Oleh Bambang Iswanto
Salah satu isu terpenting di abad ke-21 adalah kerusakan lingkungan hidup. Pengabaian terhadap kelestarian lingkungan hidup merupakan kesalahan terbesar yang mengancam masa depan manusia sendiri. Keserakahan untuk mengeksploitasi sumber daya alam, hilangnya kawasan hutan secara masif, dan pencemaran lingkungan harus dihentikan.
Kondisi lingkungan hidup secara global terancam, termasuk Indonesia. Kalimantan dan Papua sebagai paru-paru besar Indonesia, bahkan dunia, sedang dalam keadaan sekarat. Eksploitasi hutan di dua pulau terbesar Indonesia semakin meningkat untuk tujuan industri dan ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan.
Aktivitas industri dengan mengorbankan lahan hutan di Indonesia, tidak saja memperparah pemanasan global, namun juga berdampak pada keselamatan manusia. Mengutip hasil riset yang dilakukan Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi), secara umum lahan 159 juta hektare sudah dikaveling izin investasi industri ekstraktif. Sementara luas wilayah daratan, secara legal sudah dikuasai oleh korporasi seluas 82,91 persen, sedangkan untuk laut sudah dikuasai 29,75 persen.
Data lain tentang kerusakan lingkungan di Indonesia dikeluarkan IPBES pada 2018 menyebutkan setiap tahunnya Indonesia kehilangan lahan hutan seluas 680 hektare, terbesar di Asia Tenggara. Sementara itu, informasi kerusakan sungai dari KLHK menyebut bahwa dari 105 sungai, 101 di antaranya masuk kategori tercemar sedang hingga berat.
Walhi menambahkan, dalam rentang waktu 2013–2019 luas hutan Indonesia dikuasai oleh segelintir orang seluas 12,3 juta hektare dan 5,8 hektare di antaranya sudah mengantongi izin menggarap perkebunan sawit.
Kaltim merupakan provinsi yang “darurat lingkungan”. Data Jatam Kaltim menyebut, 43 persen luas lahan daratan Kaltim sudah dikonversi menjadi pertambangan batu bara. Ini sama artinya hampir separuh luas daratan Bumi Etam.
Banyak problem lingkungan hidup yang muncul akibat pertambangan batu bara. Dari banjir hingga terenggutnya korban jiwa akibat lubang-lubang tambang yang menganga pasca-operasi. Cerita tentang banjir yang diduga karena tambang sudah bukan berita asing di Kaltim, beberapa kota dan kabupaten mengalaminya. Korban maut akibat lubang tambang sudah mencapai 40 jiwa.
Fakta dan data di atas menunjukkan Indonesia umumnya, dan Kalimantan Timur khususnya, dalam kondisi kritis dan perlu perhatian superserius dari seluruh pihak untuk segera mengatasi dan menghentikan kerusakan lanjutan. Jika tidak, makin banyak dampak lingkungan ditimbulkan yang merugikan masyarakat yang berujung pada penderitaan bahkan kematian.
ISLAM DAN LINGKUNGAN
Dalam kacamata Islam, relasi manusia dengan lingkungan tidak terpisahkan. Allah menciptakan dan menyediakan alam, termasuk manusia dan lingkungan di dalamnya, dalam keseimbangan dan keserasian. Keseimbangan keduanya harus tetap terjaga untuk menghindari kerusakan alam. Eksistensi kehidupan bergantung kepada keseimbangan keduanya. Jika ada salah satu unsur di antara keduanya mengalami gangguan, maka pengaruhnya sangat besar kepada unsur yang lain.
Tidak bisa dibantah, manusia merupakan faktor yang paling dominan terkait perubahan lingkungan. Baik dan buruknya lingkungan hidup bergantung kepada manusia. Al-Qur’an sudah memberitahukan hal ini dalam Surah Ar-Rum Ayat 41: “Dan telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat ulah tangan manusia…”
Kerusakan tersebut akibat eksploitasi manusia yang serakah dalam memenuhi keinginannya, bukan sebatas memenuhi kebutuhan, tetapi lebih didorong motif ekonomi, kekuasaan, dan keserakahan.
Karena itu, Allah mengatur bagaimana akhlak manusia terhadap alam, bagaimana manusia memperlakukan alam, yakni dengan memeliharanya dengan baik. Hal ini dengan tegas disampaikan dalam QS Al-A’raf, Ayat 56, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesudah Allah memperbaikinya…”
Hal senada juga dicantumkan dalam Surat Al-Qashash, Ayat 77, yang mengingatkan manusia untuk tidak melakukan kerusakan di bumi. Perusakan alam dalam Surat Al-Qashash, Ayat 77 merupakan tindakan yang tidak diridai oleh Allah SWT.
Dalil-dalil tersebut menunjukkan, manusia memiliki kewajiban memelihara lingkungan. Hal ini tidak lepas dari peran yang diemban manusia sebagai khalifah (wakil Allah) di bumi. Sebab itu, manusia memikul tanggung jawab mengatur dan mengelola alam dan bumi sebaik-baik sebagai sebuah amanat yang diminta oleh manusia sendiri.
Dalam Islam, perhatian besar terhadap lingkungan tidak hanya terlihat dari banyaknya dalil yang membahas tentang lingkungan. Beberapa ulama bahkan memasukkannya sebagai maqashidus syariah (tujuan dari risalah Islam).
Selama beberapa abad dipahami bahwa hanya lima komponen hidup yang harus dipelihara oleh seluruh manusia dalam rangka mencapai maqashidus syariah yakni hifzhun nafs (menjaga jiwa), hifzhul ‘aql (menjaga akal), hifzhul mal (menjaga harta), hifzhun nasl (menjaga keturunan), dan hifzhud din (menjaga agama). Belakangan, melihat betapa pentingnya memelihara lingkungan, beberapa ulama menambahkan maqashidus syariah dengan hifzhul bi’ah (memelihara lingkungan). Tidak terpeliharanya alam akan mengancam eksistensi jiwa, akal, harta, dan keturunan.
Memelihara lingkungan harus menjadi akhlak dan kebiasaan setiap orang. Ketika menjadi akhlak dan pembiasaan, memelihara lingkungan menjadi lebih mudah. Kita semua memerlukan lingkungan dan alam yang terpelihara demi kehidupan kita sendiri serta kehidupan anak cucu di kehidupan mendatang.
Selamat Hari Lingkungan Hidup! (dwi/k8)