Kheyene Boer
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi, Unmul
“Apakah Anda sudah ber-selfie di Titik Nol?”
Ramadan di tahun 2022 lokasi rencana ibu kota negara (IKN) baru yang berlokasi di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, mendadak dipadati wisatawan lokal.
Kawasan yang nantinya dibangun sebuah proyek besar di mana jantung pemerintahan akan dipindah di kawasan hijau menjadi daya tarik tersendiri. Tak heran perjalanan menuju Titik Nol akan didominasi dengan landscape cantik, rimbunnya pohon-pohon hijau yang masih minim oleh sentuhan pembangunan ala metropolitan.
Lokasi dengan tulisan besar “TITIK NOL” terpajang dan ternyata menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk berlomba-lomba mengabadikan moment awal pembangunan IKN. Meski harus menempuh perjalanan yang jauh, hal tersebut tak lagi menjadi masalah asal mendapatkan dokumentasi foto di Titik Nol, entah untuk disimpan sendiri menjadi kenang-kenangan atau di-posting di media sosial.
Fenomena ini semakin mempertegas bawah mayoritas masyarakat gemar mengonsumsi tanda, sebagai wujud eksistensi diri dalam lingkungan sosial. Masyarakat dalam dunia digital dikondisikan untuk ada dalam euphoria kecintaan akan tanda.
Ciri dari masyarakat modern yakni kesukaan dalam mengonsumsi tanda. Tanda yang memiliki nilai, sebuah nilai yang mengandung banyak cerita, sejarah, diketahui oleh banyak orang. Semakin bernilai tanda tersebut, maka akan semakin banyak masyarakat mencari. Dalam konteks ini tanda yang dimaksud adalah tulisan “Titik Nol” yang kini bisa dengan mudah kita jumpai di media sosial atau melalui posting-an selfie lingkungan terdekat kita.
Titik Nol menjadi tanda bersejarah, di mana beberapa bulan lalu presiden dan para gubernur se-Indonesia telah menginjakkan kaki di wilayah tersebut untuk melakukan sebuah ceremony, Hal tersebut semakin menambah value dari lokasi yang diusung-usung akan menjadi sejarah bagi pembangunan ibu kota baru nantinya.
Lantas, masyarakat pada akhirnya turut antusias dengan lokasi tersebut, demi menjawab rasa penasaran maka Ramadan pada 2022 banyak masyarakat berkunjung baik dari Kalimantan Timur hingga dari luar pulau, semuanya dengan satu tujuan bisa ber-selfie dengan tulisan bersejarah tersebut.
Meskipun perjalanan menuju Titik Nol masih sangat rimbun dan jauh dari hiruk pikuk kota metropolis. Namun tidak menyurutkan semangat masyarakat datang menyaksikan lokasi dimana para elite politik, masyarakat menaruh harapan besar nantinya untuk bangsa ini.
Tentunya dengan ditemani pemandangan nan hijau, asri, alami jauh dari ingar bingar keangkuhan kota metropolis. Keindahan alam ternyata juga menjadi daya tarik bagi sebagian masyarakat. Meskipun rencana pemindahan ibu kota mengalami banyak kontroversi, ada yang setuju dan tidak setuju terlepas dari itu masyarakat menaruh mimpi besar Titik Nol bukan sekadar awal mula pembangunan fisik belaka, melainkan lebih dari itu Titik Nol mampu menjadi pemantik bagi roda kehidupan bangsa ini ke arah kualitas hidup yang lebih baik.
Kebiasaan berfoto bersama dan melakukan swafoto menjadi salah satu ciri masyarakat yang hidup berdampingan dengan teknologi. Era Revolusi 4.0 mengondisikan individu untuk terus update dengan perubahan yang terjadi di sekitarnya.
Swafoto menjadi cara untuk menunjukkan kepada lingkungan eksternal bahwa individu telah mampu hidup bersama informasi yang begitu cepat. Rasa ingin tahu yang besar menjadikan individu kerap melakukan aktivitas-aktivitas digital demi tercapainya kepuasan pribadi.
Meski begitu, di masa Covid-19 kegiatan wisata bisa tetap berjalan dengan memprioritaskan protokol kesehatan dan terpenting kesadaran menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah di sembarang tempat.
Digitalisasi menjadi motor penggerak untuk mengalirkan jutaan tanda tiap detiknya. Semua orang mempertukarkan tanda dengan beragam tujuan, tuntutan aktualisasi hidup, eksistensi hingga pengakuan terkadang masih menjadi alasan utama bagi individu mengonsumsi tanda.
Apakah Anda lebih bangga mem-posting segelas kopi bertuliskan “Starbucks” dibanding merek lainnya? Ya, lagi-lagi semuanya tentang tanda yang pada akhirnya banyak menjadi standar gaya hidup, definisi kekinian yang diciptakan sendiri oleh masyarakat itu sendiri,
Titik Nol menjadi salah satu fenomena unik di mana masyarakat mendapatkan kepuasan tersendiri usai berfoto. Individu dalam mereproduksi kembali foto-foto di Titik Nol di banyak media sosial yang mereka miliki. Ruang digital menjadi tempat individu bebas melakukan eksplorasi, mencari jati diri secara virtual bahkan mencari ketenangan dan kebahagiaan melalui pertukaran pesan-pesan secara maya.
Eksistensi diri bisa saja menjadi alasan kental bagi individu untuk melakukan swafoto. Terlepas dari itu semua swafoto pun dapat dimaknai sebagai bentuk support warga negara terhadap pemerintahan.
Menghargai akan perbedaan pendapat, mengingat Indonesia terdiri dari beragam suku maka di Titik Nol perjumpaan antar-suku, budaya, bahasa pun terjadi. Dengan swafoto diharapkan dapat memperkuat rasa toleransi atas perbedaan tersebut. Toleransi yang mengatakan, meski suku, budaya kita berbeda tetapi semua harapan baru bangsa kita ada di Titik Nol, sebuah tanda yang begitu kaya makna. (luc/k8)