JAKARTA – Instruksi tembak di tempat bagi pelaku geng motor dan begal yang dilontarkan Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Suntana menuai sorotan. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai perintah orang nomor satu di lingkungan Polda Jabar itu sangat berbahaya dan berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).
Wakil Koordinator Kontras Rivanlee Anandar menyebut pernyataan Kapolda Jabar bisa disalahartikan oleh jajarannya. Bahkan, buruknya lagi, instruksi tembak di tempat bisa digunakan untuk melegitimasi tindakan represif di lapangan. ”Kami mafhum bahwa keberadaan begal memberi keresahan bagi masyarakat, tapi tembak di tempat bukan langkah yang terukur,” jelasnya, (2/6).
Rivanlee menjelaskan, langkah kepolisian dalam menindak pelaku kejahatan harus terukur seiring adanya peraturan internal dan perundang-undangan yang mengawasi langkah polisi di lapangan. Misalnya, Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Aturan itu menyebut penggunaan kekuatan harus dilakukan berdasar prinsip legalitas, proporsionalitas, preventif dan masuk akal (reasonable). Sementara seusai prinsip kewajiban umum, anggota Polri dilarang bertindak menurut penilaian sendiri dalam menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum.
”Artinya, penggunaan kekuatan harus berdasar parameter yang terukur, nggak boleh sembarangan,” tegas Rivanlee. Di Perkap, lanjut dia, juga menjelaskan bagaimana penggunaan senjata seharusnya dilakukan. Yakni, senjata digunakan untuk melumpuhkan pelaku kejahatan atau tersangka. ”Tidak bisa serta-merta (penggunaan senjata) untuk mematikan (pelaku, Red),” imbuhnya.
Menurut Rivanlee, tembak di tempat harus tunduk pada standar internasional. Standar itu diantaranya menjaga hak hidup, ha katas kebebasan, dan ha katas rasa aman. Pun, dalam Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials mengisyaratkan agar penegak hukum harus mengendalikan diri saat penggunaan senjata api tidak dapat dihindari.
”Tindakan (penggunaan senjata) tersebut harus secara proporsional dengan keseriusan pelanggaran dan tujuan sah yang ingin dicapai,” imbuh dia. Kontras pun menyarankan agar kepolisian melakukan pendekatan lain dalam memberantas tindak kejahatan begal maupun perilaku geng motor. ”Kan bisa pakai pendekatan sistem peradilan pidana, bukan pendekatan represif di lapangan,” terangnya. (tyo)