
Melangkah pelan dengan pasti, usaha memenuhi kebutuhan pangan di Mahulu mulai terwujud. Belasan tenant sudah berdiri sejak Rabu (8/6) untuk launching beras Mahulu di lapangan Ujoh Bilang, Kamis (9/6).
UJOH BILANG–Tenant tersebut akan menjadi tempat awal dari para petani untuk mempromosikan hasil panen padinya. Itu merupakan bagian dari program pemerintah 10 hektare per kampung dengan subsidi dana operasional Rp 2 juta per hektare.
Beras dari petani akan diperkenalkan kepada pengunjung dalam bentuk kemasan 5 kg dan 10 kg. Pasokan beras yang diedarkan dalam pameran dua hari itu mencapai 4 ton.
Ketua Panitia Launching Beras Mahulu Damianus Tamha menuturkan, launching beras Mahulu akan menjadi bukti bahwa pertanian membutuhkan perlakuan tambahan bila ingin mendapatkan hasil yang optimal.
Peran masyarakat dalam pertanian mulanya dirasa kurang untuk menuju kemandirian pangan. Karena itu, pemerintah daerah terus mendorong dalam bentuk program peningkatan hasil panen.
“Dulu, pertanian itu secara alami saja. Sehingga kita berpikir kenapa tidak didukung dengan teknologi peningkatan produksi. Seperti pemupukan dan pengolahan tanah dan sebagainya,” tutur Tamha di rumahnya, Rabu (8/6).
Acara launching ini sekaligus menjadi pertunjukan hasil dari program pemerintah. Menurut dia, setiap usaha pasti selalu ada kendala. Namun, setidaknya tetap memberikan hasil yang bisa ditunjukkan.
Hasil penjualan akan menjadi pemasukan Badan Usaha Milik Kampung (BUMK) yang nantinya digunakan dalam pembangunan kampung. “Ini juga jadi tujuan kita, selain pangannya kita dorong. Ini juga ada hasil ekonomi,” tambah Tamha.
Begitu pula dengan kampung lain yang masih dalam proses pembukaan lahan. Dia mendorong untuk terus dilakukan upaya-upaya percepatan penanaman padi lahan kering. “Upaya ini terus kita dorong, paling tidak tahun ini seluruh kampung sudah melaksanakannya,” kata kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) Mahulu itu.
Sementara itu, di Lapangan Ujoh Bilang, Wakil Ketua Panitia Saripudin mengatakan, ini akan menjadi agenda tahunan. Perhelatan tersebut menjadi pasar hasil panen padi kering masyarakat Mahulu.
“Diharapkan menjadi agenda kabupaten setiap tahun. Tapi mungkin tidak bulan Juni, mungkin Mei, setelah panen. Sehingga beras masih segar saat dijual,” katanya.
Mengenai mutu beras yang dijajakan, kata dia, masih berkisar di medium satu dan dua. Hal tersebut disebabkan masih kurangnya pengetahuan masyarakat dalam pengolahan gabah menjadi beras serta alat pemrosesan yang kurang memadai.
“Untuk proses gabah, optimalnya kadar air 14 persen tapi kita tidak punya alat untuk mengetahui itu. Kemudian alat gilingnya juga kurang, sehingga hasilnya tidak mencapai tingkat tertinggi,” terangnya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Mahulu itu juga menyebutkan harga yang diterapkan pada penjualan akan mengikuti standar Kemendag. Yakni Rp 18.000 per kg.
“Kita tidak bisa menetapkan harga melalui peraturan kabupaten. Karena ini ranahnya dari pusat. Kalau dari Malinau jual di sini (Mahulu, Red) Rp 20.000 per kilo,” pungkasnya. (*/sya/kri/k8)