SAMARINDA–Daya beli petani pada Mei 2022 tercatat mengalami penurunan 9,88 persen dibandingkan bulan sebelumnya di level 121,54. Kontribusi penurunan paling besar disebabkan subsektor tanaman perkebunan rakyat yang menurun 18,54 persen. Adanya larangan ekspor CPO pada periode tersebut dinilai membuat penyerapan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit terhambat sehingga daya beli turun.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim Nur Wahid mengatakan, penurunan tersebut disebabkan menurunnya subsektor tanaman perkebunan rakyat yang cukup tinggi dan penurunan subsektor tanaman pangan. Sedangkan subsektor lainnya mengalami peningkatan.
Dia membeberkan, pada Mei 2022 terdapat tiga subsektor yang mengalami peningkatan nilai tukar petani (NTP), yaitu hortikultura sebesar 1,42 persen, peternakan (2,36 persen) dan perikanan (1,04 persen). Sementara itu, dua subsektor lainnya mengalami penurunan yaitu tanaman pangan (-0,59 persen) dan tanaman perkebunan rakyat (-18,54 persen).
“Meski mengalami penurunan yang cukup besar, namun NTP perkebunan rakyat tetap paling tinggi dibandingkan subsektor lainnya,” ungkap dia, Jumat (3/6).
Adapun NTP per subsektor Kaltim Mei 2022 yaitu Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) sebesar 91,46, Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) sebesar 110,60, Nilai Tukar Petani Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) sebesar 151,53, Nilai Tukar Petani Peternakan (NTPT) sebesar 109,69 dan Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan (NTNP) sebesar 101,29.
Penurunan subsektor tanaman perkebunan rakyat akibat larangan ekspor CPO juga terjadi di beberapa provinsi penghasil sawit. Pada Mei 2022, dari 34 provinsi yang dihitung NTP-nya, terdapat 29 provinsi yang mengalami penurunan NTP dan sisanya mengalami peningkatan. Penurunan NTP paling tinggi terjadi di Riau dengan persentase penurunan sebesar 14,57 persen.
Sedangkan peningkatan paling tinggi terjadi di Jawa Tengah dengan persentase peningkatan sebesar 1,02 persen. Dari lima provinsi di Kalimantan, semua provinsi mengalami penurunan. Penurunan tertinggi terjadi di Kalimantan Barat sedangkan penurunan terendah terjadi di Kalimantan Utara. Sementara itu, NTP mengalami penurunan 2,81 persen di tingkat nasional.
Ditemui terpisah, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kutai Kartanegara Daru Widiyatmoko mengatakan, penurunan daya beli petani tentunya disebabkan harga komoditasnya yang menurun. Penjualan menurun, kemampuan menurun. Penurunan ini tentunya disebabkan larangan ekspor CPO pada 28 April hingga pertengahan Mei lalu.
“Rendahnya penyerapan TBS pada Mei serta penurunan harga membuat kemampuan petani kelapa sawit menurun. Sehingga berpengaruh pada NTP Kaltim,” tuturnya. (ndu/k8)
Catur Maiyulinda
@caturmaiyulinda