Agro Wisata dan Kelapa Sawit, Wadah Merawat Kebhinekaan Masyarakat Ala Puryanto

- Selasa, 24 Mei 2022 | 20:59 WIB
Mantan narapidana teroris Bom Bali I, Puryanto (dua kanan) kini sibuk mengembangkan usaha agro wisata dan kelapa sawit.
Mantan narapidana teroris Bom Bali I, Puryanto (dua kanan) kini sibuk mengembangkan usaha agro wisata dan kelapa sawit.

SEPAKU–Perjalanan Sat Intelkam Polres Penajam Paser Utara (PPU) menuju kediaman mantan narapidana teroris kasus Bom Bali I, Puryanto untuk memberikan bantuan berupa pakan ikan Cargiri 622 sebanyak 4 zak, pakan ikan cargiri 633 sebanyak 6 zak dan racun rumput basmilang sebanyak 22 botol tak menemui kendala. Apalagi sejak ditetapkannya Kabupaten Kutai Kartanegara & Kabupaten Penajam Paser Utara sebagai lokasi Ibu Kota Negara baru kini jalanan sudah nampak mulus dibandingkan sebelumnya. 

Puryanto, adalah mantan narapidana terorisme (napiter) Bom Bali I, 2002, asal Kabupaten PPU yang ditangkap bersama 12 orang napiter lainnya. Di desa Sukaraja, Kecamatan Sepaku, Puryanto dikenal luas. Bukan karena mantan napiter Bom Bali, namun karena mampu mengubah pemikiran warga dari transmigrant miskin, menjadi inspirator masyarakat sekitarnya. Melalui Gabungan Kelompok Tani “Gapoktan Sukaraja” yang diketuainya kini membawahi 21 kelompok tani dan tiga kelompok wanita tani, dengan luas Garapan 100 hektar lebih.

Puryanto mengisahkan sebelum dirinya tak patah semangat meski mantan narapidana, dirinya berkeyakinan jalan hidup meski salah bisa diubah, apalagi awalnya ia mulai membibitkan tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) yang dibelinya langsung di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) bersertifikat di Medan dengan uang pribadinya. Waktu itu 2001 atau dua tahun sebelum ia ditangkap dengan tuduhan turut membantu pelarian buronan kasus Bom Bali I, Ali Imron di Kaltim. Ali Imron dikenal sebagai adik kandung dari Mukhlas alias Ali Gufron dan Amrozi, yang keduanya telah dihukum mati.

Awal 2000, komoditas kelapa sawit belum banyak dibudidaya petani lantaran sulitnya memperoleh bibit berkualitas. Bibit unggul bersertifikat hanya ada di PPKS Medan. Selebihnya, pembelian di luar lembaga, dapat dipastikan palsu. Setelah ditangkap dan dipenjara tiga tahun, Puryanto tidak patah semangat. Ia menyuruh istrinya (meninggal dunia Agustus 2020) terus menyemai benih kelapa sawit yang telah dirintisnya sejak 2001.

Usai menjalani hukuman selama tiga tahun, Puryanto bebas dan dikembalikan kepada keluarga. Cap sebagai narapidana teroris oleh pemerintah masih melekat hingga kini. Kadang status ini dijadikan cara untuk menjegal, ketika Puryanto ingin berbuat lebih untuk daerahnya. Puryanto adalah orang yang visioner, berpandangan luas ke masa depan. Sejak lulus kuliah pada 2000 lalu dia tetap berpikir menjadi petani sukses. Pilihannya saat itu, komoditas kelapa sawit yang mulai booming saat itu.

Pria lulusan Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mulawarman Samarinda, sempat mengajar di beberapa sekolah di Samarinda. Pilihan menjadi guru tentu adalah pekerjaan mulia dan terpandang. Namun, jiwanya sebagai anak petani tetap berontak di dalam hati. Ia memutuskan berhenti mengajar dan mulai membibitkan benih kelapa sawit secara mandiri.

“Akhir 1990-an, banyak warga bekerja sebagai perambah hutan. Mencari kayu lalu menjualnya untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Profesinya tidak jauh dari penebang kayu. Waktu itu. di Sukaraja ini kalau mau didata ada ribuan mesin senso (sebutan warga untuk gergaji mesin/chain saw),” jelas Puryanto saat ditemui media ini Senin (23/5).

Saya mengajak pekerja kayu untuk menanam kelapa sawit saja. Saya katakan, sampai kapan mau jadi penebang kayu. Hutan kian hari semakin habis. Akhirnya, pelan-pelan mereka mengikuti saran saya dan akhirnya kini mereka telah memiliki kebun paling sedikit empat hektar,” ujar lelaki yang pernah bercita-cita menjadi tentara ini.

Menurut Puryanto, prospek pengembangan kelapa sawit ke depan sangat cerah. Karena apa? Karena Indonesia secara berangsur-angsur terus menggunakan biofuel nabati dari minyak sawit. Apalagi kebutuhan bahan bakar nabati Indonesia dan dunia sangat tinggi. Seperti banyak penjelasan yang kita tahu, jika produk turunan minyak kelapa sawit (crude palm oil) dapat diolah menjadi ratusan produk turunan lainnya yang telah dimanfaatkan masyarakat dunia. Minyak kelapa sawit secara umum dapat diolah menjadi sabun, shampo, kosmetik, minyak goreng, margarin dan mentega, lipstik, coklat dan selai coklat, roti dan kue, serta ratusan produk turunan lainnya.

Bahkan minyak kelapa sawit lebih unggul dari berbagai minyak produk pertanian di Amerika Serikat dan Eropa seperti minyak kedelai, minyak jagung, minyak kulit padi, biji bunga matahari, minyak zaitun, minyak kacang tanah, minyak biji bunga kanola dan beberapa jenis minyak lainnya. Apalagi, penggunaan minyak kelapa sawit di masa depan untuk menggantikan bahan bakar fosil, penelitian dan uji laboratoriumnya terus kian maju. Tidak mustahil, beberapa dekade lagi, sangat dimungkinkan minyak kelapa sawit dapat diolah menjadi bahan bakar ramah lingkungan dan berharga murah.

Menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) kebun kelapa sawit Indonesia menghasilkan biomas sekitar 182 juta ton per tahun dan jika diolah lebih lanjut dapat menghasilkan sekitar 27 juta kilo liter bioetanol. Kebun sawit ternyata bukan hanya sumber pangan tetapi juga penghasil energi terbarui yakni biodiesel,  bioetanol dan biogas. Ketiga energi terbarui tersebut dapat menjadi pengganti energi tak terbarukan (energi fosil). Biodiesel pengganti solar,  bioetanol pengganti premium dan biogas pengganti gas bumi. Kebun kelapa sawit menghasilkan biomas dari tandan kosong (empty fruit bunch), cangkang dan serat buah (oil fibre and shell), batang kelapa sawit (oil palm trunk) dan pelepah kelapa sawit (oil palm fronds).

 

Untuk setiap hektar kebun sawit dapat menghasilkan biomas sekitar 16 ton bahan kering per tahun. Produksi biomassa sawit tersebut sekitar tiga kali lebih besar dari produksi minyak sawit atau CPO sebagai produk utama kebun sawit. Dengan luas kebun sawit Indonesia tahun 2015 mencapai 11 juta hektar, maka produksi biomas Indonesia dapat mencapai 182 juta ton setiap tahun.

 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X