ADANYA temuan izin usaha pertambangan (IUP) yang diduga palsu menuai sorotan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim. Pemprov Kaltim diminta segera bertindak.
Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang menyebut, pihaknya sebelumnya tengah melakukan kroscek terkait informasi pemalsuan dokumen yang berhubungan dengan aktivitas pertambangan. Saat ini modus yang diduga tengah berlangsung adalah memalsukan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) perusahaan pertambangan.
“Informasi yang tengah beredar, sejumlah perusahaan pemegang IUP melakukan pemalsuan RAKB dengan menyalin RKAB sebelumnya atau menyalin RAKB perusahaan lainnya,” jelas Rupang, Rabu (15/6).
RAKB itu yang kemudian disodorkan perusahaan untuk melakukan produksi dan penjualan batu bara. Dan modus itu yang biasa digunakan oleh perusahaan tambang ilegal untuk beroperasi.
Di sisi lain, dirinya menduga tidak terdatanya 21 IUP perusahaan tambang itu di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkaitan dengan tindakan oknum di Dinas ESDM Kaltim.
Yang dituduhkan kepala Dinas ESDM kepada tiga orang bawahannya telah melakukan tindak pidana menghilangkan atau menggelapkan atau membakar atau memusnahkan relaas dari Pengadilan Negeri (PN) Samarinda terhadap kepala Dinas ESDM Kaltim atas gugatan 10 perusahaan tambang di Kaltim pada 2021 lalu.
“Saat itu perusahaan pemegang IUP keberatan karena Dinas ESDM tidak memproses pendaftaran perusahaan milik para penggugat ke Data Base IUP OP Batu Bara di Ditjen Minerba,” kata Rupang. MODI merupakan sistem untuk mengelola data perusahaan minerba. Apabila perusahaan tidak terdaftar di MODI, perusahaan tidak bisa melakukan kegiatan operasi pertambangan. “Jadi mereka (perusahaan minerba) tidak terdata di data entry yang diterbitkan DPMPTSP,” lanjutnya.
Adapun informasi terkait dugaan pemalsuan tanda tangan gubernur Kaltim untuk IUP, Rupang menyebut itu berkaitan dengan sejumlah syarat yang seharusnya dipenuhi pemegang IUP agar bisa melakukan ekspor.
Syarat itu yang kemudian dipalsukan. Seperti dokumen RAKB yang disinggung sebelumnya. Hingga surat rekomendasi dari Pemprov Kaltim agar IUP perusahaan bisa terdaftar di MODI, MOMS, dan ePNBP IUP di Provinsi Kaltim. “Jika perusahaan ini tidak terdata di database tersebut, mereka tidak bisa melakukan kegiatan hingga penjualan,” ungkapnya.
Rupang menyebut, jika ada indikasi pemalsuan yang dilakukan perusahaan minerba, yang berhak melakukan tindakan hukum adalah gubernur Kaltim. Sebab, semua rekomendasi yang dijadikan syarat agar bisa masuk ke database MODI, MOMS, dan ePNBP IUP di Kaltim harus melalui gubernur Kaltim.
“Saya menduga indikasi pemalsuan itu muncul karena sejumlah syarat dan izin bermasalah. Kebanyakan yang bermasalah ini tidak terpenuhinya dokumentasi teknis lingkungan. Yang menarik ini ‘kan semua izin operasi produksi. Artinya sudah menambang,” ungkapnya.
Diduga, karena syarat yang bermasalah hingga tidak terdata di database DPMPTSP Kaltim, maka diduga perusahaan menggunakan cara memalsukan surat rekomendasi dan oleh kementerian memasukkannya ke MODI Kementerian ESDM. Sehingga ada anggapan perusahaan tersebut telah memenuhi syarat hingga dibolehkan melakukan produksi dan ekspor.
“Database itu kemudian terintegrasi hingga ke daerah. Akses ini yang kemudian muncul di DPMPTSP Kaltim. Dan setelah dicek ternyata tidak terdata,” ujarnya.
Jika memang terdapat pemalsuan dokumen, kasus itu juga sudah ke ranah kerugian negara. Hanya, kata Rupang, di Undang-Undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009, terdapat Pasal 165 yang memuat sanksi pidana bagi pejabat yang korupsi IUP, izin pertambangan rakyat (IPR), dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Sayangnya di UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020, pasal itu dihapus. “Itu jadi celah pemalsuan seperti ini, sehingga kasus seperti ini hanya dijerat lewat KUHP,” bebernya. (rom/k16)