik semen yang dibangun di Kutai Timur (Kutim) tidak akan menyuplai untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Pabrik semen yang dikerjakan PT Kobexindo Cement yang bekerja sama dengan perusahaan asal Tiongkok, Hongshi Holdings, akan fokus pada penjualan semen ke luar negeri. Sesuai perizinan yang disampaikan kepada Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan, pemberian izin pembangunan pabrik dengan nilai investasi yang mencapai USD 2,1 miliar atau sekitar Rp 28 triliun (kurs dolar sebesar Rp 14 ribu), akan fokus untuk pasar semen ekspor. Sehingga, tidak akan mengganggu produksi semen dalam negeri yang saat ini tercatat surplus atau oversupply. “Dan itu (produksi pabrik semen di Kutim) dikomitmenkan 80 sampai 90 persen untuk ekspor. Itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perizinan,” katanya dalam rapat kerja Menteri Investasi/Kepala BKPM dengan Komisi VI DPR RI, beberapa waktu lalu.
Dia melanjutkan, pemberian izin pembangunan pabrik semen yang berlokasi di Desa Sekerat, Kecamatan Bengalon dan juga Desa Selangkau, Kecamatan Kaliorang, seluas 822 hektare, dilakukan sebelum adanya kebijakan moratorium pembangunan pabrik semen baru. Bahlil menerangkan, PT Kobexindo Cement sudah mengantongi nomor induk berusaha (NIB) dari Kementerian Investasi/BKPM pada 12 Juli 2019. Disusul penerbitan izin lingkungan pada 24 April 2020. Sementara kebijakan moratorium pembangunan pabrik semen baru dilaksanakan Februari 2020.
Namun demikian, apabila perusahaan tidak mengekspor hasil produksinya, maka pemerintah dapat mengevaluasi perizinan perusahaan tersebut. Dalam perencanaan sebelumnya, pembangunan pabrik semen di Kutim diklaim bisa menyerap 1.000 tenaga kerja dengan produksi semen sebesar 8 juta ton per tahun. “Begitu dia tidak melakukan ekspor, seperti yang ditakutkan jangan sampai membanjiri semen dalam negeri, izinnya perlu kita tinjau. Karena izin itu diberikan untuk ekspor dan itu masuk dalam investasi mangkrak,” terang Bahlil.
Mantan ketua umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) periode 2015–2019 ini turut menjelaskan, berdasarkan hasil laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Indonesia masih mengalami surplus semen sebesar 40 juta metrik ton per tahun. Karena itu, Kementerian Investasi/BKPM menginisiasi melakukan moratorium pembangunan pabrik semen pada 2020 lalu. “Jadi, tidak ada persoalan lagi mengenai pabrik semen ini. Karena sudah clean and clear,” sebutnya.
Dalam rapat tersebut, pembangunan pabrik semen dan tambang batu gamping di Kutim, sempat disoroti anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade. Dia mengatakan, Indonesia mengalami kelebihan produksi atau oversupply semen sebesar 50 juta ton. Sehingga, tidak perlu membuka keran investasi pembangunan pabrik semen baru sampai 2030. Karena pertumbuhan produksi semen hanya 4 persen per tahun. Dia menagih janji moratorium pabrik semen baru di Indonesia. “Kegelisahan teman-teman industri semen dalam negeri yang disampaikan kepada kami, itu pabrik di Aceh dan Kaltim masih jalan. Padahal kan sudah moratorium. Kenapa itu masih jalan? Bagaimana komitmen Pak Menteri?” tanyanya.
Sementara itu, mengenai pembangunan pabrik semen yang dikerjakan PT Kobexindo Cement, politikus Partai Gerindra ini menyampaikan kekhawatiran akan mengganggu penjualan industri semen dalam negeri yang saat ini tengah surplus. Terlebih dalam kegiatan pembangunan IKN yang direncanakan sampai 2024 ini. “Jangan sampai nanti, IKN yang membutuhkan 21 juta ton semen, tiba-tiba yang menikmati adalah produsen semen asal Tiongkok yang dibangun di Kaltim,” pungkas Andre. (riz/k15)
RIKIP AGUSTANI
[email protected]