SECARA geografis, Kaltim jadi wilayah empuk peredaran narkotika. Ribuan orang pun dikurung di balik jeruji besi karena penyalahgunaan zat adiktif itu. Tahapan untuk bebas narkotika memang masih berat. Tapi upaya untuk ke titik itu, terus diupayakan.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BN) Kaltim Brigjen Wisnu Andayana mengatakan, secara geografis dengan luas daratan Kaltim sekitar 127.346,92 kilometer persegi dan luas perairan 10.217 kilometer persegi menyebabkan provinsi ini adalah salah satu wilayah yang menjadi sasaran peredaran narkotika.
Dengan data geografis tersebut, Kaltim memiliki banyak titik-titik masuknya peredaran narkoba. Tentu saja, dilihat dari luas daratan dan perairan, maka modus yang digunakan sindikat bermacam-macam.
“Para sindikat jaringan peredaran narkotika menggunakan jalur darat dari wilayah utara dan selatan dengan menggunakan kendaraan roda empat dan dua. Serta titik yang paling mudah masuknya peredaran narkoba adalah melalui perairan yaitu baik dari laut maupun sungai dengan menggunakan kapal motor, kapal penumpang, kapal barang, dan kapal ikan,” papar Wisnu kepada Kaltim Post.
Maka jangan heran, dalam waktu setengah tahun saja, yaitu selama Januari sampai Juni, BNN Kaltim beserta jajaran sudah mengungkap 13 kasus narkotika, 26 berkas perkara, dan 26 tersangka. Barang bukti yang ditemukan mayoritas sabu-sabu 1.057,42 gram. Lalu, ganja 6.529 gram dan tembakau sintetis 11,96 gram.
Penanganan yang dilakukan BNN Kaltim ada beberapa kategori. Seperti upaya hard approach adalah dengan melakukan tindakan menggunakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
Lalu, upaya soft approach adalah dengan melakukan upaya rehabilitasi dan pencegahan terhadap penyalahguna narkoba yang ditengarai menjadi korban. Sedangkan upaya smart approach adalah bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat baik pemerintah maupun masyarakat.
Maka, penindakan tiap kasus juga disesuaikan dengan kondisi. Tak selalu dituntut dikurung jeruji besi. “Pada saat penindakan status pelaku yang diamankan di TKP (tempat kejadian perkara), belum tentu selalu menjadi tersangka. Bila pelaku yang ditangkap hanya sebagai pengguna atau korban penyalahguna narkoba, maka yang bersangkutan bisa direhabilitasi baik rawat inap maupun rawat jalan di balai rehabilitasi,” jelas Wisnu.
Namun, bila pelaku yang ditangkap adalah seorang bandar, pengedar, perantara, dan kurir, maka yang bersangkutan akan dijadikan tersangka dan menjalani proses hukum.
Termasuk bila pelaku yang ditangkap adalah seorang bandar, pengedar, perantara, dan kurir juga sebagai pengguna serta penyalahguna, maka yang bersangkutan saat menjalani hukuman kurungan bisa direhabilitasi di dalam lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan (rutan).
REHABILITASI DI BALIK JERUJI
Saking banyaknya kasus narkoba, Kaltim sudah punya Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Klas IIA Samarinda. Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Kaltim Jumadi mengatakan, mayoritas penghuni lapas dan rutan di Kaltim adalah warga binaan pemasyarakatan (WBP) karena kasus narkotika. “Misalnya 20 orang dibawa ke rutan, 15-nya mungkin ya kasus narkoba,” beber Jumadi.
Sedangkan, saat ini kondisi lapas dan rutan sudah overload, bahkan ada yang mencapai 300 persen. Untuk itu, WBP di rutan maupun lapas tidak hanya menghabiskan masa hukuman, tetapi juga ada yang menjalani program rehabilitasi.
Seperti yang tengah berjalan di beberapa instansi. Salah satunya, tentu saja Lapas Narkotika Klas IIA Samarinda. Kaltim Post pun menyambangi lapas itu. Kepala Lapas Narkotika Klas IIA Samarinda Hidayat menjelaskan, lapas sudah overload. Total kapasitas hanya 450 orang. Namun, kondisinya sekarang diisi 1.279 WBP. Dengan 13 orang di antaranya, menerima hukuman seumur hidup. Semua WBP di lapas itu merupakan kasus tangkapan di Kaltim.
“Kami sekarang juga punya program rehabilitasi sosial plus. Tetapi, program pembinaan juga sudah kami lakukan untuk WBP lain,” beber Hidayat.
Tahun ini, ada 300 WBP menjadi peserta program rehabilitasi sosial plus. Nah, plusnya adalah pesantren khusus yang bekerja sama dengan pondok pesantren dan Kementerian Agama untuk peningkatan spiritual. Itu dilakukan sembari pelaksanaan program rehabilitasi dari Yayasan Sekata dan BNN.
“Kami merasa, sisi rohani yang paling pas untuk membuat mereka merasa terisi. Dengan begitu, mereka tidak menjadi pengguna lagi. Kalau yang non-Islam, juga ada pembinaan rohaninya,” ucap dia.
Peserta rehabilitasi sosial plus itu pun ditempatkan di blok khusus. Mereka yang dipilih menjadi peserta berdasarkan assessment dari BNN dan Yayasan Sekata. Jadi, pada rehabilitasi sosial, mereka akan diberikan layanan konseling yang intens. Dengan begitu, mereka bisa benar- benar lepas dari zat adiktif. Sebab, salah satu tantangan besar untuk lepas dari narkotika adalah mendapatkan niat yang kuat. “Golnya ya, masuk jadi narapidana, bebas jadi santri,” harap dia. (rom/k15)